D u a p u l u h e n a m

25.4K 1.9K 41
                                    

"Aunty." Kana merengek di dalam pelukan Vani, tangisnya perlahan-lahan berhenti meninggalkan sisa rengekan-rengekan kecil dari bibir mungilnya.

"Iya, Kana badannya nggak enak, aunty tau. Sabar ya?" ucap Vani sembari mengusap pungung Kana menenangkan.

Vani menempelkan pipinya ke kepala Kana, panas yang berasal dari tubuh gadis kecil itu dapat Vani rasakan di wajahnya.

"Non, nggak takut ketularan?" tanya Wulan yang duduk di sebelahnya.

Vani menggeleng.

"Vani udah pernah kena campak, Mbak Wulan," sela Ranty mendengar pertanyaan Wulan. "Anak-anak saya udah pernah campak semua."

"Iya, Bu." Wulan mengangguk.

Lukas bergabung dengan mereka tak berapa lama, di tangannya ada kantung kertas yang Vani tahu berisi obat untuk Kana. Matanya bertemu pandang dengan mata Vani sebelum berbicara.

"Obatnya udah selesai, langsung pulang aja, pak Uus udah ada di parkiran," katanya.

Lukas menyerahkan obat yang baru diambilnya dari bagian farmasi rumah sakit ke tangan Wulan.

"Kamu balik ke kantor atau ikut pulang, Kas?" tanya Ranty.

"Saya balik ke kantor, Ma."

"Oh, yo wis." Ranty menoleh ke arah Vani. "Kalau gitu mama tinggal pulang nggak apa-apa ya, Nak?"

Vani mengangguk. "Nggak apa-apa, tapi supirnya panggil dulu suruh ke lobi, Ma," anjur Vani.

"Iya, udah mama suruh ke lobi." Ranty berdiri dari tempat duduknya, Vani dan Lukas mencium punggung tangan Ranty sebelum wanita paruh baya itu beranjak.

"Saya antar, Ma." Lukas menawarkan diri.

"Nggak usah, kamu di sini aja temenin Kana dan Vani. Mama pulang ya?"

"Iya, Ma, hati-hati!" jawab Vani dan Lukas nyaris berbarengan.

"Wulan, tolong jaga Kana." Ranty berpesan.

"Baik, Bu Ranty."

"Kasian, mama sampai harus jauh-jauh ke sini," gumam Vani pelan sambil menatap punggung ibunya yang berjalan menjauh hingga tak terlihat dari pandangan.

"Saya sudah ijin ke gurunya Kana kalau Kana sakit." Suara Lukas membuat Vani menoleh. "Dia bilang, ada empat muridnya yang sakit yang sama seperti Kana. Kemungkinan Kana ketularan dari sekolah."

Vani mengangguk.

Lukas mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang. Dari apa yang dibicarakan, Vani mengira di seberang sambungan telepon Lukas adalah pak Uus, karena Vani bisa mendengar pria itu meminta sang supir segera ke lobi rumah sakit.

"Saya tinggal ya," pamit Lukas yang dibalas anggukan oleh Vani. "Kana, ayah ke kantor dulu ya, nanti ayah pulangnya cepet deh."

"Mau ikut ayah," rengek Kana.

"Jangan, ayahnya 'kan kerja, Kana sama aunty aja ya?" bujuk Vani.

Kana menggeleng.

"Kok nggak mau?" tanya Vani.

Lalu Kana mulai menangis.

Vani menghela napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Udah, Kana nggak usah nangis ya, 'kan ada aunty di sini..." Vani menoleh ke arah Lukas seraya berkata, "Kak Lukas berangkat aja, Kana nggak apa-apa, biar aku yang jaga."

"Makasih," ucap Lukas lalu mengecup kepala Kana sebelum pergi.

Saat Lukas dengan sengaja mencoba mengecup kening Vani, wajah Lukas ditahan oleh gadis itu menggunakan telapak tangannya. "Jangan macem-macem!" ancam Vani.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang