58

18.6K 1K 27
                                    

Malam ini kian larut. Banyak pekerjaan baru saja yang harus diselesaikan oleh lelaki bertubuh atletis dengan kulit kuning khas Indonesia itu, hingga kembali ke apartemen selarut ini.

Rangga pulang dengan rindunya pada 'rumah' semakin membuncah akhir-akhir ini. Ah, Rangga tidak tahu ada apa di apartemennya itu hingga dia hampir tidak bisa mengosongkan pikirannya dari sana. Atau karena Shafa? Rangga tersenyum mengingat istrinya yang lugu itu.

Melesat membelah jalanan malam yang pekat, Rangga mengendarai mobilnya dengan cepat.

Memasuki apartemen keningnya mengerut heran, sebab tidak satu pun lampu yang hidup. Semua mati. Suatu hal yang tidak biasa sama sekali.

Masuk ke ruang tengah dan ruang makan pun sama saja. Gelap. Rangga menghidupkan seluruh penerangan ruangan di lantai satu. Lalu bergerak naik ke atas. Menuju kamar mereka yang masih tidur terpisah hingga hari ini.

Melangkah menuju kamar Shafa yang juga gelap namun Rangga dapat melihat pintunya terbuka lebar. Masuk ke sana, Rangga pun menghidupkan lampu kamar Shafa. Sesaat dia terpaku di dekat pintu. Merasa ada yang aneh. Alisnya masih bertaut.

Rangga merasa ada yang janggal. Meja rias Shafa yang biasanya berjejer botol-botol alat make up, lipstik dan sebagainya, sekarang nampak kosong. Tidak satu pun ada alat kecantikan di sana. Perasaan Rangga mulai diliputi kecemasan.

Dari tempatnya berdiri dia dapat melihat ada sebuah kotak beludru berwarna merah di atas kasur Shafa. Rangga melangkah cepat ke sana dan saat berdiri di tepi ranjang, dia melihat dengan jelas ada apa saja di atas kasur itu.

Mata Rangga melebar dan terdiam beberapa saat. Perasaannya tambah tidak karuan kala mendapati selembar kertas yang dilipat di bawah kotak beludru itu.

Rangga mengambil kertas itu dan mulai membuka lipatannya  untuk menuntaskan rasa penasaran yang memenuhi rongga dadanya. Sekilas saja dia dapat menilai kertas itu adalah sebuah surat.

Dear suamiku tercinta
Saat Mas baca surat ini, Shafa sudah keluar dari apartemen kita. Bolehkah Shafa menyebutnya apartemen kita? 😊

Sesuai dengan janji kita terdahulu, bahwa kita akan berpisah suatu hari nanti, dan Mas akan menikahi Mba Karina, wanita yang Mas cintai diam diam sejak lama. 😊

Shafa kira inilah saatnya.  Mba Karina dalam kondisi membutuhkan dukungan. Akan sangat egois jika Shafa menahan Mas di sisi Shafa sementara Mas Karina membutuhkan Mas. Shafa tahu, kondisi Karina saat ini membuat Mas bingung, dan Shafa tak ingin Mas terlalu lama dilanda kebingungan. Mas jangan salah paham, Shafa ingin yang terbaik untuk Mas.

Sejak awal, harusnya Shafa tak pernah ada di antara Mas dan Mba Karina. Atau sejak hari di mana Shafa mengetahui bahwa di hati Mas bersemayam nama Karina, saat itu harusnya Shafa sudah pergi dari sisi Mas. Dengan begitu tak akan ada hati yang terluka.

Namun, cinta Shafa pada Ibu yang membuat Shafa jadi egois. Shafa tak ingin kehilangan kasih sayangnya. Sejak kecil, Shafa tak pernah menerima cinta dari orang tua. Ibu datang bak oase yang melepas dahaga atas hausnya kasih sayang yang Shafa rasakan. Shafa tak ingin kehilangan Ibu. Hingga membuat Mas harus terjebak dalam pernikahan yang tidak Mas harapkan bersama Shafa (untuk hal ini Shafa betul betul minta maaf)

Sekarang saatnya Shafa pergi, walau Shafa tahu semuanya terlambat, Mbak Karina terlanjur berada di titik terendah, namun Shafa baru merelakan Mas padanya. Sampaikan maaf Shafa pada Mba Karina ya, Mas.

Oh ya, cincin dalam kotak berwarna merah itu adalah cincin yang diberikan ibu pada Shafa. Kata ibu, cincin itu cincin keluarga ayah, turun temurun bagi menantu lelaki tertua. Eyang Ti yang meneruskan pada ibu, lalu dari ibu ke Shafa. Karena Shafa tak lagi bersama Mas, Shafa kembalikan pada Mas, simpan untuk Mba Karina, ya.

Yang terakhir yang Ingin Shafa katakan melalui surat ini, terima kasih atas segalanya. Atas waktu, atas yang Mas lakukan hingga membuat hari-hari Shafa penuh tawa. Terima kasih untuk semua momen-momen penuh kenangan indah. Di antara yang paling berkesan adalah saat di pantai malam itu. Shafa memang bukan penggemar oppa-oppa Korea. Tapi percayalah, sejak malam itu Shafa jadi tahu rasanya digendong oppa oppa. Tapi bukan oppa korea. Opa-opa alias kakek kakek ... Hahaha .. Peace ya ...

