68

22K 988 67
                                    

Hari sudah melewati puncaknya. Shafa termenung di depan meja kaca riasnya. Menatap nanar wajahnya yang memantul di depan sana. Rautnya jauh dari kata bahagia. Hatinya telah dibawa pergi oleh seseorang yang hingga kini tidak diketahui di mana rimbanya. Pun demikian halnya dengan mertua yang dia cintai, tidak tahu bagaimana keadaannya.

Shafa berharap Muthia datang menemuinya dan mendekap hangat tubuh mungilnya. Sungguh dia sangat merindukan mertuanya itu. Namun, dirinya sadar tuduhan selingkuh dari Rangga pastilah menyisakan luka mendalam pada Muthia. Hingga donatur tetap itu hanya akan mengirimkan bantuannya lewat aplikasi mobile banking. Tidak pernah lagi datang mengunjungi panti.

Beberapa kali Shafa melewati rumah mertuanya hanya untuk melihat wajah anggun itu. Siapa tahu dia beruntung dapat melihat wajah wanita yang sangat dia sayangi. Namun, dia tidak pernah menuai hasil. Yang terlihat hanyalah pagar tinggi dengan halaman lengang.

Rumah mertuanya itu seolah bagai tidak berpenghuni. Kemanakah mereka? Tidak bisakah saat ini mereka saling melupakan apa yang pernah terjadi dan merajut kembali hubungan atas dasar persahabatan. Bagi Shafa tidak apa dia tidak menjadi bagian dari keluarga Deddy Hartawan lagi. Akan tetapi, setidaknya mereka bisa berhubungan baik sebagai sesama manusia.

Shafa mendesah berat. Sesuatu yang mengganjal mencekat kerongkongannya. Sulit rasanya bernapas. Semalam tidurnya tidak nyenyak.

Sore kemarin George meneleponnya. Mengatakan padanya bahwa pria bule itu akan menagih janji mereka dua bulan yang lalu. Sebelum keberangkatan George ke Frankfurt, Jerman.

Hari yang ditakutkan Shafa akhirnya tiba. Kesalahannya pada George menjadi bumerang baginya hari ini. Saat itu George mengatakan dia akan meminta ganti permintaan maafnya dengan hal lainnya. Bukan Shafa tidak tahu dan tidak paham mengenai hal itu.

George memanfaatkan kesalahannya untuk meminta hatinya. Shafa memang punya hak menolak hal tersebut. Namun, rasa bersalah yang besar yang dimiliki Shafa sudah cukup jadi alasan baginya untuk mengabulkan keinginan George.

Namun apakah dia bisa menerima George sementara hatinya ada pada Rangga? Meski kini pria itu tidak dikethui lagi keberadaannya. Mungkinkah jika dia menerima George, dia akan merasakan apa yang dirasakan Rangga? Mencintai orang yang tidak bisa bersamanya? Menikahi orang yang tidak dia cintai?

Getar ponsel di atas meja rias kecil di kamar Shafa membuyarkan lamunannya. Sejurus kemudian Shafa menerima panggilan itu.

"Hallo?" sapa Shafa di ujung telepon.

"Hai darl ...," jawab George dari seberang sana.

"Hai, George ...." jawab Shafa.

"Aku sudah landing di halim ...."

"Halim? Halim Perdana Kusuma?" tanya Shafa kaget.

"Iya ...."

"Kok bisa? Bukannya di Soekarno Hatta?" tanya Shafa.

"Bukan sayang ..., aku kan naek jet pribadi. Jadi landingnya di halim," jawab George.

"Oh ...," Shafa hanya ber o ria.

"Gimana kamu udah siap?" tanya George.

"Siap? Siap apa?" tanya Shafa.

"Sudah kukatakan malam tadi bukan bahwa aku akan menagih janjimu menukar permintaan maafmu dengan sesuatu yang aku inginkan?" ucap George.

Shafa menarik napasnya dengan berat.

"Iya, aku siap," jawab Shafa lesu.

"Yang semangat dong sayang jawabnya," dari seberang terdengar kekehan dari George.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang