L i m a p u l u h s a t u

23.7K 1.7K 26
                                        

Setelah Lukas bungkam tak ingin menjawab pertanyaan Vani di dalam mobil mengenai siapa orang yang berhasil membuatnya jatuh cinta jauh sebelum pernikahan pria itu dengan Fela, maka Vani memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Vani beranggapan, dalam brankas yang disebut-sebut oleh Fela itu ada jawaban atas pertanyaan Vani. Masalahnya, suaminya itu jarang sekali meninggalkan kamarnya kecuali untuk makan atau bermain dengan Kana sesekali, bahkan Lukas tidak datang ke kamar Vani untuk tidur di sana menjelang malam.

Vani menerka-nerka, Pria itu seperti menghindari dirinya, tapi buat apa menghindar?

Sudah beberapa hari sejak kejadian di Senopati, Lukas memilih untuk bekerja dari rumah. Entah apa yang ada di benak pria itu, bahkan Vani jadi tidak leluasa untuk pergi ke luar rumah karena sepertinya Lukas khawatir Vani akan bertemu lagi dengan Fela.

"Jangankan mau pergi ke luar rumah, masuk kamarnya aja nggak bisa, dijagain dua puluh empat jam, macem ada harta karun." Vani bergumam pelan sembari berjalan mondar-mondir di kamarnya.

Ketukan dari arah pintu kamar Vani begitu nyaring didengar.

"Non, ini bi Isah." Suara asisten rumah tangga itu terdengar dari baliknya. "Nganter baju yang udah disetrika nih, Non."

"Masuk aja, Bi."

"Misi ya, Non," ijinnya lalu menaruh tumpukan baju ke atas kasur.

Vani melirik ke beberapa kemeja lengan panjang yang digantung di handle pintu kamarnya.

"Baju-bajunya kak Lukas biasanya siapa yang rapihin, Bi? Kan bajunya diurut sesuai warna sama diatur sesuai jenis pakaian di walking closet-nya."

"Dulu sih bu Fela, Non. Tapi semenjak bu Fela pergi, bapak yang rapihin dan atur sendiri di lemarinya. Pernah bibi yang taruh malah diomelin karena katanya nggak sesuai urutannya. Lha, bibi mah bingung yang begitu-begitu."

Vani terkikik geli.

"Jadinya sekarang, bibi taruh aja baju yang dilipet di atas kasur, kalau yang digantung biasanya bibi gantung aja dikumpulin jadi satu tempat, nanti bapak yang pindahin sendiri."

"Hmm.., tadi Bi Isah belum ke kamarnya kak Lukas?"

"Belum, Non. Habisnya 'kan bapak nggak suka kalau kita masuk kamarnya pas lagi ada dia di dalem."

"Ya udah, gantungin di lemari saya aja Bi, kemejanya. Nanti saya yang anter."

"Yakin, Non? Nanti diomelin, lho."

Menggelengkan kepalanya sambil tersenyum Vani menjawab, "Kalau saya diomelin, nanti saya omelin balik."

"Ya udah, bibi gantung sini ya, Non?" tanya Isah sembari menggantung beberapa buah kemeja Lukas di pintu lemari Vani. "Bibi permisi ya, Non."

"Makasih, Bi," ucap Vani sebelum asisten rumah tangganya itu menutup pintu kamarnya.

Vani memutar otaknya, dia sungguh ingin masuk ke dalam kamar Lukas untuk membuka brankas, tapi tentunya tanpa ketahuan pria itu.

"Bagaimana caranya bikin kak Lukas pergi ke luar rumah hari ini?" Vani merebahkan tubuhnya di atas kasur, matanya menerawang melihat langit-langit kamarnya. "Kosong tujuh, kosong enam, satu empat. Itu angka apa sih?"

Vani memekik tertahan sambil menutup bibirnya. "Jangan-jangan tanggal jadiannya kak Lukas sama cewek itu? Dia 'kan katanya pernah suka sama perempuan lain sebelum nikah sama mbak Fela, sementara kak Lukas sama mbak Fela nikah di awal Desember tahun dua ribu empat belas."

Vani mengubah posisinya menjadi duduk karena bersemangat berhasil menemukan suatu perkiraan yang belum tentu benar adanya. Tiba-tiba wajahnya berubah murung.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang