T u j u h b e l a s

30.1K 2.3K 25
                                        

Dua minggu telah lewat, Vani tak juga mendapat kabar dari Jun. Jun menghilang seperti layang-layang putus dan terbang jauh terbawa angin. Jun tak pernah memosting apapun di akun media sosialnya, satu-satunya foto yang ada di akun Instagramnya hanyalah foto lamanya bersama almarhum ibunya. Hal itu yang membuat satu-satunya jalur komunikasi antara Jun dan Vani hanya melalui pesan Whatsapp atau telepon.

"Telepon jangan?" tanyanya pada dua ekor kelinci milik Kana yang ada di dalam kandang halaman belakang rumah Lukas.

Vani pasti sudah tak sehat pikirannya jika merasa harus meminta saran dari hewan peliharaan. Nyatanya, memang dia tak punya banyak teman untuk membagi keluh kesahnya, kecuali kepada sepupunya yang bernama Mala yang saat ini tak lagi tinggal di Jakarta karena telah mendapat perkerjaan di luar kota.

Vani akhirnya memutuskan untuk menelepon Jun setelah puluhan pesan teks yang dia kirimkan tak satu pun dibalas oleh cowok itu. Hingga dering keempat, kelima, panggilan telepon Vani tak diangkat olehnya.

Hati Vani mencelos, tidak tahu mengapa dia merasa ada yang janggal, dalam pemikirannya sesuatu pasti terjadi di sana. Namun sayangnya, tak ada siapa pun yang bisa Vani tanya, bahkan kak Astrid. Bukannya tidak bisa tapi Vani segan bertanya pada kakak sulung Jun itu.

"Hai rabbit." Suara mungil seorang gadis kecil memecah atensinya.

Kana ikut bergabung dengannya, berjongkok di hadapan kandang kelinci. Tangan kecilnya mencoba menggapai hewan berbulu itu tapi tak sampai.

"Kana mau pegang?" tanya Vani.

Hanya dibalas anggukan oleh gadis kecil itu.

"Oke, tapi habis itu Kana cuci tangan ya?"

"Iya, Aunty," jawabnya sambil mengangguk.

Vani mengeluarkan kedua kelinci dari dalam kandang. Membiarkan keponakannya itu bermain dan mengejar-ngejar kelinci di halaman berumput.

"Kana, hati-hati ya. Jalan aja Kana, nggak usah lari." Vani berulang kali memberikan peringatan pada bocah itu.

Tawa riang gadis kecil itu sangat menghibur Vani, membuatnya lupa kalau ada kegundahan di dalam hatinya saat ini. Atensinya tak dia lepaskan dari bocah kecil itu, pandangan matanya mengikuti ke mana pun kaki Kana melangkah.

Senyum Kana kian merekah, ia melambaikan-lambaikan tangannya. Awalnya, Vani kira keponakan kecilnya itu melambaikan tangan padanya sampai Kana berseru riang dan memanggil, "Ayah!"

Vani terkejut, refleks dia menoleh dan benar saja Lukas ada di sana masih mengenakan kemeja kerja yang bagian lengannya digulung sebatas siku, dan dasi yang sudah dilonggarkan sedikit dari lehernya.

"Ayah!" teriak Kana lagi begitu senang lalu berlari menghampiri ayahnya.

Bagaimana tidak senang melihat ayahnya yang biasanya selalu pulang larut itu, sekarang sudah tiba di rumah pada saat matahari belum terbenam. Vani memandang layar ponselnya, dia melihat angka lima dan lima belas di atasnya.

"Tumben," gumamnya.

Lukas tak acuh terhadap Vani yang duduk di sana, dia dan Kana masuk ke dalam rumah tanpa ada keinginan untuk menegur Vani.

"Cih, apa-apaan?" gerutunya.

Tak ambil pusing Vani pun ikut tak peduli, kini dia memandang lagi layar ponsel yang tiba-tiba saja menampilkan nama seseorang yang sudah lama ditunggu untuk menghubunginya.

Senyum Vani mengembang melihat nama Jun tertera di atasnya. "Akhirnya," gumamnya lega.

Dia segera menerima panggilan telepon dari Jun, sedikit berlari ke dalam rumah untuk menuju kamarnya di lantai atas, dan memberi kode kepada bi Isah yang dijumpainya di dekat dapur untuk memasukkan kelinci ke dalam kandang.

The Substitute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang