"Oke!"
Vani berucap setelah melihat sekali lagi wajahnya di cermin. Seragam putih abu-abunya sangat rapi, rambut bobnya disisir rapi dengan hiasan bando simpul berwarna merah jambu. Sebelum keluar dari kamarnya tak lupa ia menenteng tas ransel bermerek Roxy, jaket dan tas kamera untuk keperluan acara sekolahnya.
Di meja makan sudah ada kedua orang tuanya. Sang ayah yang biasa disapa oleh warga komplek dengan panggilan 'pak RW' itu sedang membaca koran pagi sementara ibunya sedang melapisi roti tawar dengan mentega.
"Aku berangkat, Assalamualaikum," pamit Vani lalu meraih telapak tangan kedua orang tuanya satu per satu untuk ia cium punggungnya.
"Eh, sarapan dulu, Dek!" kata ibunya.
"Udah telat, Ma. Aku kan jadi panitia acara sekolah, mau briefing pagi dulu entar nggak keburu kalau sarapan," tolak Vani.
"Makanya bangun itu lebih pagi, biar nggak kesiangan," celetuk sang ayah.
"Udah bangun pagi, kok. Jam setengah enam, hehe." Vani memamerkan cengirannya.
"Ya udah, ini paling nggak dibawa rotinya, tunggu sebentar mama ambil Tupperware dulu."
"Oke, Bos!" sahut Vani.
"Kakak kamu mana? Belum turun?" tanya Dhimas.
"Enggak tau, masih belum bangun kali di kamarnya." Vani menaikkan kedua bahunya.
"Anak itu semenjak jadi pengangguran bangunnya siang terus," sindir Dhimas.
"Kok pengangguran?" Vani memiringkan kepalanya.
"Ya apa dong namanya, sudah lulus kuliah tapi belum kerja, kalau bukan pengangguran?" tanya Dhimas. "Papa mau suruh kawin aja nanti dia, daripada jadi pengangguran mendingan jadi ibu rumah tangga."
"Kawin- kawin, memangnya kambing?" celetuk Ranty yang baru kembali dari dapur membawa kotak makan Tupperware di tangannya.
"Ya, kalau enggak Papa ajak kerja aja mbak Fela, di pom bensin atau salah satu minimarket punya Papa," anjur Vani.
"Mau dijadiin apa kakak kamu?" tanya Ranty.
"Ya, jadi apa gitu mbak-mbak kasir minimarket atau mbak-mbak pom bensin yang bilang, dimulai dari nol ya?" Vani terkikik geli membayangkan kakaknya yang ke mana-mana selalu pakai wedges itu menggunakan coverall seragam pom bensin.
Vani masih heran, padahal Fela memiliki tinggi badan 170 centimeter tapi masih saja perlu bantuan wedges untuk membuat tubuhnya menjulang.
"Iya, boleh juga ide kamu, hitung-hitung dia belajar cari uang jangan cuma minta uang aja bisanya," kata Dhimas.
"Ini rotinya. Dimakan, ya?" pinta Ranty sembari menyerahkan kotak Tupperware berisi dua keping roti tawar yang telah diolesi mentega dan selai.
"Makasih, Ma. Aku berangkat," pamit Vani sekali lagi yang kali ini mengecup pipi sang ibu dan ayahnya sebelum beranjak.
"Jaketnya dipake, biar nggak masuk angin!" seru Ranty.
"Iya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Dhimas dan Ranty berbarengan.
Di depan rumahnya, sudah menunggu abang ojek pangkalan langganan yang sebelumnya di-sms oleh Vani untuk menunggu di depan rumah. Bang Rijal--begitu sang supir ojek disapa oleh warga komplek, menyerahkan helm untuk dipakai oleh Vani.
"Ngebut nggak, Neng?" tanyanya.
"Ngebut Bang, kalau bisa lampu merah hajar aja," kelakar Vani.
"Ya, jangan kalau itu mah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Substitute [END]
Romance(Reading list cerita pilihan bulan Mei 2022 WattpadRomanceId) 18+ only Hidup berubah 180 derajat ketika kedua orang tua Vanilla Almira memintanya menjadi ibu sambung bagi keponakannya--Kana, yang usianya baru tiga setengah tahun ketika ditinggal ib...
![The Substitute [END]](https://img.wattpad.com/cover/250253319-64-k965222.jpg)