"Jun!"
Alya berteriak dengan histeris membuat Vani dan beberapa orang yang berdiri di pintu kamar Jun menjadi terkejut. Sang pemilik suara menghambur ke dalam kamar, menghampiri pemuda itu lalu tanpa canggung membawa tubuh Jun ke dalam dekapannya. Vani yang masih berdiri di dekat pintu cemberut, dirinya tidak menyukai pemandangan di hadapannya itu.
"Kamu nggak apa-apa? Aduh, aku nanya apa sih? Jelas-jelas kamu kenapa-kenapa sampai berdarah gini. Kita ke dokter ya? Ke rumah sakit."
Gadis itu menatap orang-orang yang masih berdiri terpaku di dekat pintu tak berani melangkah masuk. "Kalian!" hardiknya. "Ngapain masih bengong di sana? Panggil dokter, panggil ambulance, panggil siapa pun cepat! Ini mesti diobatin!" teriaknya. "Kenapa sih nggak ada inisiatifnya banget? Kalian minta dipecat?"
"I-iya, Non!" sahut salah satu asisten yang langsung beranjak pergi dari sana.
Jun yang merasa tidak nyaman mendapat pelukan dari Alya mencoba melepaskan dirinya. Terlebih lagi ketika dilihatnya wajah Vani yang kini sudah masam karena Jun tak juga melepas pelukan itu.
"Kamu ngapain di sini, Al?" tanya Jun sambil mendorong tubuh gadis itu dengan satu tangannya yang tak berdarah.
"Ya, mau ketemu kamu, lah. Aku dikasih tau kak Astrid kamu pulang, makanya aku ke sini." Gadis itu menghela napasnya lalu menatap tajam. "Ngapain sih pake ngelukain diri segala? Emang udah bosen hidup?" tanyanya tanpa basa-basi.
Vani berjalan mendekat, tapi baru saja akan mendekati Jun, langkah kaki Vani terpaksa berhenti karena suara yang didengarnya kemudian.
"Ada apa sih ribut-ribut?" Kini suara Astrid yang terdengar dari luar kamar Jun.
"Mas Jun, Bu Astrid." Salah satu asisten di rumah itu mencoba menjawab.
"Jun kenapa?" tanyanya tak sabaran.
"Berdarah."
"Hah?"
Ketika Astrid masuk ke dalam kamar dan mendapati adiknya bersimbah darah, dia tak bisa menyembunyikan paniknya. "Astaga, Jun Raka Argaditya kamu kenapa begini? Panggil supir cepat!" perintah Astrid ke asistennya.
"Sudah, Bu." Asistennya menjawab dengan cepat.
"Ya mana, kalau sudah?" tanyanya tak sabaran. "Susul, suruh siapin mobil cepetan! Ini juga kenapa pada diem di depan pintu sih? Dibantuin dong Jun-nya ke mobil. Aduh, nggak becus semua!" marah Astrid.
Atas perintah Astrid dua orang penjaga membantu memapah tubuh Jun untuk turun ke lantai bawah lalu membantu adiknya itu masuk ke dalam mobil.
"Van..Vani!" panggil Jun setelah duduk di dalam mobil. "Kamu ikut, ya?" pintanya pada gadis itu.
Vani mengangguk menurut, dia ikut masuk ke dalam mobil bersama Jun. Astrid dan Alya menyusul di mobil lain di belakang mereka. Mobil melaju meninggalkan rumah menuju rumah sakit setelahnya.
Di dalam mobil, tanpa berkata apa-apa Vani membalut luka di tangan Jun dengan handuk bersih yang tadi sempat diberikan salah satu asisten ke Vani sebelum ia masuk ke dalam mobil.
"Lukanya harus ditutup, biar nggak kena kotoran supaya nggak infeksi. Pegang yang kuat, biar darahnya nggak keluar terus," anjur Vani.
Jun tak bereaksi apapun, dia hanya memperhatikan bagaimana gadis itu membalut luka di tangannya tanpa punya keinginan untuk berkomentar. Setelah yakin lukanya telah tertutup sempurna, Vani diam di tempatnya duduk, tak ada keinginan untuk bertanya mengapa Jun bisa senekat itu.
"Kenapa diam?" tanya Jun memulai.
Vani hanya mampu menggelengkan kepalanya.
"Van?" Jun meraih telapak tangan Vani dengan telapak tangannya yang tak dibalut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Substitute [END]
Romance(Reading list cerita pilihan bulan Mei 2022 WattpadRomanceId) 18+ only Hidup berubah 180 derajat ketika kedua orang tua Vanilla Almira memintanya menjadi ibu sambung bagi keponakannya--Kana, yang usianya baru tiga setengah tahun ketika ditinggal ib...