T i g a p u l u h d u a

23K 1.8K 34
                                    

⚠️
Penggunaan kata-kata kasar, kekerasan dan/atau self harm

"Karena saya sayang sama kamu, itu jawabannya."

Vani menepis tangan Lukas pada wajahnya. "Maaf, sayangnya aku nggak punya perasaan yang sama seperti yang Kak Lukas rasain sekarang."

Vani berlalu pergi, dan Lukas memilih tak mengejarnya karena ia tahu kalau Vani butuh waktu untuk sendiri. Lukas mengambil ponselnya, menekan lambang gagang telepon setelah nama yang ingin dihubunginya muncul di layar.

"Halo, Pak, kalau Vani minta diantar sama Pak Uus tolong antar ya, tapi jangan dibiarin sendirian, pastiin Vani kembali ke hotel lagi dengan selamat."

"Baik, Pak," sahut suara di seberang.

Lukas mematikan ponselnya.

Dia menghela napas berat. "Ternyata sakit juga denger kamu ngomong begitu tadi, Van," gumamnya.

Lalu Lukas memilih kembali ke tempat acara keluarganya berlangsung, dia tak ingin orang-orang menanyainya macam-macam.

Di koridor Lukas berpapasan dengan Jun, tapi ia tak menghiraukan laki-laki beralis tebal itu. Justru Jun-lah yang menghadangnya, membuat langkah Lukas terhenti karena laki-laki itu menanyakan keberadaan Vani padanya.

"Buat apa tanya-tanya Vani, kalian udah putus 'kan? Sana kembali ke restoran!" anjur Lukas "Jangan sampai keluargamu merasa malu karena acaranya diundur hanya karena kamu masih mengejar-ngejar mantan pacarnya," ejek Lukas.

"Bangsat! Jaga omongan lo ya?" Jun sudah menarik kerah baju Lukas, tinjunya sudah terkepal siap memukul pria itu.

"Pukul aja! Kenapa ditahan? Untung ya, Vani udah putus dari laki-laki macem kamu, tukang mukul, kasar!" tuding Lukas. "Semoga Alya nggak kena sasaran kekasaran kamu nanti."

"Berengsek!" hardiknya.

Kali ini Jun terpaksa melepas cengkeramannya pada kerah baju Lukas ketika melihat petugas keamanan hotel berjalan ke arah mereka.

Lukas memamerkan seringai sembari merapikan kemeja batik yang ia kenakan, lalu dengan tak acuh meninggalkan Jun di koridor seorang diri. Dia bisa mendengar geraman marah Jun di belakangnya, tapi Lukas tak ingin peduli, lagi pula untuk apa peduli pada laki-laki itu?

Notifikasi pesan masuk pada ponsel Lukas begitu nyaring. Pesan itu berasal dari Uus yang mengatakan Vani sudah bersamanya saat ini dan minta diantar ke sebuah kafe di kawasan Dago.

Yang terpenting bagi Lukas adalah keselamatan Vani, dan pesan masuk dari supir pribadinya itu setidaknya berhasil membuat kegusaran Lukas sedikit berkurang.

<The Substitute>

Jam di pergelangan tangan Lukas menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit ketika pria itu meliriknya. Entah sudah berapa kali ia melirik ke benda berkilau bermerek Audemars Piguet itu, dan Vani tak juga kembali ke hotel padahal Uus, supirnya telah berada di sana sejak satu jam yang lalu.

"Saya 'kan udah bilang sama Pak Uus, jangan dibiarin sendirian Vani-nya!" Lukas geram.

"Maaf, Pak. Tadi habis saya antar ke kafe non Vani minta tunggu tapi sampai sore nggak keluar-keluar akhirnya saya susul ke dalam udah nggak ada. Maaf ya Pak, saya tau saya lalai."

"Ya udah-ya udah." Lukas mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Kita cari aja Vani-nya."

"Cari ke mana, Pak?" tanya Uus.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang