Makan malam tak akan secanggung ini apabila kejadian beberapa hari lalu tak sengaja dipergoki Kana dan Wulan. Vani seharian menundukkan wajah dan membuang tatapan, tak ingin bertemu mata dengan pria yang saat ini duduk di hadapannya sedang memotong tenderloin steik medium well-nya.
"Steik-nya nggak enak?" tanya Lukas santai lalu menyuap potongan daging ke dalam mulutnya.
"Enak," sahut Vani.
"Tapi saya nggak liat kamu makan, dari tadi cuma dipandangin aja?"
Buru-buru Vani memotong daging di atas piringnya lalu memasukkannya ke dalam mulut. Dia masih tak ingin menatap Lukas yang sejak tadi memperhatikannya. Vani tahu, kali ini telinganya pasti merah karena dia merasakan panas di daun telinganya.
"Kamu kenapa sih, Van? Sejak saya kembali dari Semarang jadi banyak diemnya?"
Vani menggeleng. "Aku nggak apa-apa." Vani menyuap kentang tumbuk ke dalam mulutnya.
"Van, liat saya!" titah Lukas. "Kalau diajak ngomong jangan liat ke arah lain."
Vani segera menatap wajah pria itu kala diminta dan itu membuatnya ingin mengutuk diri sendiri karena begitu patuh dan tak ada keinginan untuk membantah.
"Kamu kenapa sih, kayak kikuk banget deket-deket saya? Ini cuma dinner biasa lho, Van. Bukan fancy candle light dinner di restoran bintang lima. Sesuai mau kamu 'kan, makan di warung steik ini?"
Lukas sengaja mengajak Vani makan malam di luar, katanya untuk merayakan pembukaan kantor cabang usahanya di kota dengan julukan kota lumpia itu. Mulanya, Lukas berniat mengajak makan malam yang agak fancy di sebuah restoran mewah, tapi Vani menolak karena merasa aneh harus mengenakan longdres bagus hanya untuk makan sepotong daging steik.
Vani mengangkat kedua bahunya. "Aku ngerasa aneh datang ke sini setelah sekian lama," aku Vani. "Sebenarnya ini restoran steik kesukaan mama, dulu kami sering ke sini berempat tapi semenjak mbak..." Vani berdeham. "Dia nikah dengan Kak Lukas, kami jadi jarang ke sini."
Vani menghembuskan napas kasar. "I miss the old days."
"Kalau kamu kangen rumah, kamu boleh pulang, Van."
Vani menggeleng. "Aku ngerasa aneh kalau pulang ke rumah mama."
Lukas menaikkan sebelah alisnya.
"Sekarang rumah udah nggak sama suasananya seperti dulu. Bener kata orang-orang, once kita nikah, rumah yang dulu biasa kita tempatin akan terasa asing, dan sekarang aku ngerasain hal yang sama."
Lukas mengulum bagian bawah bibirnya menahan senyuman. "Berarti sekarang kamu udah mau terima status nih ceritanya?"
"Kak Lukas ngeledek?" Vani memutar bola matanya.
Lukas menatap Vani lekat tanpa kedip. Hati pria itu kian menghangat apalagi Vani kini lebih terbuka dan mudah berkomunikasi dengannya dibanding sebelumnya.
Vani berdeham. "Ada yang salah sama cara aku ngomong ya? Kak Lukas ngeliatin terus?"
"Kata Victor Hugo, saat seorang wanita berbicara denganmu, dengarkan apa yang dia katakan dengan matanya."
"Hah?" Mulut Vani terbuka lebar mendengar ucapan Lukas tak lama pundak gadis itu bergetar hebat karena tawa.
"Kenapa ketawa?"
"Maaf-maaf, aku heran aja. Dan baru tau kalau Kak Lukas suka baca sastra."
"Kenapa sih? Nggak ada yang salah, 'kan?"
"Enggak." Vani menggeleng-gelengkan kepalanya. "Maaf, aku jadi belum sempat tanya, gimana pembukaan kantor cabang barunya? Lancar, 'kan?"
"Lancar, coba kamu bisa ikut kemaren, 'kan bisa aku kenalin ke pak gubernur."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Substitute [END]
Romance(Reading list cerita pilihan bulan Mei 2022 WattpadRomanceId) 18+ only Hidup berubah 180 derajat ketika kedua orang tua Vanilla Almira memintanya menjadi ibu sambung bagi keponakannya--Kana, yang usianya baru tiga setengah tahun ketika ditinggal ib...