Shafa juga ingin bilang jangan suka telat makan, hiduplah dengan baik, berbahagialah. Saat Mas bahagia, Mas akan melihat Shafa tersenyum. Sebab Shafa akan bahagia jika Mas juga bahagia.

Melihat orang yang kau cintai berbahagia itulah namanya cinta. Maafkan Shafa yang telah mencintai suami Shafa sendiri.
Maafkan Shafa yang tak mampu memenangkan hati Mas Rangga.
Maafkan Shafa yang sempat memporakporandakan hidup Mas yang tenang seperti sebelumnya.
Akhir kata Shafa ucapkan,
Selamat tinggal Mas Rangga. Aku mencintaimu...

By Shafa.

Setitik bulir bening itu bertengger di sudut mata Rangga. Belum sempat luruh, Rangga sudah menyusutnya dengan punggung jari telunjuknya. Ada pedih yang tertinggal saat membaca surat Shafa baru saja.

Apa tadi katanya? Terima kasih atas hari yang penuh tawa? Penuh tangisan yang kuberi padamu..., Rangga membatin.

Rangga meremas surat itu. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Meremas rambutnya frustasi, Rangga melempar kertas dengan kekuatan penuh ingin melampiaskan amarahnya di sana.

Diambilnya ponsel, lalu jari jari  itu mencari cari kontak Shafa dan menekannya.

Beberapa kali dia menelepon Shafa, namun sayang yang didengarnya hanyalah suara operator di ujung telepon.

Kesal dengan itu, Rangga membanting teleponnya ke ranjang Shafa sebelum menaruh kedua tanggannya di pinggang dan menengadahkan kepalanya ke atas kemudian menghembuskannya dengan berat.

Tiba-tiba teringat semalam segala perubahan sikap Shafa, juga kata-katanya, dan tatapan itu. Tatapan sendu nan mendung.  Inikah maksudnya? Semalam gadis itu sengaja menciptakan momen perpisahan untuk mereka.

Dengan berlari Rangga keluar dari kamar Shafa menuruni tangga sebanyak dua undakan tiap langkahnya, Rangga menyambar kunci mobil keluar apartemen dan berlari sekencang yang dia mampu. Malam ini dia harus mencari Shafa. Walaupun nantinya dia yakin tentu tidak akan mudah menemui Shafa. Namun yang perlu dilakukan hanyalah berusaha.

Baru saja akan melajukan mobil ke jalan raya, Rangga disambut oleh guyuran hujan yang tidak sedikit. Agak lebat, bahkan wiper mobil pun dihidupkan paling cepat karena guyuran yang sangat lebat. Jarak pandang pun menjadi terbatas, hingga Rangga tidak bisa melajukan mobilnya lebih kencang lagi.

Selama perjalanan hati Rangga gelisah, kemana perginya Shafa. Rasa kuatir pun menguasai diri.

Di depan sebuah gerbang yang agak tinggi, Rangga menghentikan mobilnya. Keluar dari mobil di tengah hujan yang menderas, dia tidak lagi memedulikan diri yang diguyur hujan di malam yang dingin lagi pekat.

Rangga melihat pintu gerbang terkunci. Sudah sewajarnya seperti itu. Pintu gerbang panti asuhan pasti terkunci sejak pukul 20.00 WIB. Berpikir cepat agar bisa menemui Shafa, Rangga pun menaiki pagar tersebut. Berkali-kali lelaki itu berusaha, tapi hanya kegagalan yang dia dapatkan. Tembok yang lumayan tinggi serta licin itu tentu saja menghalangi niat Rangga menemui Shafa.

Namun Rangga tidak berputus asa, dia terus saja memanjat tanpa pantang menyerah. Hingga akhirnya untuk usaha kesekian kalinya Rangga pun menemui hasil. Dia melompat masuk ke dalam pekarangan panti.

Berlari menuju kantor panti tempat biasanya ketua yayasan menerima tamu-tamu donatur. Rangga berharap dia bisa menemui ketua yayasan dan mengajak Shafa pulang melalui bantuan sang ketua yayasan.

Lelaki itu mengetuk pintu kantor panti yang sudah sangat gelap. Tidak ada tanda-tanda keberadaan manusia di dalamnya. Namun, dia tidak ingin berputus asa. Terus menggedor pintu kayu itu walaupun telapaknya terasa sakit.

Rangga mulai kehilangan keyakinan karena pintu itu tidak kunjung dibuka. Lelaki itu meluruh di depan pintu dalam keadaan basah kuyup dan gigi yang bergemeletuk dengan bertumpu pada lutut, sementara kepalanya menunduk dalam, rasa sesal menguasai hati. Mengapa dia terlambat. Sangat terlambat.

Tiba-tiba suara pintu pun dibuka.
     
Hai... Update nih
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang