D u a p u l u h d u a

28.6K 2K 30
                                        

Banyak tanya di dalam benak Vani yang membuat semuanya seakan tak masuk akal. Memang benar kalau Fela kakaknya itu sangat menyebalkan sesuai pengakuan para pekerja di rumah itu. Namun kepadanya, kakaknya itu adalah sosok yang baik dan selalu ada untuk Vani, Fela merupakan tempat curhat dan berkeluh kesah bagi Vani.

Vani menyadari, setelah menikah memang Fela mengalami perubahan sikap. Vani merasa ada sesuatu yang membuat kakaknya berubah, dan Vani ingin tahu.

Wulan menghela napas dalam, pandangan wajahnya lurus ke depan seperti menerawang ke dalam ingatannya.

"Ceritain semuanya jangan ada yang dikurang-kurangi," pinta Vani.

"Saya ini bekerja di sini baru setelah ada non Kana, Non," terang Wulan. "Mungkin lebih tepat kalau Non Vani, tanya ke pak Uus atau bi Isah tentang bu Fela dan pak Lukas." Wulan melanjutkan, "saya cuma bisa bilang kalau sejak saya kerja di sini, saya nggak pernah liat bu Fela atau pak Lukas ngobrol, bahkan kayaknya nyapa juga enggak."

Vani mengerutkan keningnya. "Mereka nggak saling sapa?"

"Ya, ada sih sesekali tapi formal banget, nggak kayak suami istri. Maaf ya, Non. Tapi 'kan Non Vani suka nginep di sini dulu, ya menurut saya mestinya Non Vani nyadar kalau bu Fela sama pak Lukas nggak akur."

Vani mengangguk. "Saya lebih sering nginep di sini kalau kak Lukas-nya nggak di rumah, Mbak. Jadi saya nggak terlalu tau, seperti apa mereka dulu."

Yang Vani bisa ingat dengan jelas kala itu, betapa dinginnya sikap Lukas padanya. Senyum seadanya, wajah tak ramah yang sangat jauh berbeda dengan sekarang. Dulu Vani mengira kalau, baik Fela maupun Lukas bersikap seperti itu karena keduanya tak terima pernikahan mereka yang dijodohkan itu, mungkin mereka telah berusaha untuk menjadi versi terbaik mereka dalam berumah tangga, tapi akhirnya tidak berhasil.

Vani beranggapan, karena Lukas pernah gagal, kali ini dia tak ingin gagal untuk kedua kalinya sehingga Lukas berusaha memperbaiki dengan bersikap baik pada Vani.

"Saya nggak terlalu akrab sama dia," lanjut Vani sambil menunjuk ke arah Lukas dengan dagunya. "Dulu sebelum Kana lahir, setiap ada acara keluarga mbak Fela selalu datang sendiri. Mbak Wulan tau sendiri 'kan, setiap datang ke acara keluarga hanya bertiga, mbak Fela, Kana, Mbak Wulan, kak Lukas nggak pernah ikut."

Wulan menyetujui ucapan Vani dengan anggukan. "Tapi Non," bisik Wulan. "Saya pernah denger dari bi Isah, bu Fela itu sebenernya baik. Cuma nggak tau kenapa bisa berubah jadi..." Wulan berdeham lalu berkata, "galak."

Benar dugaan Vani, pasti ada sesuatu, tapi apa?

Dia menoleh lagi, melihat dari celah betapa senangnya Kana berinteraksi dengan ayahnya itu.

Apa dia yang membuat mbak Fela berubah? Benak Vani.

"Terima kasih ya Mbak Wulan, nanti kita ngobrol lagi," tutup Vani lalu beranjak dari sana.

Vani memilih menghampiri Lukas dan Kana, membuat atensi Lukas beralih ketika Vani berdiri di dekatnya, juga Kana yang ikut mendongak menatap Vani sambil tertawa riang dan berkata, "Aunty!" dengan begitu semangat.

Hati Vani menghangat melihat senyum gadis kecil itu, juga ada perasaan aneh ketika melihat senyum pria dewasa di depannya yang menatap penuh damba pada sang gadis kecil lalu beralih menatap Vani.

Vani mencebik. "Tumben senyum-senyum," ejeknya.

Lukas merengut, senyum di wajahnya ikut pudar. "Kamu lebih seneng liat saya nggak senyum ke kamu?"

"Iya, terasa lebih normal," cetus Vani.

Lukas menggaruk bagian belakang kepalanya, dia bingung apa yang membuat Vani begitu jengkel padanya.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang