T i g a

41.3K 3.2K 68
                                    

"Jun..," lirih suara Vani ketika dilihatnya laki-laki itu sedang duduk sendiri di sudut perpustakaan, tempat mereka biasa bertemu selepas mata kuliah.

Dengan mata lelahnya, Jun menatap gadis yang dicintainya itu dan memberikan senyuman yang selalu tulus di wajahnya.

"Nugas?" tanya Vani.

"Enggak, aku lagi bikin catatan untuk skripsi, dari pada foto kopi bukunya sayang uangnya, mendingan langsung aku ketik sekalian, lagi pula nggak banyak yang mesti aku kutip."

"Kita udah pernah bahas ini berkali-kali, kamu boleh lho pinjam uang aku, untuk keperluan skripsi kamu, Jun."

"Dan kita juga udah sering bahas ini, Van. Aku nggak mau pakai uang kamu," sanggah Jun. "Aku bisa sendiri, uang beasiswa aku aja masih cukup nggak hanya untuk bayar uang kuliah, tapi juga ngebiayain hidup aku sehari-hari selama kuliah. Belum lagi gaji kerja paruh waktu aku."

Jun Raka Argaditya, mahasiswa semester akhir jurusan musik di kampus yang sama tempat Vani berkuliah. Jun—sapaan akrab pemuda itu, adalah laki-laki mandiri yang telah menjadi kekasih Vani selama empat tahun terakhir. Dia pemuda cerdas penerima beasiswa mahasiswa berbakat dan namanya selalu ada di daftar teratas mahasiswa dengan nilai terbaik.

Jun adalah anak bungsu dari seorang pengusaha otomotif paling sukses di Surabaya, tetapi semenjak masuk tahun kedua kuliah, dia memutuskan untuk tak lagi menerima fasilitas dari ayahnya sebagai bentuk protes karena sang ayah memutuskan untuk menikah lagi dengan gadis muda pengincar papa gula—sugar daddy, yang bahkan nyaris seusia dengan dirinya. Satu-satunya barang mewah yang dipakai oleh Jun saat ini hanyalah motor sport merah yang selalu menemaninya ke mana pun. Karena itu satu-satunya barang kenang-kenangan yang dibelikan oleh mendiang ibunya kepadanya.

Semenjak dia tak lagi mau menerima fasilitas dari ayahnya, untuk membiayai hidupnya, Jun bergantung dari uang beasiswa dan uang gaji dari kerja paruh waktu yang dilakukannya di restoran pizza yang letaknya tak begitu jauh dari kosan tempat dia tinggal saat ini.

"Kamu nggak malu kan, punya pacar pelayan restoran pizza?" tanya Jun saat itu ke Vani waktu pertama kali dia memberi tahu kalau baru saja diterima bekerja di restoran franchise itu.

Gadis itu menggeleng. "Aku justru bangga sama kamu, kamu mandiri, pekerja keras dan masih bisa berprestasi lagi."

"Pacarnya siapa dulu dong?"

"Aku!" seru Vani, yang dibalas dengan kecupan oleh Jun persis di dahi gadis itu.

"Aku jadi nggak sabar mau kenalin kamu ke nenek," ungkap Jun.

"Nenek kamu yang kamu cerita punya ladang semangka?" tanya Vani.

"Iya, kamu mau kan?" tanya Jun.

"Mau!" Vani berseru senang.

Rencana mereka itu belum pernah terlaksana, hingga sekarang. Meskipun demikian, Vani masih berharap jika suatu saat dia bisa pergi dengan Jun mewujudkan rencana mereka, pergi ke tempat tinggal nenek pemuda itu bahkan jika perlu sekalian saja pergi ke tempat yang jauh dan meninggalkan semua kekacauan ini.

"Sayang, kamu mikirin apa?" tanya Jun.

Vani mengeluarkan senyumnya. "Aku baru aja teringat sama rencana kita dua tahun lalu, kamu masih ingat nggak? Saat itu kamu mau ajak aku ke rumah nenek kamu."

Jun menatap ke langit-langit sekilas, mencoba mengingat ucapan Vani baru saja. Sudut bibirnya tertarik kemudian berkata, "Aku ingat."

"Jun..." lirih Vani.

Membuat pemuda itu mau tak mau menatap tajam mata Vani.

"Aku harus keluar dari lingkaran setan ini," ungkap Vani tiba-tiba. "Aku belum tau bagaimana caranya, tapi aku harus keluar dari ikatan pernikahan ini."

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang