63

20K 995 32
                                    

Keduanya keluar dari pintu mobil yang berbeda. George berderap menuju pinggiran bukit yang terjal dan dalam, namun diberikan pembatas dari besi yang kokoh, sementara Shafa mengekorinya dari belakang dengan pelan.

George memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kainnya menatap lurus pada langit yang tidak berujung. Mereka yang berada di bukit seolah berhadapan satu garis lurus dengan langit.

Shafa menyandarkan bokongnya pada kap depan mobil George, melipat kedua tangannya di dada, menimpakan kaki kanannya di atas kaki kirinya dan ikut menatap langit kelam di ujung sana.

Lama keduanya terdiam. Hingga George membalikkan tubuhnya, memandang Shafa sejenak dan ikut mendudukkan dirinya di kap mobil dengan kedua telapak tangannya ditaruh di kap mobil bersisian dengan pahanya.

"Jelaskan!" Nada dingin itu masuk ke dalam telinga Shafa.

Shafa menarik nafasnya dalam dalam, "Mas Rangga dan aku dijodohkan. Namun Mas Rangga tak mencintai aku. Hingga akhirnya kami memutuskan akan bercerai suatu hari nanti dan Mas Rangga akan menikahi Karina. Mas Rangga lalu mempunyai ide untuk mendekatkan kita setelah kedatanganmu ke apartemen waktu itu. Hingga semua berjalan seperti hari ini---" Shafa menjeda kata katanya.

"---Aku minta maaf karena tak jujur padamu sejak awal. Sudah beberapa hari ini aku ingin mengungkapkan semuanya padamu. Namun belum ada waktu yang pas. Dan sekarang, kami tengah mengurusi proses perceraian."

George terkekeh membuat Shafa sontak menaruh tatapan herannya pada lelaki itu. Kedua alisnya saling mendekat.

"Betapa bodohnya aku, dan pasti kalian menertawakan kebodohanku, iya kan?," George yang tadinya hanya menatap lurus ke depan seketika mengalihkan pandangannya pada wanita di sebelahnya itu dengan tatapan sinis membuat Shafa tergugup. Mengerjapkan matanya berulang, Shafa mengganti pandangannya ke bawah, melihat sepatu barunya pemberian George untuk menghadiri jamuan makan malamnya bersama Rose.

Tatapan sinis itu berubah menyendu, "Aku begitu mempercayaimu, mencintaimu tulus dari lubuk hatiku. Nyatanya aku mencintai wanita yang salah. Istri sahabatku sendiri. Sungguh tak lucu kalian mempermainkan aku. Kau tahu, jikalau kau pun bohong, aku akan tetap mempercayaimu. Tapi, itu jika kau bukan milik Rangga. Ini batas yang tak bisa aku tembus. Apa kau tahu seberapa dalam kalian menyakiti aku?"

Kata kata George memang tak kasar, suaranyapun lirih namun justru itu membuat hati Shafa bagai teriris sembilu, tak mampu menahan lesakan air mata sebab rasa bersalahnya yang sangat dalam, perlahan isak kecil itupun mendarat di indra pendengaran George. Sontak tatapan lelaki itu berubah memendarkan kekuatiran dari mata birunya.

"Ma-af ... aku ... minta ... ma-af, harusnya aku tak mengikuti rencana gila Mas Rangga,"

"Dalam hal ini kesalahan besar ada pada Rangga. Kamu cuma mengikuti alurnya saja. Aku yang memang bodoh tak menangkap signal yang pernah kalian pertontonkan padaku, kamu juga tak pernah memberi harapan padaku, harusnya aku sadari itu sejak awal"

Hening menyelimuti.

George menerawang menatap langit malam, kilasan kejadian yang sekarang dapat dia simpulkan sebagai tanda yang menunjukkan Shafa dan Rangga memiliki hubungan lebih dari saudara angkat berkelabat dalam benaknya.

Shafa yang mengelap sudut bibir Rangga yang belepotan saat makan sate, usapan lembut Shafa pada Rangga dan tatapan kekuatiran saat Rangga mengalami alergi. Hingga reaksi cemburu beberapa kali dari Rangga nyatanya membuat George merasa semakin konyol melewatkan sinyal-sinyal itu.

Sedu sedan kecil itu masih bersisa sedikit. Sesekali Shafa mengusap air matannya dengan punggung telapak tangannya membuat iba dari hati George seolah berperang dengan amarah dan kecewanya.

Tidak ingin larut dalam peperangan batin yang menyiksa diri, George mengajak Shafa pulang.

                            ***

Sepanjang perjalanan pulang, Muthia bungkam. Perasaannya berkecamuk. Marah, sedih, tidak percaya, tidak terima dengan semua yang terjadi di rumah sahabat mereka.

Shafa gadis lugu pilihannya, menantu kesayangannya. Bahkan dia lebih menyayangi Shafa ketimbang Rangga. Perasaannya sudah melekat pada gadis lugu itu.

Siapa yang tidak marah jika mengetahui orang yang disayangi ternyata mengkhianati. Tidak ada yang akan menerima begitu saja. Semakin dalam seseorang dicintai maka akan semakin dalam sakit hati yang dialami kala dia yang dicintai menjadi sumber kesakitannya.

Demikianlah yang terjadi pada Muthia malam ini. Rasa cintanya pada Shafa sama besarnya dengan rasa kecewanya pada sang menantu. Walaupun ada sebagian sudut hatinya yang mengatakan ini tidaklah benar.

Sama halnya dengan Muthia, Rangga pun memilih bungkam. Melihat Shafa dengan George hatinya menjadi terbakar cemburu. Apalagi dengan jelas dia melihat Shafa sangat cantik malam ini. Hatinya yang tengah dilanda rindu seolah ingin melesat menghambur memeluk sang pujaan hati.

Namun nyatanya, bagaikan ditusuk ribuan jarum hatinya mendadak nyeri saat dia mendengar bahwa Shafa sudah akan menjadi menantu Rose. Sakit, pedih, cemburu, benci menumpuk jadi satu. Semudah itukah Shafa jatuh ke pelukan George. Memang dialah yang telah mengantarkan Shafa pada George, tetapi itu dulu. Sekarang baginya Shafa adalah miliknya. Dia sungguh mencintai istrinya.

Mendadak segala kenangannya bersama Shafa bermain dalam kepalanya bagaikan sebuah film yang diputar berulang. Bolehkah dia menepuk dadanya agar berkurang rasa sakitnya? Bolehkah dia meneriakkan nama Shafa agar rindunya terobati. Perasaan ini sungguh menyiksanya.

Dia membenci Shafa karena telah memilih George. Dia membenci Shafa karena memutuskan segalanya sendirian di saat dia telah mantap meninggalkan Karina. Walaupun memang salahnyalah yang lebih banyak, tetapi dia ingin sekali merebut kembali hati Shafa.

Akan tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaannya. Shafa meninggalkan dirinya, memutuskan nasib pernikahan mereka sendirian tanpa bertanya lebih dulu pendapatnya. Memang dirinya sempat bimbang akan kondisi Karina.

Namun, Rangga sadar dia tidak bisa meninggalkan Shafa meski Karina berada lebih buruk dari saat ini. Karena dia sadar sekarang hatinya milik Shafa.

Muthia berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya. Gerakan Muthia yang tergesa-gesa sontak membuat Deddy menoleh ke pintu yang menghubungkan ruang keluarga dan ruang tamu di mana istrinya muncul dari sana dengan wajah gusar bercampur sedih bahkan tersirat amarah di sana.

Tanpa menoleh dan menyapa suaminya, Muthia terus saja melangkah hendak menaiki anak tangga. Langkahnya terpaksa terhenti setelah sang suami memanggil.

"Bu!" panggil Deddy.

Muthia membungkam. Matanya mulai memerah. Rasa sedih mulai menggerogoti perlahan. Bagaimana tidak sedih, dengan tangannya sendiri dia telah menampar menantu yang disayanginya. Hanya karena dia tidak rela Shafa menjadi menantu orang lain. Tidak, Shafa adalah menantunya. Dia tidak rela Shafa jadi anggota keluarga yang lain. Itu sebabnya dia menjadi marah.

"Ibu nangis? Ada apa? Nggak jadi makan malam di rumah George?" tanya Deddy penasaran.

"Ayah ... ternyata Shafa selingkuh dengan George ...."

Hai... Aku up

Maaf ya baru sempet up
Nah, skrg ibu Rangga ngadu sama ayah Rangga.

Apa kelanjutannya? Ikuti next episode ya...

Jangan lupa bintangnya
Terima kasih.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang