40. Kapten Pengganti

1.5K 125 25
                                    

Lelaki itu tak bisa membayangkan jika semalam ia benar-benar take-off di pesawat itu, Angkasa tak bisa berhenti berfikir bahwa mungkin semalam adalah komunikasi terahirnya dengan sang istri.

Lalu hilang bersamaa dengan jatuh nya pesawat, meninggamkan Mentari, Bulan, Langit bahkan Bintang Nya.

Lagi Angkasa mengusap wajah nya merasa amat bersyukur, di tatap nya kamera polaroid berwarna putih dengan motif sakura yang ia pangku.

Kamera yang ia beli untuk Bintang sebelum berangkat menuju bandara, Kamera yang mampu mebuat nya terlambat datang dan Berahir ketinggalan pesawat—

Bintang, ini semua berkata anak bungsu nya.

Angkasa tersenyum lembut, mengusap surai hitam Bintang yang masih tak mau membuka mata.

"By maaf– ini semua karna papah kan?" Ia bergumam lirih, menatap Bintang penuh kesedihan.

"Asa–" Angkasa menoleh, mentap kearah Mentari yang masuk kedalam kamar rawat Bintang. "Makan dulu, dari tadi kamu belum makan. Sekalian ganti baju sama bersih-bersih juga."

"Iyah nanti."

"Sekarang Asa."

"Aku masih kangen sama Bintang." Angkasa berujar, mata nya terus melihat Bintang yang bahkan masih belum ada pergerakan.

"Kamu emang gak kangen juga sama Langit? Sama Bulan? Mereka ada di ruangan sebelah kalo kamu lupa." Mentari berdiri di dekat Angkasa.

"Mereka juga anak kamu Asa."

Lelaki itu memejamkan mata sesaat, Mengangguk singkat. Tangan nya menaruh kamera polaroid ke atas nakas di samping berankar Bintang.
"Aku titip Bintang sebentar, mau liat keadaan Langit."

"Lamaan juga ga papa, aku mau berduaan sama Bintang." Sahut Mentari, tertawa kecil.

"Dih Curang!" Angkasa berseru, mengecup kening Mentari sesaat.

"Hati-hati Asa–"

"Aku cuma kekamar sebelah."

"Banyak suster genit di luar!"

"Jadi kamu cemburu?" Lelaki itu nampak menggoda. Membuat pipi Mentari bersemu merah di susul dorongan pelan yang membuat Angkasa tertawa.

"Udah sana pergi!" Ia berseru, meminta Angkasa untuk segera pergi meninggalkan mereka.

Cukup lama terdiam di dalam fikiran, Mentari mulai mendudukan tubuh nya di kursi yang sama dengan yang Angkasa duduki tadi.

Tangan nya meraih polaroid putih milik Bintang yang di berikan Angkasa.
Di usap nya gambar sakura yang tertempel di sana dengan penuh kelembutan.

"Bintang kamu pasti seneng deh, kamera nya bagus." Wanita itu berujar lembut.

"Langit dapet boneka kucing yang tangan nya gerak-gerak, trus Bulan malah dapet tumbler cantik gitu. Kata Papah biar Cece kamu gak lupa minum air putih."

Tangan nya mengusap surai hitam Bintang penuh kelembutan. "Bintang mau mamah foto pake kamera baru nya gak?"

"Biar kamu liat, kalo kamu tidur tuh kamu jelek!"

Mentari mulai mengarahkan lensa kamera nya kearah wajah Bintang.
"Mamah itung ya? Satu- dua- tiga!"

Klik!

Istri dari Angkasa itu tersenyum saat kertas kecil mulai keluar dari bagian atas kamera sedikit demi sedikit.

Sret!

Di tarik nya kertas tipis itu perlahan, hingga menimbulkan sebuah gambar utuh yang tadi ia ambil.

Senyum nya terukir saat wajah Bintang terlihat tetap cantik walau sedikit pucat, dengan kelopak mata sendu yang menatap nya dengan sorot sayu–

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang