(8) Sakit

19.5K 969 6
                                    

Setelah selesai dengan dirinya, Shafa keluar dari kamar mandi untuk segera menghampiri Rangga. Kondisi kepalanya yang sakit dan jalan yang terseok seok, membuat Shafa harus menumpukan tubuhnya ke dinding sembari berjalan pelan menyeret tubuhnya dengan lengannya bersender di dinding.

Rangga bukannya tidak tahu kondisi Shafa. Lelaki itu yakin jika Shafa betul betul sakit. Tapi, jika dia melunak Rangga kuatir Shafa akan salah paham akan sikapnya, jika sudah demikian Shafa menjadi semakin sakit kalau hari perceraian itu datang. Rangga tidak mau hal itu terjadi. Rangga ingin hari bercerainya tidak ada kendala sama sekali. Rangga juga mau saat perceraian itu terjadi keduanya antara Rangga dan Shafa sama sama tidak keberatan. Saling melepaskan dengan ikhlas. Karena tidak ada yang indah patut dikenang dalam pernikahan mereka. Rangga akan membuat jejak pernikahan mereka dengan ketidakpedulian dan kehampaan agar segalanya jadi mudah baik untuk dirinya dan terlebih bagi Shafa di hari perceraian mereka kelak.

Namun, melihat Shafa yang tertatih tatih berjalan dan Rangga mendadak ingat bahwa di lantai satu ibunya sudah menunggu mereka untuk berangkat ke rumah sakit. Ibunya pasti curiga dengan rumah tangga mereka. Dan akan runyam jika ibunya sampai tahu, Rangga tidak siap menghadapi ibunya jika ibunya tahu mengenai rumah tangga mereka yang tidak harmonis. Segera saja Rangga mendekati Shafa.

Shafa seketika mematung, Rangga berdiri sangat dekat dengannya. Tiba tiba Shafa merasa tubuhnya melayang ke udara, Shafa yang nyaris memekik baru menyadari bahwa dia sudah berada dalam gendongan ala bride style yang dilakukan Rangga.

Sejenak Shafa terpukau sebab dekatnya pipi antara keduanya. Shafa sama sekali tidak ingin menatap netra kelam nan tajam itu, Shafa takut jatuh terlalu dalam pada pesona suaminya sendiri. Belum lagi degup jantungnya bertabuh dengan kuat dan cepat. Shafa merasa suaminya bahkan akan mendengar bunyi tabuh genderang jantungnya mengingat bagaimana dekatnya mereka satu sama lain saat ini.

Menggendong Shafa dalam diam, raut muka Rangga nyaris tak terbaca. Shafa tidak mengerti mengapa Rangga tiba tiba bersikap demikian. Gadis itu sejenak mencari cari alasan suaminya berlaku manis, pikirannya berkelana hingga tanpa disadarinya mereka sudah berada di hadapan ibu mertuanya.

"Oalaaah... Romantis banget manten baru...," komentar Ibu Rangga.

Rangga melirik sekilas kepada ibunya lalu berjalan cepat menuju mobil yang akan membawa mereka ke rumah sakit.

Shafa didudukkan oleh Rangga di belakang sofa kemudi. Gadis manis itu menyenderkan kepalanya agar pening di kepalanya mereda.

*****

Sesampainya di rumah sakit, Muthia yang sudah ingin masuk ke toilet, segera saja menuju toilet rumah sakit meninggalkan Rangga dan Shafa di runag tunggu. Keduanya dibungkus kediaman dengan duduk dipisahkan seseorang pasien lainnya yang juga sedang menunggu. Tak lama kemudian datanglah seorang wanita cantik dan nampak berkelas menghampiri Rangga. Shafa tertegun sejenak memperhatikan wanita itu dari atas sampau bawah. Cantik, elegan namun tidak berlebihan. Dari tempatnya duduk, Shafa dapat mendengar percakapan keduanya,

"Rangga... Kau di sini? Ingin menemuiku?"Karina dengan wajahnya yang memerah seperti sedang tersipu. Mirip gadis ABG yang sedang jatuh cinta.

"Karina... kau... oh ya tentu saja. Memangnya mau apalagi aku di sini?" Rangga berusaha bersikap tenang dan santai seperti biasanya.

"Lalu kenapa kau ada di sini? Kau lupa ruang rawat ibuku? " Karina sedikit heran dan menangkap kegugupan Rangga meski cuma sedikit. Lelaki itu mampu menyembunyikan kegelisahan dan kegugupannya. Dia sangat tenang. Hanya saja Karina sudah mengenal Rangga sejak lama, jadi perubahan kecil dari mimik wajah Rangga sudah dihafalnya.

"Ah tidak... Aku tadi...eee itu...dari toilet, terus duduk sebentar untuk mengangkat telpon seseorang." Mati matian Rangga mencoba menutupi kebohongannya. Tengkuknya diusap dengan telapak tangannya. Sementara hanya dari jarak satu setengah meter saja, Shafa menangkap dengan baik pembicaraan laki laki dan perempuan yang bernama Karina itu. Akhirnya rasa penasaran Shafa terjawab sudah.
Wanita yang tak jauh dari pandangannya itu adalah kekasih suaminya, Karina.

Rangga berbicara pada Karina seolah tidak ada Shafa istrinya di situ. Dan yang lebih menyedihkan, di mata Shafa suaminya itu berbicara dengan Karina secara utuh. Hatinya yang mencinta terlukis dari sorot mata lelaki itu. Senyumnya yang merekah menggambarkan hati yang tengah berbunga. Bahasa tubuh yang menampakkan bahwa suaminya itu tengah menyalurkan perasaan yang dalam melalui genggaman tangan kepada gadis itu. Belum pernah Shafa mendapati suaminya berlaku demikian padanya. Shafa semakin sadar diri bahwa hati suaminya tak terjangkau. Benteng yang memisahkan sungguh terlalu tinggi dan kokoh.

Wanita itu tentu saja sangat cantik, dengan tubuh proporsional dan terawat. Belum lagi segala yang melekat di tubuhnya bukan barang murahan. Wanita berkelas, begitulah penilaian Shafa yang berbanding terbalik dengan dirinya. Tak terasa matanya memanas, kabut mulai mengganggu penglihatannya. Satu kedip saja bulir bening itu siap meluruh.

Beginikah rasanya kehadirannya tidak pernah diingini? Dulu kehadirannya ke muka bumi pernah tak diharapkan. Tapi, rasanya tak sepedih ini. Kehadiran ibu panti dan teman temannya jadi hiburan tersendiri. Rasa sesak itu nyata ada, tapi selalu bisa ditutupi dengan keceriaan yang selalu menyelimuti suasana panti. Tapi, jika suami kita sendiri yang tak menghendaki kehadiran kita, ke mana kita akan membawa pedih hati ini. Pernikahan macam apa jika seorang suami mencari cinta dari wanita lain yang belum terikat dalam jalinan suci pernikahan. Shafa miris.

Rasa kaget Rangga karena ternyata dia bertemu wanita itu di sini belumlah lenyap. Pasalnya tadi Karina bilang dia akan masuk kantor setelah mengantar ibunya ke ruang radiologi. Saat ini Rangga takut jika ibunya mengetahui fakta tentang Karina. Rangga mengira ibunya itu tak akan lama lagi telah kembali dari toilet. Dan apa jadinya jika ibunya melihat Karina. Segera saja sekelabat pemikiran untuk menjauhkan Karina dari tempat itu muncul di benak Rangga.

"Ayo, kita sekarang ke ruang ibumu," ajak Rangga yang diangguki dengan patuh oleh Karina. Saat akan berjalan menuju kamar ibu Karina, sekilas Rangga menoleh ke arah Shafa yang didapatinya tengah menunduk sembari seperti tengah mengelus sudut matanya dengan jari telunjuk. Tapi Rangga tidak peduli dan segera berlalu mengikuti langkah Karina dengan tangan yang masih saling bergenggaman erat.

Belumlah terlalu jauh kiranya kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu melangkah, di kejauhan Shafa dapat melihat dengan jelas perlahan ibu mertuanya berjalan anggun menuju tempatnya duduk. Ibunya belum menyadari kepergian Rangga dengan seorang wanita. Wanita paruh baya itu masih sibuk dengan mengetik sesuatu di handphonenya dan melangkah dengan pelan.

Sontak melihat mertuanya mendekat, Shafa menoleh ke belakang ingin memastikan keberadaan suaminya dan kekasihnya itu. Mereka masih berada di ruangan yang sama, dan Shafa gelisah menyaksikan ibu mertuanya yang semakin mendekat, sementara suaminya berjalan keluar menuju pintu ruang tunggu dengan sangat lambat. Shafa menggeleng pelan, dia menebak ibunya akan tahu soal Karina. Dan Shafa berharap itu tidak boleh terjadi, ibu mertuanya tidak boleh bersedih mengetahui kenyataan ini. Shafa berdoa dalam hati agar suaminya tidak kepergok sedang bersama wanita lain. Sesaat sekujur tubuh Shafa membeku, matanya menangkap ibu mertuanya tengah menatap sesuatu ke arah Rangga tadi. Oh tidak....pikir Shafa. Jangan.

Hai terima kasih sudah baca
Jangan lupa bintangnya...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang