Bulan menaruh semangkuk bubur keatas nakas Bintang saat mata nya jelas melihat sang adik yang tengah sibuk membaca buku.
Ia tersenyum lembut, "Kata Tante Senjaa jangan terlalu banyak makan Bubur kacang ijo. Nanti tenggorokan nya gatel trus batuk-batuk."
"Jadi tadi Langit beliin bubur cirebon biasa gak pake toping, ga papa kan?"
Yang di tanya bergumam kecil, tetap memfokuskan pandangan nya pada rumus matamatika yang tengah ia pahami.
Bintang meremas rambut nya kasar, merasa bahwa kini ia begitu bodoh.
"Jangan di paksa. kalo gak ngerti bisa tanya Aku atau Langit." Bulan meraih lengan Bintang dengan lembut, perlahan menurunkan tangan sang adik dari kepala nya.
Ia meraih buku Bintang yang ada di dalam genggaman gadis itu, menaruh nya di atas nakas. "Belajar nya hari ini cukup ya?"
"Tapi–"
"Mending sekarang kamu istirahat, atau mau ikut aku sama Langit?–"
"Kemana?"
"Jenguk Aurora."
Bintang mengerutkan kening bingung.
"Emang nya ka Rora kenapa?""Kamu lupa? Dia kan dari kemarin di rawat buat jalanin kemoterapi. Tapi sampe hari ini kondisi nya gak ada kemajuan juga." Bulan menjelaskan, membuat Bintang seketika meringis tertahan.
Ya, Bintang lupa.
"Gimana? Mau ikut gak?"
Ia nampak menimang sebentar, melirik kearah jam di atas layar televisi yang mati.
Jam tiga sore, Langit sudah pulang– namun kenapa hingga sekarang Pluto belum juga sampai? Biasanya lelaki itu akan selalu mengunjungi nya usai pulang sekolah.
"Nanti nyusul deh."
"Bener? Ga papa aku tinggal sendiri? Sebentar aja si– nanti juga mamah pulang."
Bintang mengangguk yakin, tersenyum lembut pada Bulan. "Iya Ce, Bintang ga papa. Dah sana, Koko pasti udah nunggu di depan dari tadi."
"Okey, sebentar kok janji." Ia mencium pipi Bintang sebelum benar-benar hilang di balik pintu ruang rawat nya.
"Kenapa lagi–"
"Eh?" Bintang mengerjap saat bukan Bulan yang kembali hadir, namun Pluto. Orang yang sejak tadi ia tunggu kehadiranya.
"Maaf gue kira tadi Cece."
Pluto mengangguk mengerti, berjalan pelan menghampiri Bintang. Tangan nya terulur memberikan gadis itu sebuah buku cacatatan. "Titipan dari Kena, Catatan pelajaran waktu lo gak masuk sekolah."
"Wah serius, makasih Plu."
"Makasih nya sama Kena, dia yang kasih itu."
Bintang memgangguk pelan, "Iya nanti kalo dia kesini."
"Lo kenapa tadi telat dateng nya?"
"Lo bukan prioritas gue." Jawab Pluto cepat, yang sontak membuat Bintang tertawa kecil.
Ah iya, Bintang hampir lupa.
"Mas Plu kenapa jahat banget si sama aku? Padahal aku lagi sakit gini–"
"Trus lo mau nya gue gimana?"
Bintang nampak menimang sesaat, ia tersenyum jail. "Ikut gue yuk?"
"Kemana?"
Gadis itu buru-buru turun dari ranjang, membuat Pluto sontak di buat khawatir. "Eh lo boleh jalan? Gue ambil kursi roda dulu deh–"
"Gue udah kuat kok, kalo sekarang lo mau ajak gue lomba lari juga gue siap." Ia tersenyum lembar, menarik Pluto untuk segera mengikuti nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Fiksi RemajaRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...