D u a p u l u h t u j u h

23.7K 1.8K 43
                                    

Melihat Gandes mondar-mandir di koridor rumah sakit membuat Agung--suaminya, berdecak sebal.

"Duduk, Ma!" perintah Agung.

"Mama nggak bisa duduk tenang, ini Lukas kok bisa-bisanya pingsan? Seumur-umur Lukas itu nggak pernah sakit kayak gini apalagi sampai hilang kesadaran." Gandes akhirnya mau duduk di samping Agung. "Papa 'kan tau, Lukas itu jangankan masuk rumah sakit, ke dokter aja jarang. Kalau sakit palingan minum obat warung juga sembuh," oceh Gandes.

"Ya, mungkin aja dia kecapekan atau jangan-jangan ketularan Kana, 'kan Kana kena campak."

"Ya nggak mungkin dong, Pa," bantah Gandes. "Lukas itu udah pernah kena campak waktu masih kecil."

"Ya, siapa tau ketularan lagi," sanggah Agung.

Gandes menghela napasnya.

Vani yang duduk di pojok ruang tunggu bersama pak Uus memijat-mijat dahinya mendengar ocehan orang tua Lukas yang tiada henti sejak keduanya datang menyusul ke ruang IGD rumah sakit swasta yang tak jauh dari tempat tinggal Vani saat ini.

Tiba-tiba dia teringat sebuah akta notaris yang sebelumnya ia lihat di meja kerja Lukas. Vani menoleh ke arah pak Uus, mencoba menggali informasi dari sana siapa tahu supirnya itu tahu sesuatu.

"Pak Uus," panggil Vani.

"Iya, Non."

"Inget nggak, Pak Uus pernah cerita ke saya kalau waktu itu Pak Uus diminta kak Lukas ke kantor notaris?"

"Inget, Non. Kenapa memangnya, Non?"

"Ah enggak," Vani sedikit menjeda kalimatnya. "Cuma penasaran aja." Dia tak ingin pak Uus mencurigai dirinya sedang mencari-cari informasi.

Vani diam sesaat, mengolah kata agar terdengar tak terlalu mencurigakan, tapi pada kenyataannya sulit. Dia hanya berharap supirnya ini terlalu polos dan tak mungkin melaporkan percakapan ini kepada Lukas.

"Nama notarisnya masih inget, Pak?" tanya Vani.

"Hmm.., siapa ya, Non?" Uus balik bertanya. "Tapi kantornya saya inget, Non."

"Di mana?" Vani terdengar antusias.

"Menara Sudirman, Non."

Sama. Batin Vani.

Alamat kantor notaris yang tertera di atas akta yang dibaca Vani juga berada di Menara Sudirman.

"Hmm.., nama notarisnya Kemala Assegaf bukan, Pak?" Vani mencoba memancing.

"Nah, iya bener, Non. Ada Assegaf-Assegafnya."

"Dokumen apa, Pak?"

"Saya juga kurang tau, Non. Soalnya diamplopin sama bapak, tapi..." Uus memiringkan kepalanya. "Kalau saya nggak salah liat, pas lagi dicek sama staf notarisnya, ada foto kopi sertipikat, Non."

"Foto kopi sertipikat?" ulang Vani. "Pak Uus yakin?"

"Iya, Non. Saya nggak mungkin salah baca."

Vani mengangguk-angguk.

"Memangnya kenapa sih, Non?"

"Nggak apa-apa, Pak. Saya cuma penasaran aja," jawab Vani seadanya.

"Oh, kirain ada apa-apa."

Vani memikirkan dalam kepalanya, apa kepergian pak Uus ke kantor notaris saat itu ada hubungannya dengan akta perjanjian pra-nikah yang dilihat Vani di meja kerja Lukas.

"Kalau pun ada hubungannya, tapi apa?" gumam Vani pelan.

"Keluarga pasien bapak Lukas," panggil sebuah suara menyadarkan Vani dari lamunan sesaat.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang