"Gimana, Ma?" tanya Lukas kepada Ranty yang baru keluar dari dalam kamar Vani.
Ranty menggeleng. "Sama, nggak mau makan. Tadi aja mama coba suapin dia bubur, Vani sama sekali nggak mau buka mulut."
"Maaf ya Ma, jadi ngerepotin Mama."
"Nggak apa-apa," jawab Ranty. "Kana gimana?"
Lukas tersenyum kecut. "Sudah ribut minta pulang, tapi mama Gandes bilang sebaiknya Kana tinggal di sana dulu sampai Vani pulih."
"Hmm.., apa dibawa ke pak ustad aja ya Kas? Minta diruqyah gitu Vani-nya?" saran Ranty.
Lukas menggeleng. "Dia cuma terguncang karena kehilangan janinnya, saya yakin Vani begini bukan karena guna-guna atau gangguan makhluk halus."
"Tapi solat masih mau 'kan?" tanya Ranty.
"Alhamdulillah," jawab Lukas. "Meskipun harus diingetin, Vani nggak ngelewatin kewajibannya."
"Syukur deh, yang penting dijaga eling ke Tuhan-nya, apalagi Vani..." Ranty menghembuskan napas lemah sebelum melanjutkan, "jadi sering melamun kayak gini."
"Iya, Ma," sahut Lukas.
"Kalau gitu mama pulang dulu, kalau ada apa-apa telepon, ya?"
"Iya, Ma. Saya antar ke mobil." Lukas menawarkan diri.
Seminggu yang lalu setelah kejadian pilu di area kolam renang kampus, Lukas menyadari kalau ada yang salah dengan tubuh istrinya. Vani pucat pasi, dengan keringat memenuhi dahinya, raut wajahnya tak bisa Lukas gambarkan, antara perih menahan sakit atau sedih seperti kehilangan. Saat Vani memperlihatkan telapak tangannya, saat itulah Lukas tahu, merah di telapak tangan Vani bukanlah luntur dari toga yang dipakai istrinya itu, melainkan darah.
"Aku hamil, Kak."
Kalimat itu masih sempat dibisikkan oleh Vani sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Saat ambulans datang, tak hanya Jun yang diangkut tapi juga Vani. Dengan setia Lukas menunggui istrinya yang dibawa ke rumah sakit, berharap Vani baik-baik saja. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan oleh tenaga medis, seperti usia kandungan, apakah ada obat-obatan yang dikonsumsi Vani, makanan yang dimakan terakhir kali, atau kejadian yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kandungan.
Lukas tak tahu menahu tentang kehamilan Vani yang membuatnya ingin mengutuk diri sendiri karena tak bisa menjawab pertanyaan dari tenaga medis, tapi dia teringat ucapan Fela yang menerangkan betapa perempuan itu dengan sengaja mendorong tubuh Vani. Dan itu menjadi satu-satunya alasan yang Lukas bisa ceritakan kepada tenaga medis, mengapa Vani bisa perdarahan saat itu.
Duduk di tepi kasur, Lukas mengambil mangkuk bubur di atas meja nakas.
"Makan yuk, Van!" ajaknya sambil mengaduk bubur ayam yang dimasak oleh Isah lalu menyendoknya. "Kamu belum sarapan, kalau perutnya kosong nanti nggak ada tenaga," bujuk Lukas.
Vani menutup rapat mulutnya. Wajahnya ia lemparkan ke samping sembari menatap jendela besar yang tirainya menari-nari karena tiupan angin.
"Van, jangan gini." Lukas memohon. "Kamu harus makan."
Namun Vani masih mengatupkan kedua bibirnya, membuat Lukas menghembuskan napas pasrah. Ia menaruh lagi mangkuk bubur ke atas meja lalu kedua tangannya meraih telapak tangan Vani.
"Ikhlasin Van, semua udah takdir Tuhan, serahin sama Yang Maha Kuasa biar dikasih ganti yang terbaik."
Lukas menatap wajah Vani, senyum ceria seakan telah lama hilang dari wajah itu, matanya bengkak karena Lukas tahu Vani masih suka menangis di sela-sela harinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Substitute [END]
Romance(Reading list cerita pilihan bulan Mei 2022 WattpadRomanceId) 18+ only Hidup berubah 180 derajat ketika kedua orang tua Vanilla Almira memintanya menjadi ibu sambung bagi keponakannya--Kana, yang usianya baru tiga setengah tahun ketika ditinggal ib...