60

22.8K 1K 23
                                    


"Namun sebelum aku benar-benar melamarmu, ada satu rahasia yang ingin aku ungkapkan padamu."

"Rahasia? Rahasia apa?" tanya Shafa penasaran.

"Sebenarnya Nick adalah putraku ...," Shafa menegakkan punggungnya kemudian terkaku di sofa. Terdiam sesaat gadis itu, setelah mampu menetralkan diri dari keterkejutannya, Shafa pun bersuara. Adapun George masih menunggu reaksi Shafa mendengar pernyataannya baru saja.

"Ibunya ... ibunya di mana?" Tanya Shafa penasaran. Kini bola matanya terarah ke lawan bicara yang duduk agak jauh namun bersebelahan dengannya di sofa yang sama.

Menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, George mulai menata hati menyiapkan penjelasan untuk gadis yang ingin dipinangnya itu," Aku dan ibunya tak pernah menikah, kami terlibat cinta semalam di sebuah klub. Dan dia datang ke sana sebagai wanita penjaja diri di klub itu. Aku yang saat itu dalam kondisi mabuk, tiba-tiba saja terbangun di pagi hari dalam kondisi tak berbusana dengan wanita yang sama sekali tak kukenal, aku pun shock hingga meninggalkan wanita itu begitu saja dengan lembaran uang agar dia tak menuntutku. Mengingat hal itu, aku sangat takut orangtuaku akan memarahiku, sebab latar belakang ayah dan kakekku menyebabkan keluarga kami dalam bahaya jika khalayak ramai banyak yang tahu tentang skandal itu," George diam menghentikan penjelasannya sesaat. Melirik kuatir pada perempuan yang ada di sebelahnya.

Tiba-tiba kepercayaan dirinya merosot tajam. Bagaimana jika Shafa tidak menerima dirinya yang cacat. Sementara gadis itu perempuan baik-baik khas negara khatulistiwa itu. Tidak mau disentuh lebih jika belum sah dalam ikatan pernikahan. Mendadak dia merasa rendah diri.

Sementara Shafa masih memilih bungkam. Terkejut? Pasti. Namun dia masih ingin mendengar penjelasan George. Rasanya dia bukanlah siapa siapa George, rahasia ini harusnya disimpan rapat-rapat oleh bule itu. Salut dengan kejujuran George, Shafa merasa harus mendorong George untuk menjelaskannya hingga akhir sebab Shafa dapat melihat aura George yang merasa rendah diri dengan ceritanya.

"Kenapa berhenti? Lanjutkan George," pinta Shafa dengan wajah teduhnya namun justru menjadi penguat bagi George untuk bercerita hingga akhir. Georga memasang wajah yang penuh kelegaan.

"Hingga suatu hari, perempuan itu datang dalam keadaan perut yang membuncit, dan mengatakan bahwa dia adalah anakku. Dia datang bukan untuk meminta aku menikahinya. Namun, dia hanya meminta untuk merawat anak itu setelah lahir. Awalnya aku tak terima, namun perempuan itu berlutut di hadapanku, hingga akhirnya aku pun kalah. Orangtuaku begitu tahu hal ini murkanya luar biasa, dan mereka tak akan mengakui anak itu sebagai cucu mereka. Aku pun sependapat dengan mereka. Namun, anak itu tetap akan kami asuh, agar perempuan itu suatu hari tak akan memeras kami. Lalu anak itu akan dikenalkan kepada dunia sebagai anak dari kakak perempuanku. Sedangkan soal pengasuhan, tetap diserahkan padaku," George menoleh pada Shafa yang ternyata tengah memandang dirinya dengan tatapan tak terdefinisi.

"Mengapa kamu menceritakannya padaku, George?" tanya Shafa penasaran.

"Sudah kubilang, aku merasa perlu mengatakannya padamu karena aku ingin menjadikanmu istriku. Aku ingin tak ada rahasia di antara kita, agar sejak awal kamu mengetahui semua tentang aku. Dan aku yakin, hatimu yang baik akan menerima aku apa adanya serta bisa menjadi ibu yang baik untuk Nick," imbuh George.

"Aku...ada hal yang harus kukatakan juga padamu, George...," kata Shafa.

Tiba-tiba ponsel George bergetar.

Mom is calling...

George keluar dari ruangan itu, menerima panggilan ponselnya.
Sejurus kemudian, George masuk kembali.

