E m p a t p u l u h e m p a t

26.4K 1.9K 71
                                    

Dua hal yang bikin aku semangat nulis, vote dan komen kalian.

___________________________________

"Van..."

Suara ketika namanya dipanggil membuat Vani menggeliat dalam tidurnya. Dia merasakan seseorang mencium punggungnya yang tak tertutup kain, membuatnya tersadar dari mimpi yang cukup panjang meskipun matanya masih menutup rapat.

"Bangun, Van. Udah jam setengah lima, mandi dulu." 

Satu kecupan mendarat di kening Vani. Dia bisa menghidu aroma mint dan kayu cendana berada di dekatnya. Vani kenal aroma ini, siapa lagi pemiliknya kalau bukan Lukas, pria yang saat ini menjadi suaminya dan semalam berhasil mengoyak tubuhnya nyaris terbelah dua.

Senyuman tersungging di wajah pualam Vani ketika ingatannya dengan kurang ajar memutarkan adegan dewasa dengan pria itu, membuat pipinya memanas seketika.

"Bangun, Sayang," panggil Lukas sekali lagi. "Nanti keburu habis waktu subuhnya."

Vani membuka matanya secara tiba-tiba.

Sejak kapan kak Lukas manggil aku sayang?

Pertanyaan itu berputar di dalam otaknya yang masih bersusah payah mengumpulkan energi untuk berpikir.

"Van..." panggil Lukas sekali lagi.

"Lima menit." Suara Vani keluar seperti cicitan.

Lukas terkikik geli, ia beranjak dari atas kasur menuju meja kerja lalu membuka laptopnya. Melihat itu Vani memanyunkan bibirnya lalu mengeluh pelan, "Masih subuh padahal, tapi udah mulai kerja aja, katanya cuti? Apanya?"

Vani mengintip ke balik selimut yang membungkus badannya. Ia berdecak, melihat di balik selimut tebal itu tak ada lapisan apapun yang menempel di atas tubuhnya. Matanya mencari, dan di atas sofa yang menjadi saksi bisu awal dari semuanya-lah, piyama berbahan satin silk itu teronggok sia-sia karena pria itu melemparnya ke sana.

Terlalu malas untuk mengambil piyama dan pakaian dalamnya yang masih tercecer di lantai, ia menarik selimut untuk membungkus tubuhnya. Lukas melihat dari pantulan kaca kalau Vani sedang bersusah payah berdiri dengan selimut tebal menutupi tubuhnya itu.

Satu alisnya terangkat ketika menoleh. "Ngapain kamu begitu?"

"Mau ke kamar mandi," jawab Vani santai.

"Ngapain pakai selimut?"

"Bajunya kejauhan, aku malu kalau nggak ditutup."

Lukas terkekeh. "Kan, udah saya lihat semuanya semalam, ngapain malu?"

Pipi Vani merona. "Ih... jangan gitu ngomongnya," protes Vani.

"Tunggu di situ, saya ambilin jubah mandi." Lukas beranjak dari kursi kerja, ke walk-in closet di samping kamar mandi untuk mengambil jubah mandi yang baru dan masih tergantung rapi di tempatnya. "Pakai ini," perintahnya sembari menyerahkan jubah mandi.

"Jangan liat, menghadap ke sana," pinta Vani yang langsung dituruti Lukas.

"Iya."

Namun Vani tidak tahu kalau pantulan tubuhnya bisa Lukas lihat dari refleksi kaca pada pintu. Membuat Lukas mengulum bibirnya menahan senyuman.

Di bawah pancuran air hangat, ingatan laknat itu berkelebat. Kini Vani tak bisa membedakan apa penyebab pipinya menjadi panas, apakah air yang membasuh setiap inchi kulitnya atau ingatan semalam. Vani rasanya ingin berteriak saking malunya.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang