"Tentu saja janji untuk mencium tanganku setiap pagi. Jangan bilang kau lupa!" Mata Rangga mendelik, wajahnya jadi sengit.
"Oh ... hmmm," Shafa menyodorkan tangannya pada Rangga lalu disambut suaminya dan Shafa menciumnya seperti biasa.
"Lain kali jangan lupa lagi. Maaf untuk yang dulu..." Rangga menggantung kalimatnya.
"Untuk yang dulu?" tanya Shafa.
"Hmmm ... aku pernah menolak tanganmu yang hendak mencium tanganku," Rangga menatap lekat wajah teduh istrinya. Entah mengapa dia dibuat bingung oleh hatinya sendiri. Di sisi lain dia masih mencintai Karina. Namun, di sisi lain Rangga merasakan sesuatu yang aneh bersarang di dadanya kala berdekatan dengan istrinya sendiri. Ada kalanya pula kebencian pada Shafa__karena menerima perjodohan mereka__masih tertinggal.
"Aku pergi, titip ibu ya...," pamit Rangga.
"Iya, Mas. Ibu kan ibuku juga, " jawab Shafa.
***
Matahari telah naik sepenggalah. Shafa sudah memulai kembali memasak untuk makan siang. Sudah dua hari Shafa tidak bekerja atas permintaan Muthia. Ibu mertuanya itu tak ingin kesepian.
Karena Shafa tak bekerja kemarin, semalam George meneleponnya sekedar ingin tahu kabar Shafa, itu katanya George. Tentu saja George punya keinginan lebih dari itu, melepas rindu.
Lelaki itu katakan pada Shafa dia kangen makan bersama Shafa, dia kangen masakan Shafa, padahal baru sehari Shafa tidak masuk kerja. Shafa sempat tersanjung, namun dia harus selalu menjaga kewarasannya. Tidak mungkin dia yang berstatus istri Rangga menerima cinta George. Dia akan tegaskan itu nanti jika ada waktu yang tepat untuk berbicara dengan George.
Walaupun Rangga tidak menganggapnya istri, Shafa tak ingin mempermainkan janji suci pernikahan mereka. Dan juga Shafa tak ingin mempermainkan hati George. Berulang kali George mengajak Shafa kencan, tapi semua ditolak oleh Shafa. Untuk sementara Shafa hanya menemani George makan jika bule itu makan siang di kantin. Atau pernah ada pesta ulang tahun perusahaan saat itu. Selebihnya Shafa tak ingin memberi harapan palsu. Berulang kali pula Shafa mengisyaratkan secara halus pada George bahwa mereka hanyalah teman, tapi nampaknya bule itu tak peduli. Walau begitu, Shafa bertekad akan memberitahukan isi hatinya pada George, bahwa dia hanya menganggap George sebagai teman.
Dering ponsel Shafa menyentakkan kesadarannya.
Shafa mengambil gawainya di atas meja makan. Dia kelihatan ragu ragu untuk menjawabnya. Tapi, dia yakin jika tak diangkat, si penelepon akan terus mengganggunya.
"Hallo ..."
"Hai darl..., jadi hari ini gak masuk lagi? Kapan masuknya lagi darl... Aku kan kangen ...," kata George.
"Belum tahu, aku belum bisa berangkat kerja lagi. Nih, Ibu lagi sakit juga. Mana mungkin bisa kutinggal."
"Darl...kapan yah kita jalan bareng sama Nick? "
"Enng...sama Nick? "
"Iya..sama Nick. Kita ajak dia jalan, yuk. Pasti dia seneng kalo ada kamu. "
"Akan aku pikirkan ya George. Tapi sepertinya tidak bisa dalam waktu dekat ya. Ibu kan lagi gak sehat. Nanti aku kabari ya George,"
"Oke sayang...jangan lupa ya...aku bakalan nagih lho..."
"Iya... "
"Bye...miss you..."
"Bye, George, "
Nun jauh di sana, dalam ruang kerjanya, lelaki kelahiran London itu tersenyum puas karena dia telah berhasil membujuk Shafa untuk kencan dengannya menggunakan Nick sebagai umpan. Tak apalah mengajak Nick, toh anak itu sering sibuk dengan dunianya sendiri jadi dia takkan mengganggu kencannya dan Shafa.
Jam besar di ruang tengah telah berdentang sebelas kali bersamaan dengan Shafa mematikan kompor. Shafa telah memasak ikan balado, tempe orek, sayur brokoli tumis. Dia tak tahu apakah Rangga akan suka.
Sejurus kemudian melenggang anggun seorang wanita dari arah belakang Shafa. Dapat Shafa rasakan perempuan itu memilih duduk di kursi makan sebab terdengar decitan kursi yang digeserkan. Shafa menoleh.
"Ibu udah sehat?" tanya Shafa.
"Kayaknya sih udah. Udah nggak pusing lagi," jawab Muthia.
"Fa, makan siangnya kamu anterin gih ke Rangga. Kemaren dia telat lho makannya. Dia harus diperhatiin soal makan, Fa. Rangga bilang nggak mau pulang jam berapa?" tanya Muthia yang dijawab gelengan kepala oleh Shafa.
"Ya udah, anter aja. Kalo dia nggak ngomong berarti dia akan makan di luar. Sebelum Rangga makan di luar, kamu anter gih. Sana ganti baju, itu yang siapin kotak bekelnya si Santi aja," titah ratu.
"Iya Bu...," jawab Shafa.
"San...Santi..." tergopoh gopoh Santi memenuhi panggilan majikannya itu.
"Tolong kamu siapkan bekal untuk Mas Rangga ya. Mau dibawa Mbak Shafa soalnya," perintah Muthia pada Santi.
"Iya, Nyonya..."
***
Sinar matahari sudah menyengat kala Shafa berjalan di area parkir kantor Rangga. Namun, itu semua tak memudarkan keceriaan Shafa siang ini sebab sebentar lagi dia akan menemui suaminya. Suatu mimpi yang jadi nyata. Dulu, sering dia menghayal mengantar dan menemani suaminya makan siang di kantor. Namun, itu sekedar mimpi belaka. Rangga bahkan nyaris tak pernah mencicipi masakannya di pagi hari. Shafa berharap, dengan usaha yang dilakukannya kini dapat meluluhkan hati Rangga. Semoga saja sandiwara yang dimainkan Rangga suatu hari bukan sekedar sandiwara.
Semua orang hari ini dapat melihat senyum cerianya. Karyawan kantor kini tak heran lagi jika Shafa datang ke ruangan kerja Rangga. Shafa adalah anak angkat komisaris perusahaan mereka, sudah pasti tidak masalah kan kalau gadis itu menemui kakak angkatnya, hingga ketika Shafa datang, tak ada yang mencegahnya untuk naik lift khusus eksekutif.
"Hai Lia...Pak Rangga ada?" tanya Shafa ramah.
"Hai...cari Pak Rangga?" Lia sekretaris Rangga berbasa basi.
"Iya...ada kan?" tanya Shafa.
"Ada...tumben nganterin bekal ya...?" Lia bertanya.
"Iya...disuruh Ibu," jawab Shafa.
"Oh oke...masuk aja," kata Lia.
Sayup-sayup dari depan pintu yang tak tertutup rapat itu, ada celah sedikit untuk Shafa dapat mencuri dengar suara canda tawa dua orang yang ada di dalamnya. Shafa mematung di tempatnya berdiri kini.
Lamat-lamat suara itu semakin didengarnya semakin dia yakin jika yang berbicara dengan suaminya itu seorang perempuan. Sementara si perempuan dapat dumutangkap di pendengaran Shafa bersuara manja kepada Rangga yang disambut suara tawa menggelegak khas Rangga.
"Kok belum masuk?" dari arah belakangnya sangat dekat suara seseorang yang sangat dikenalnya. Shafa membalikkan badannya.
"Eng ... eh ... George ..." Shafa gugup ketahuan menguping oleh George.
"Tadinya mau masuk, tapi kayaknya Mas Rangga sibuk. " jawab Shafa sekenanya.
"Enggak kok. Masuk aja. Rangga enggak lagi sibuk," George memastikan.
"Mas Rangga lagi ada tamu," Shafa tak ingin bertemu Rangga setelah ini, dia berniat menitipkan kotak bekalnya pada Lia. Shafa dapat memastikan jika di dalam itu adalah Karina yang tengah bercanda dengan Karina.
"Bukan tamu penting kok. Kamu mau nganter bekal ke Rangga kan? Udah yuk masuk ...."
Hai semuaaa... Rangga dan Shafa serta George datang nih.
Aku up siang bukan malem kayak biasa. Karena aku lagi seneng, yang komen banyak. Komennya positif lagi. Makasih ya ..., aku pengen bikin kalian seneng juga dengan up bab hari ini.
Jangan lupa bintangnya...
Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...