"Darl ... Mom sudah sampai Jakarta. Persiapkan dirimu bertemu dengannya ya. Aku akan kirim dress untuk kita makan malam bersama menyambut kedatangannya, oke?  Sekarang aku harus pulang untuk menyambutnya di rumah. Mom, sedang dalam perjalanan dari bandara. Nick, come on ...."

      
                          ***

Rangga sudah mengalami kesembuhan dari demamnya. Dia sudah mulai harus memeriksa berkas-berkas yang harus dia tanda tangani. Sebenarnya dia masih ingin mencari keberadaan Shafa
Namun, untuk saat ini Rangga akan mengenyampingkan Shafa, sebab ada banyak karyawan yang bergantung pada profesionalitas CEO mereka.

Rangga berniat jika pekerjaannya rampung, dia akan mencari lalu menjemput istrinya itu pulang bersama dan menata kembali bangunan rumah tangga mereka yang hampir roboh karena ketidakterimaannya pada pernikahan mereka. Kemana pun dia akan mencari Shafa. Jika dia tidak berada di panti asuhannya, Rangga akan mencarinya ke tempat lain. Rangga berniat meminta waktu sejenak meninggalkan perusahaan sebentar demi melacak keberadaan Shafa. Nanti setelah beberapa urusannya tuntas.

Dirinya sadar jika rumah tangganya nyaris hancur karena memang pada awalnya kesalahan itu datang dari dirinya sendiri, dan sekarang dia harus memperbaikinya, menjemput Shafa untuk diboyong ke rumah yang dulunya pernah dibangun untuknya berumah tangga bersama Karina. Lalu mengajak Shafa menempatinya.

Suara pintu diketuk menyentak kesadaran Rangga yang tengah memikikan nasib rumah tangganya bersama Shafa.

"Masuk ...," titah Rangga.

Pintu pun dibuka. Rangga menoleh ke arah pintu dan terkejut sekaligus senang melihat siapa yang datang. Bergegas lelaki itu bangkit dari sana menyongsong dia yang berdiri canggung di ambang pintu. Senyumnya semringah menyambut Shafa.

Sementara Shafa tersenyum pedih.

"Ya Tuhan, kamu datang ..., kamu ke mana? Kenapa ninggalin apartemen kita?" Rangga merengkuh bahu Shafa untuk dituntunnya duduk di sofa. Shafa membiarkan Rangga melakukan itu padanya.

Shafa duduk berdampingan dengan Rangga. Di tangannya ada selembar map berwarna coklat. Didorongnya map itu kepada Rangga membuat kening Rangga mengerut penuh tanya.

"Buka aja," ucap Shafa singkat.

Rangga membuka lilitan map itu dengan hati yang diliputi kekalutan, sejenak perasaan tak nyaman menyeruak dari dalam dadanya.

Diambilnya secarik kertas itu, dan terperangahlah Rangga di sana. Menatap selembar kertas itu, Rangga tak berkedip.

"I--ini ...," katanya terbata.

"Ya, surat gugatan cerai. Aku ingin mengurus perceraian kita ...," lembut nan tegas suara Shafa mengalun melewati gendang telinga Rangga.

"Sebegitu inginnyakah kamu pisah dariku? Apa tak ada lagi kesempatan untuk kita memulainya dari awal?"

"Kita sudah sejauh ini, Mas baru ingin memulainya yang artinya itu adalah mundur ke belakang? Apa artinya pengorbanan kita berdua jika begini? Kita sudah sepakat sejak awal mengenai ini," Shafa mengingatkan.

"A--aku ... tid--tidak ingin ber--ce--rai," Rangga mengatakan dengan suara lirih. Membuat Shafa iba padanya.

Tiba tiba saja, Rangga bersimpuh di depan Shafa, "Fa, maafin Mas ya ... udah nyia nyiain kamu, udah mainin pernikahan kita. Nyatanya Mas kalah oleh takdir Dia yang Maha membolak balikkan hati," ucap Rangga sungguh-sungguh.

Hai hai hai...
Maaf ya... Baru up. Yg protes di kokom banyak, hahaha ... maaf ya. Jadi ceritanya aq kan ikut event. Jadi aq konsen di sana. Eh, Penyelenggaranya ga konsisten sama aturan yg dia buat, jadi aku mundur aja. Hahaha. Mending nemenin kalian ya kan.

Tapi jangan lupa bintangnya, oke?

Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang