Vani baru akan masuk ke dalam rumah ketika didengarnya suara Kana menangis begitu kencang sampai rasanya bisa terdengar hingga rumah tetangga.
"Lho, anak mama Vani kok nangis?"
Suara Vani yang baru tiba terdengar oleh si gadis kecil yang kini merengek minta digendong oleh Vani.
Sedikit berteriak, karena sepertinya Kana kesal. "Mau AC!"
"Mau AC?" tanya Vani. "AC-nya kenapa? Kan tinggal dinyalain."
Kana kini sudah ada di dalam gendongan Vani. Dengan lembut perempuan muda itu mengusap halus punggung Kana sembari menenangkannya.
"Mobil...mobil..." Kana menunjuk-nunjuk ke arah mobil yang terparkir di garasi rumah mereka.
"Kana mau naik mobil? Mau ke mana?" tanya Vani dengan sabar.
"Nyalain AC-nya," pinta si balita sambil tak hentinya menangis meraung-raung.
Walah, tantrumnya kumat. Benak Vani.
Vani melirik ke arah Wulan yang terlihat bingung karena tidak tahu solusi apa lagi yang harus ia lakukan untuk mendiamkan anak majikannya itu.
"AC rusak apa bagaimana sih, Mbak?" tanya Vani.
"Anu, Non. Mati lampu, sudah dua jam belum nyala," terang Wulan. "Non Kana tadi tidur sebentar, terus bangun kepanasan terus nangis nggak berhenti."
"Mati lampu? Kok bisa? Coba-coba saya cek grup WA komplek."
Vani menggeser layar ponselnya tak ada berita apapun tentang mati lampu dari grup Whatsapp yang berisi penghuni komplek yang biasanya selalu ramai untuk saling berbagi informasi, mulai dari harga sembako promo di supermarket, informasi listrik padam, pemeliharaan air PAM, hingga kucing atau iguana peliharaan hilang.
"Nggak ada yang ribut soal mati listrik?" papar Vani. "Udah cek kuotanya? Jangan-jangan habis."
Wulan tergelak, sedikit sadar satu hal yang belum ia maupun Isah lakukan semenjak menyatakan listrik mati.
"Belum, Non," akunya.
"Coba cek dulu, Mbak."
Bergegas, Wulan menuju luar rumah. Membuka penutup kotak beton yang ada di samping garasi yang berisi bargainser atau alat untuk memasukkan token listrik untuk pengisian ulang. Tak lama ia pun kembali, memberikan senyuman tak enak hati pada Vani.
"Iya, Non. Habis ternyata pulsa tokennya."
"Tuh kan, ya udah saya isi ulang dulu, kapan-kapan diliat ya Mbak, kalau habis bilang, nanti saya isiin."
"Iya Non, maaf."
Vani menghela napas dalam sambil tangannya sibuk melakukan transaksi melalui mobile banking.
"Tangerang panas ya Non," keluh Wulan. "Dulu waktu di rumah yang lama, misalnya nggak pakai AC pun non Kana nggak nangis kayak gini."
"Ya pasti ada plus minus, Mbak. Rumah yang lama 'kan jauh dari Jakarta, mana kompleknya sepi, Kana nggak punya temen. Di sini jalan ke ujung jalan aja rame anak-anak main, Kana lebih banyak temen di sini, sekolah juga deket, rumahnya juga lebih luas, kamarnya lebih banyak. Jalan ke depan sedikit ada danau, ke mal deket, rumah sakit deket." Vani menatap pengasuh Kana dengan senyuman. "Mesti adaptasi, lama-lama juga biasa."
"Iya, Non," sahut Wulan. "Tadinya mau saya pasangin kipas angin, tapi inget pesennya Non Vani sama bapak."
"Iya jangan, Kana alergi debu, nanti batuk-batuk kalau pakai kipas angin." Vani mengirimkan kode token kepada Wulan. "Mbak Wulan liat hp-nya ya, tadi saya kirim kodenya ke sana. Tolong diisi ya Mbak," pinta Vani.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Substitute [END]
Romance(Reading list cerita pilihan bulan Mei 2022 WattpadRomanceId) 18+ only Hidup berubah 180 derajat ketika kedua orang tua Vanilla Almira memintanya menjadi ibu sambung bagi keponakannya--Kana, yang usianya baru tiga setengah tahun ketika ditinggal ib...
![The Substitute [END]](https://img.wattpad.com/cover/250253319-64-k965222.jpg)