(17)

19.5K 966 9
                                    

Hari telah larut. Temaram lampu taman masuk bebas ke dalam kamar Rangga sebab jendela yang menghadap taman terbuka lebar. Tadi, Rangga memilih menyendiri di balkon. Dan saat akan tidur, dia lupa menutup jendela.

Hembusan angin malam yang menembus kulit Rangga yang tak terbalut selimut itu menyadarkannya perlahan. Menguap sekali netranya mengedip berulang untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke bola matanya. Rangga baru sadar, dirinya tadi tertidur setelah membuka pesan pesan di handphonenya.

Lelaki itu menggeliat sesaat lalu berjalan keluar dari kamar, menuruni anak tangga secara perlahan, takut ketahuan Shafa mengendap endap di dapur. Dia hendak mencari makanan yang dimasak Shafa tadi, perutnya telah berbunyi berisik sejak tadi.

Meja makan telah bersih, Rangga cengo. Ah, mungkin di kulkas disimpan oleh Shafa kata hati Rangga. Lelaki itu pun membuka kulkas pelan, sekalinya menoleh ke arah tangga memastikan tak ada siapapun. Rangga merasa gengsi jika kedapatan oleh Shafa sedang mengais ngais makanan di dapur. Bukankah tadi dia menolak diajak makan.

Rangga kembali menelan kekecewaan karena di kulkas ternyata dia tak mendapati sisa sisa masakan Shafa. Rangga mengeluh.

"Huh ... rakus sekali dua bule itu makan. Kayak nggak pernah makan aja. Ya iyalah selama ini seringnya makan western. Baru kecoba makan lokal, kayak orang kesetanan aja makannya ..."

"Siapa yang kesetanan?"

"Eh... Hah?" Rangga kepergok Shafa sedang mengomeli George.

Saat Rangga mengoceh tak jelas itu, Shafa sudah ada di lantai satu, hingga Rangga tak menyadari kehadiran Shafa.

"Sial...jangan jangan dia denger semuanya ... Aaagh ...," umpat Rangga.

"Bukan siapa siapa," jawab Rangga acuh. Karena gengsi ketahuan sedang mencari cari sisa makanan, Rangga langsung melangkah kembali hendak ke kamar. Setelah sedikit melewati Shafa, gadis itu berbalik dan bertanya,

"Mas lapar? Mau nggak Shafa gorengkan ayam. Ayam ungkepnya masih ada di kulkas." Rangga terdiam di tempatnya. Antara menahan gengsi dan menahan rasa laparnya.

Shafa menarik nafasnya. Selalu diabaikan. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Shafa kembali berbalik menuju kulkas hendak mengambil air mineral.

Saat meminum, didengarnya derap kaki Rangga mendekati dirinya.

"Ya udah, gorengkan aja satu. Tadinya aku cuma mau minum," ujar Rangga.

Shafa tersenyum kecut.

Ya ampun...ngaku aja kalo laper, nggak masalah kan? Jelas jelas aku denger kamu ngomelin George. Kata Shafa dalam hati.

Dalam kediaman keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing masing. Shafa yang masih tak percaya dengan kegengsian suaminya itu sementara Rangga tak percaya apa yang telah dilakukannya barusan, kepergok sedang mengais makanan di dapurnya sendiri. Tapi apa boleh buat, lapar telah menurunkan kadar gengsinya.

Tak lama ayam goreng telah siap. Shafa menghidangkannya berserta nasi. Hanya ayam goreng tanpa sayur. Makanan lainnya memang dihabiskan oleh George dan Nick. Shafa sangsi jika masakannya enak. Shafa hanya menduga George dan Nick kelaparan saja. Tak mungkin masakan rumahannya mampu membuat selera makan kedua bule itu meningkat.

"Kau boleh kembali ke kamar. Aku bisa makan sendiri." Lagi lagi dengan nada dingin Rangga mengucapkannya.

***

"Rangga, lo harus deketin gue sama Shafa. Gimana pun caranya gue mau jadiin dia istri gue. Oke! " George pagi pagi sudah menginterupsi Rangga di ruangannya, hanya demi mengatakan keinginannya menikahi Shafa.

"Iyaaa...baweeel... " Sebuah pena yang tengah dipegangnya dilempar ke arah dahi George.

"Aaawww!" Pekik George. Pena itu tepat mengenai dahinya.

"Ada apa sih, ribut ribut? " Tanya Karina yang ternyata telah berdiri di depan pintu ruangan Rangga.

"Lo ya...udah punya Karina juga masih cemburu sama Shafa. " Ledek George. Karina mengernyitkan dahi.

Sial George...bisa bisa Karina cemburu dan curiga. Dasar bule sialan! Kata hati Rangga.

"Siapa Shafa? Wah jangan jangan weekend kita gagal gara gara Shafa ya? " Serang Karina kepada Rangga.

"Ah... Lu kan George! Bikin Karina curiga. Gue gak mau tau, lo jelasin ke Karina sampe dia percaya!" ujar Rangga.

"Enggak ah! Males gue! " tolak George.

"Eh, kutu kupret! Gua gak mau tau lo jelasin ke Karina. Kalo gak jangan harap gue kasih restu," Perintah Rangga kembali.

"Oke oke oke! Jadi si Shafa itu Rin...anak angkatnya Pak Dedy sama Bu Muthia. Kemaren ketemu dia di apartemen Rangga," jelas George pada Karina.

"Kok aku baru tahu. Ayah dan ibumu punya anak angkat? " Kata Karina.

"Oh itu...hmm...belum lama sih jadi anak angkat ibu. Selama ini dia di panti. Udah sebulan lebih sih di sini. " Rangga sempat memikirkan jawaban yang pas untuk dikemukakannya pada Karina.

Mudah mudahan dia nggak curiga, kata batin Rangga.

"Ooh..dan sekarang ada di apartemen kamu? " Todong Karina.

"Hahahaha...Karina cemburu. Kasian deh lo, Ngga! " Ledek George.

"Sialan lo! Bantuin gua dong! " Rangga melotot.

"Karina... Karina... Lu tu ye...cemburu sama adik angkat Rangga. Ya enggaklah Rangga sama Shafa. Gue yang akan menghalangi mereka. Jadi, supaya mereka gak falling in love, lu juga harus dukung gue di pilkada taon depan! "

"Eh kok pilkada!? Ngawur! Maksud lo dukung sama adik angkat Rangga kali" Jawab Karina.

George cengengesan.

"Untung lo konsen. Gue cuma ngetes aja, Rin! " Jawab George.

"Dasar bule gak tau diri! " Ejek Karina.

"Hahaha..." George tertawa kencang.

"Rangga, gua pengen masukin Shafa ke kantor kita ya! " Kata kata George tentu saja mengejutkan Rangga. Itu tidak mungkin, pikirnya. Rangga membungkam. Karina dan George diam menunggu jawaban Rangga.

"Rangga, lo dengerin gue gak sih! " Tanya George memecah keheningan di dalam ruangan Rangga.

"Eh...iya..." Rangga gelagapan menjawab George. Rangga berpikir keras bagaimana cara menolak keinginan George yang akan membuat dirinya dalam posisi yang rumit.

"Lo mau tarok dia di posisi apa? Dia tamat SMA lho! Dulu pernah ditawarin ibu untuk kuliah, ibu bisa ngebiayainnya. Tapi dia nggak mau, pengen kuliah dari duitnya sendiri katanya gitu, " imbuh Rangga.

"Oooh...boljug tuh cewek.., gak nyangka masih ada yang berpikir idealis gitu. Jadi menurut lo ditarok di mana dia," desak George.

"Kan dia SMA George. Mau tarok di mana? OG? " Tanya Rangga.

"Tega amat lu! Masa adek sendiri ditarok di OG? Jadi sekretaris gua aja ya? " George menggerakkan alisnya ke atas dan ke bawah.

"Enak aja lu! Mo cari kesempatan ya lu? Kalo gitu dari dulu Karina aja jadi sekretaris gue! Ya kan yang? " Rangga mendelik manja ke arah Karina yang diiringi tawa Karina.

"Mana ada yang gitu di kantor kita. Ntar malah gak kerja semua, yang ...,"
balas Karina.

"Iya..iya..iya..gua kan cuma becanda. Tau lah mana mungkin dikasih pak bos!" George menarik nafas panjang, lelaki itu masih berpikir mencari posisi untuk Shafa.

"Aku tahu!"

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang