45

18.8K 986 26
                                    

Shafa tersenyum melihat Rangga akhirnya bisa tertawa saat berdua saja dengannya. Bukan dalam rangka bersandiwara. Senyum itu akan Shafa simpan dalam ingatannya. Bahwa lelaki yang dicintainya itu pernah tertawa karenanya. Bahwa bukan hanya luka yang  Shafa berikan padanya sebab lelaki itu menikah dengannya, wanita yang tak dicintai lelaki itu.

Shafa bisa apa jika nyatanya bahagia Rangga bukan bersamanya. Shafa bisa apa jika nyatanya dia tak mampu membuat Rangga jatuh cinta padanya. Harusnya Shafa berjuang, namun Shafa tak ingin patah hati saat memperjuangkan hati suaminya. Salahkan dirinya yang lemah. Salahkan dirinya yang takut kalah sebelum berperang.

Rangga menatap ke dalam relung  sepasang iris milik Shafa. Andai tak ada Karina yang hadir jauh sebelum dia mengenal Shafa, mungkin dia sudah jatuh hati pada istrinya itu sejak awal pernikahan. Betul kata ibunya, tak susah mencintai Shafa. Lugu, polos, sederhana, lembut. Lelaki mana yang tak terpikat dengan semua itu ditambah wajahnya yang manis.

Tapi, Rangga sudah memberi harapan indah pada Karina, sesaat sebelum pernikahannya. Salahkan dia yang tak mampu mematahkan hati Karina. Salahkan dia yang ingin selalu menjaga hati Karina agar tak terluka. Dan itu berlaku sejak mereka remaja, dalam jarak yang sangat jauh dari kali pertama berjumpa Shafa.

Pun setelah beberapa waktu mengenal Shafa, perempuan itu tak layak disakiti. Dia gadis baik, hanya saja tempatnya bukan di hati Rangga. Dan Rangga akan melepasnya mencari kebahagian yang itu bukan bersamanya. Meski di sudut hati Rangga ada keinginan menjadi sebab bagi bahagianya Shafa.

Namun mereka telah jauh melangkah kini. Skenario itu nyaris mencapai puncaknya. Tak lama lagi perpisahan itu akan jadi nyata. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Dan yang harus dilakukan kini terus melangkah hingga ujung tujuan.

Biarkan kali ini memory tentang Shafa memenuhi isi kepalanya. Suatu hari senyum yang ada di depannya kini akan menjadi sebuah kenangan bahwa bersamanya pernah Rangga rasakan apa itu bahagia. Bahwa bukan hanya duka yang datang saat di sisinya. Walau menikah dengan wanita ini bukan keinginannya.

"Jika waktu itu tiba, bisakah kita tetap berteman? Bisakah kamu tak membenciku?" Suara Rangga melebur keheningan di antara keduanya.

"Kenapa tidak? Pasti bisa," Shafa menekan hatinya untuk tak meronta meminta dipuaskan oleh tangisan.

"Bertahanlah wahai hati untuk tak membuat mata mengeluarkan tangisnya. Bertahanlah jiwa untuk tetap tenang, jangan biarkan gemuruh yang menyesakkan dada menguasaimu," Kata shafa dalam hati.

"Maaf," ucap Rangga lirih.

"Untuk?" tanya Shafa menatap wajah itu penuh kesenduan.

"Tak bisa mencintaimu," jawab Rangga tak berkedip menatap mata yang meredup itu, Rangga dapat menangkap segurat luka di sana.

"Aku juga minta maaf," Shafa mengedipkan matanya sekali.

"Untuk?" Rangga bertanya dengan detak di dada yang bergemuruh tiba-tiba. Sorot mata rapuh dan menyerah itu menjadi sebab dadanya bertabuh.

"Tak bisa membuatmu mencintaiku," lirih suara Shafa mengucapkannya.

"Berjanjilah ...," Rangga menatap lekat pada mata Shafa.

"Janji apa?" tanya Shafa

"Berjanji bahwa kau akan menemukan bahagiamu," ucap Rangga dengan tatapan penuh harap.

"Ya aku akan menemukannya."

Lama keduanya terdiam dan saling pandang, hingga Shafa berkata,

"Sudah malam..., besok Mas harus bangun pagi," Rangga mengangguk samar. Keduanya tetap saling pandang hingga kantuk perlahan membuat keduanya terlelap.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang