L i m a p u l u h d e l a p a n

20.4K 1.5K 43
                                    

Warning, flashback

--------------------------------

Beberapa bulan yang lalu....

Bersama dengan motor sport berwarna merah kesayangannya, Jun membelah jalanan ibukota. Tujuannya hanya satu, bisa tiba di rumah kekasihnya tepat waktu sebelum segalanya terlambat. Sayangnya, niatnya sedikit tertunda karena ada razia pengendara sepeda motor oleh polisi lalu lintas di jalanan yang ia lalui. Meskipun surat-surat dan kelengkapan berkendaranya lengkap, nyatanya lima belas menit pemeriksaan yang dilakukan polisi menghambat segalanya.

Rumah yang selalu ia datangi setiap malam minggu itu ramai oleh tamu, tenda berwarna putih dibangun menutupi jalanan komplek, janur kuning melengkung cantik di sudut jalan dan di depan rumah. Jun segera memarkirkan motornya tak jauh dari rumah itu, berjalan ke arah tenda di mana dia sempat ditahan oleh sekuriti berpakaian safari hitam karena Jun bukan undangan.

"Mana ada orang dateng kondangan pake jaket sama celana jeans robek-robek kayak gini," kata salah satu sekuriti ketika berdebat dengan Jun.

Akhirnya Jun geram, dengan suara lantang ia berkata, "Yang nikah itu pacar saya! Dia dipaksa nikah sama orang tuanya, saya mau masuk, lepasin!"

Orang-orang yang ada di sana menoleh mendengar ucapan Jun, saling berbisik dengan pandangan menilai.

"Saya mau masuk!" Jun menggeram kesal tapi cengkraman tangan kedua sekuriti itu lebih kuat dibandingkan tubuh Jun yang kurus dan memang belum sempat sarapan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Vanilla Almira binti Dhimas Aryasena dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas sebanyak lima puluh gram dibayar tunai."

"Bagaimana sah?"

"Sah...sah," jawab orang-orang.

Kemudian doa berkumandang.

Mendengar itu kaki Jun lemas, pupus sudah niatnya menghentikan pernikahan Vani. Apalah daya, ibarat Nutrijell sudah dimasak menjadi puding, tidak akan bisa kembali menjadi bubuk. Seiring dengan tubuhnya yang melemah tak lagi melawan, kedua sekuriti itu melepas cengkraman tangan mereka pada lengan Jun.

Dengan langkah gontai Jun masuk ke dalam rumah, orang-orang ramai berpakaian batik dan kebaya sangat kontras dengan dirinya yang menggunakan jaket lusuh.

"Vani..." lirih Jun.

Air mata nyaris menetes ketika dilihatnya gadis cantik yang merupakan pujaan hatinya itu bersanding dengan pria lain. Bersiap mengambil foto memamerkan cincin yang saling melingkar di jari manis.

"Harusnya aku yang ada di sana, Van... bukan dia," gumam Jun.

Seakan bisa mendengar lirihan perih hatinya, pandangan sang pengantin perempuan bertemu dengannya. Tanpa ia duga, Vani tak kuasa menahan gejolak emosinya, ia berteriak histeris lalu pingsan. Semua orang dibuat panik, tak terkecuali Jun. Tatapan mata orang-orang di ruangan itu mengarah padanya, semua menuduhnya sebagai sumber keonaran.

"Nggak perlu, saya suaminya. Saya bisa urus istri saya sendiri." Suara angkuh itu pertama kalinya didengar oleh Jun. "Tapi tolong--"

"Iya, Kak?" tanya seseorang.

"Minta sekuriti untuk usir laki-laki itu dari sini!" perintah sang pengantin pria yang wajahnya tak bisa Jun ingat, tapi mendengar bagaimana ia memerintah, Jun yakin sekali kalau Vani tidak mungkin bahagia dengan pria seperti itu.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang