55. Agis Home

1.5K 129 61
                                    

"Gimana keadanya? Udah mendingan?"

Siga bertanya dengan nada lembut, duduk di pingir ranjang di mana tempat Bintang berbaring.

Gadis yang lima hari lalu datang keruamah nya dengan keadaan demam yang cukup tinggi. Mengharuskan ia dan Agis merawat cucu dari Semesta itu dengan hati-hati.

Yang di tanya mengangguk kecil, bangun dari tidur nya. Di tatap nya wajah Siga yang sudah mengeriput termakan usia dengan tatapan teduh.

"Makasih ya Nek, udah mau rawat Bintang di sini. Pasti, aku ngerepotin banget ya?"

"Engga kok, Nenek seneng ada kamu. Jadi gak ngerasa kesepain. Kamu mau makan? Eh tapi nenek belum masak–" Wanita paru bayah itu berucap.

"Kamu tunggu sini sebentar ya? Nenek buatin makanan dulu–"

Bintang menahan tangan Siga yang ingin beranjak, ia tersenyum kecil.
"Boleh aku bantu?"

Siga nampak berfikir sejenak, Bintang baru pulih setelah sakit beberapa hari. Ia hanya takut gadis itu kembali kelelahan akibat membantunya.

"Aku udah sembuh kok." Bintang berucap cepat, seolah tau apa yang ada di pikirkan wanita paru baya itu.

"Yaudah– Yuk. Pagi tadi Nenek sama opah Agis udah belanja ke pasar. Hari ini kita bakal masak pepes ikan. Kamu suka?"

Bintang mengangguk kecil, ia memang beberapa kali memakan makanan itu saat Tata memasak nya.

"Ah iya Bintang, waktu nenek gantiin baju kamu. nenek liat luka di dada– itu kenapa?" Siga bertanya saat mereka mulai menuruni anak tangga, membuat Bintang mengulum bibir merasa bingung harus menjawab apa.

"Itu– itu luka oprasi."

"Oprasi?" Wanita paruh baya itu mencicit kecil. "Emang nya kamu–"

"Kelainan Jantung, dari kecil tapi baru bisa di oprasi–" Bintang berucap pelan, mengarahkan tatapan nya kearah baju yang kini ia kenakan.

"Oh iya ini baju siapa ya? Kaya baju cowo. Gak mungkin punya opah kan?"  Gadis itu bertanya seakan berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Siga tertawa kecil, "Ya gak dong, itu baju punya cucuk nenek."

"Loh nenek punya cucu?" Tanya Bintang, merasa terkejut atas apa yang baru Siga katakan.

Karna sepengelihatanya, kedua pasang lansia itu seakan sebatang kara dan tak punya siapa-siapa.

"Ada cowok, seumuran sama kamu." Siga menjawab. "Tapi ya gitu emang jarang mampir kesini—"

"Assalamualaiku."

Keduanya menoleh saat tiba-tiba pintu utama terbuka, di susul seorang lelaki yang masuk kedalam rumah.

"Eh panjang umur, baru di omongin." Siga berucap, menghampiri si cucu yang tiba-tiba hadir di tengah perbincangan mereka.

"Nenek gibahin aku sama siapa? Kan Opah di toko—"

"Pluto?"

~•~

Wanita dengan wajah yang matanya sembab itu melangkah masuk kedalam rumah. Berjalan tanpa minat kearah kamar dengan perlahan, tubuh nya lelah Karna semalaman belum di beri istirahat. Bahkan Mentari tak pulang dan lebih memilih menginap di rumah Senja.

"Kemana aja semalaman gak pulang? Kamu tau Bulan sampe tidur di sofa karna nunggu kamu?" Angkasa berucap, membuat langkah berat Mentari harus terhenti.

Ia memejamkan mata lelah, melirik kearah Bulan yang sudah duduk di kursi meja makan. Beralih pada Langit yang sama menatap nya.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang