(16) George

20.2K 1.1K 12
                                    

"Diangkat anak oleh ibu. Dan ibu minta dia tinggal di sini." Rangga langsung memotong jawaban Shafa. Gadis itu mengernyitkan dahinya bingung. Jawaban sesungguhnya mengapa dirinya berada di apartemen Rangga adalah karena dia istri Rangga. Bukan dimintai Muthia untuk tinggal bersama Rangga.

Rangga menatap dalam ke bola mata Shafa. Seolah mengingatkan untuk tidak menyela ucapan suaminya itu. Shafa menunduk sebagai isyarat kepatuhan atas intimidasi yang dilayangkan Rangga dengan tatapan netranya itu.

"Rangga bilang, mau cari kerjaan juga? " Tanya George. Shafa lagi lagi mengernyitkan kening. Sungguh membingungkan. Apa mungkin Rangga yang mengatakannya pada George? Tapi apa tujuannya? Mendadak semua pembicaraan ini menjadi misteri bagi Shafa.

                                 ***

Beberapa jam kemudian

Semua sudah berkumpul di meja makan. Makanan di atas meja pun telah tertata apik. Shafa betul betul meyalurkan kesenangan memasaknya. Karena biasanya gadis itu hanya memasak dua macam masakan saja. Karena toh paling yang akan menikmatinya adalah dirinya sendiri. Ditambah beberapa hari yang lalu sebelum pulang ke rumahnya, mertua Shafa telah mengisi penuh kulkas Rangga. Sehingga stock makanan mentah berlimpah mengisi kulkas dengan kapasitas besar itu.

Mendapati tamu Rangga di apartemen mereka tentu saja membuat Shafa senang menjamunya dengan makanan yang dimasaknya sendiri.

George menggosokkan telapak tangannya tanda bersemangat melihat masakan Shafa yang berjejer cantik.

"Woow... Sepertinya enak nih... " George memuji.

Shafa tersenyum. Lalu gadis itu melihat sekilas pada Rangga yang hanya diam saja. Shafa tahu jika Rangga tidak terlalu senang ada di meja makan saat ini. Nampak terbaca dari raut wajahnya.

Rangga hanya jengah saja berlama lama dekat Shafa. Bukankah selama ini dia selalu menghindar, dan sekarang malah duduk bersama di meja makan. Walaupun masakan Shafa menggoda dengan harumnya, tapi Rangga sungguh tak berminat. Dia hanya akan memakan buatan Karina saat mereka berumah tangga kelak. Bukankah baginya Shafa bukan siapa siapa, bukan istrinya. Terkecuali nasi goreng pagi tadi, itu karena dia juga tengah lapar.

Namun tidak mungkin juga rasanya mengusir gadis itu di saat ada George seperti saat ini. Lagipula apa apaan George yang memilih makan malam di apartemennya. Lalu terpikirkan sebuah alasan dalam benak Rangga untuk meninggalkan mereka bertiga.

"Aku belum lapar George. Kalian makan saja ya, aku ke kamar saja dulu." Pamit Rangga.

"Ah elo nggak seru banget," tukas George.

"Biar lo bisa pedekate. Gua ngasih kesempatan ke elo," bisik Rangga pada George. George sontak menoleh pada Rangga yang berdiri di sisinya.
Rangga mengedipkan mata sebelah, dibalas acungan jempol oleh George. Pria yang lahir di London itu terlihat sumringah dengan ide Rangga barusan.

Tatap mata Shafa mengantar kepergian Rangga hingga anak tangga terakhir. Gadis itu menjadi sedikit murung mendapati fakta bahwa lagi lagi Rangga tidak mau memakan masakannya.

"Ini namanya apa? " tanya George yang membuyarkan pikiran Shafa atas Rangga tadi.

"Oh...itu cumi asam pedes. Tapi aku nggak bikin pedes kok, takut ada yang nggak kuat pedes. Dicoba aja," tawar Shafa.

"Nah...yang ini buat Nick. Ikan bakar bumbu. Nih, aku ambilkan buat Nick ya? " ujar Shafa pada Nick yang diangguki oleh anak itu.

Shafa mengambilkan nasi, memisahkan ikan dengan tulangnya, dan menambahkan sayur brokoli tumis untuk Nick. Wajahnya yang imut menyunggingkan senyumnya sesekali pada Nick di sela sela gadis itu mengambilkan makanan untuk Nick. Dan itu semua tak luput dari pandangan George. Hatinya menghangat melihat pemandangan itu.

"Kok bengong? Ayo, cicipi. Tapi nggak tanggung kalo gak enak. Enak gak enak pokoknya telen aja! " tukas Shafa. George tertawa renyah mendengar ancaman Shafa. Wajah imutnya membuat George bertambah gemas. Sejurus kemudian lelaki tampan itu mengambil sendiri nasi dan lauknya. Disusul Shafa kemudian.

"Hmmmm ini uenak." imbuh George dengan mulutnya yang penuh. Shafa jadi geli sendiri melihat ekspresi George dengan mata besarnya dan mulut menggembungnya berbicara seperti anak kecil.

"Syukurlah." imbuh Shafa.

"Aku mau coba yang punya Nick, boleh? " tanya George.

"Kenapa harus nanya dulu. Boleh banget lagi... " Jawab Shafa.

"Bukan begitu...hanya kupikir makanan ini cuma buat Nick. Kulihat dari tadi, cuma ikan yang diberikan pada Nick." Tukas George.

"Oh ya ampun...bukan begitu George, cumi itu rasanya agak pedas, aku takut perut Nick tidak cocok dengan makanan pedas, nah ayam goreng itu, bukan ayam organik, kurang baik untuk Nick. Jadi cuma ikan yang kupilih untuk Nick. Karena makanan untuk anak sepertinya harus terjaga. Kau tahu itu kan? " tanya Shafa.

Sementara Shafa berbicara panjang lebar pada George, lelaki itu kembali terpukau pada gadis yang ada di depannya kini. Dan jangan tanyakan bagaimana kabar jantungnya, bergemuruh tentu saja kala netra keduanya berada dalam satu garis lurus.

"George...ada apa? George... " Shafa melambaikan tangannya dengan jarak dua jengkal saja dari hidung mancung George, Shafa mendapati pria itu tak bersuara dengan mata terus terbuka setelah penjelasannya barusan. Shafa tentu heran. Sesaat setelah lambaian Shafa terhenti, barulah netra pria itu mengerjap.

"Eh...oh...ada apa? " George masih khusyuk mendengar detak jantungnya seperti habis berlari.

"Harusnya aku yang tanya. Ada apa denganmu? " tanya Shafa.

"Aku..aku..kenapa denganku? " tanyanya bingung.

Mendapati raut George yang kebingungan seperti anak kecil, sontak membuat Shafa geli. Gadis itu pun tertawa sambil menutup mulutnya agar tawa kencangnya tersamarkan.

George yang melihat Shafa seperti itu garuk garuk kepala sambil menyengir. Sungguh dirinya tidak tau apa yang membuat Shafa tertawa.

Setelah tawa Shafa mereda, gadis itu pun berkata, "Sudahlah...ayo kita lanjutkan makannya kembali." ajak Shafa.

Dengan semangat George pun menuruti apa yang dikatakan Shafa. Hari ini adalah hari di mana dirinya sedikit terhibur hanya dengan kehadiran seorang gadis sederhana.

Dulu, wanita yang mengelilinginya adalah wanita kelas atas. George kurang tertarik dengan kalangan di bawahnya. Menurutnya wanita dengan status sosial rendah, hanya menginginkan hartanya ketika berusaha menjalin hubungan dengannya. Begitulah doktrin yang ditanamkan oleh orang tua George. Sehingga George tak berkesempatan berteman dengan kalangan bawah.

Namun, nampaknya Shafa telah meleburkan cara pandangnya saat ini. Selain cantik dengan keluguannya, Shafa juga cantik dengan pribadi keibuannya, dan yang terpenting bagi George adalah Shafa cocok dengan Nick.

Sementara itu di lantai dua, ada yang tengah khusyuk berteman kesepian. Beberapa saat lalu Rangga hendak menelepon Karina, namun kekasihnya itu tak kunjung mengangkat telpon Ramgga. Akibatnya Rangga menggenggam kesunyian, ditambah rasa lapar yang menyerangnya.

Hendak bergabung lagi di meja makan, Rangga gengsi. Gelak tawa Shafa dan George terdengar sayup sayup karena pintu kamarnya yang dibuka lebar semakin membuatnya terpuruk dalam kesunyian, sebelum ada sekelip perasaan asing yang mulai membuatnya gelisah kala alunan canda Shafa dan George mampir sekejap di gendang telinganya. Namun, rasa itu secepat kedipan mata ditepisnya.

Jangan lupa bintangnya ya.. Makasih

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang