34

18.7K 1K 30
                                    

Pengobatan pada alergi itu harus dituntaskan. Jika tidak, suaminya akan tersiksa. Kenapa harus malu, bukankah mereka suami istri? Perbuatan Shafa saat ini tidak melanggar agama, Shafa meyakinkan itu dalam hati. Namun, Shafa juga tidak mau dianggap lancang, meski Rangga adalah suaminya, hubungan mereka tak sedekat itu. Mereka bukan suami istri dalam artian sesungguhnya.

"Mas, sekarang bagian pantatnya Shafa olesin yah?" tanya Shafa pada suaminya.

Rangga mengangguk. Dia tidak ingin menjawab, bisa-bisa yang keluar adalah suara serak khas seorang lelaki yang mendamba untuk menjamah seorang wanita, dan Rangga tak ingin Shafa tahu. Sudah sejak Shafa mengolesi pinggulnya dengan lembut, Rangga merasakan sesak di area sensitifnya. Untung posisinya tengkurap. Jika tidak, Shafa pasti sudah menyadarinya.

Boxer itu mulai diturunkan. Dengan lembut pula Shafa mengolesi bagian yang merah. Pemandangan di depannya itu berhasil membawa Shafa pada fantasi liarnya kembali. Pun tidak kalah jauh dengan Rangga. Di balik bantalnya, dia mengerang frustasi, dengan bantal tebal itu Rangga tertolong. Dia berusaha menahan erangannya agar tak terdengar, ditambah bantal tebal itu Rangga yakin Shafa tidak mendengar suara anehnya.

Selesai menyiksa Rangga dengan olesan lembutnya di bagian bokong , Shafa beralih ke bagian belakang paha. Diolesinya kembali bagian yang terkena ruam hingga tidak bersisa.

"Nah ... selesai. Masih ada yang lain Mas?" tanya Shafa.

Oh ya ampun ... dia masih mau mengolesi salep di tubuhku ini. Apa dia tidak tahu aku tersiksa begini. Huh... Kata Rangga membatin.

Rangga menggeleng di atas bantalnya. Dia belum mau berbalik. Senjatanya di bawah sana sudah ingin menembak saja sejak tadi. Bagaimana jika Shafa melihatnya.

"Ya udah ... bajunya pake lagi kalo gitu?" ucap Shafa. Shafa menoleh ke arah bed untuk keluarga pasien. Di sana telah lelap ibunya, sementara di sofa ayahnya tidur pulas dengan meringkuk.

Melihat Rangga sama sekali belum berbalik, Shafa menggoyangkan tubuh Rangga dengan pelan.

"Mas ... Mas ...." Shafa memanggilnya lembut kuatir membangunkan mertuanya di ujubg sana yang terlelap.

Rangga tak bereaksi. Dia berpura pura tidur, agar Shafa tidak mendesaknya memakai baju. Rangga malu dengan kondisi juniornya yang gawat darurat.

"Ketiduran ya ...," gumam Shafa.

Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh suaminya yang hampir telanjang. Gadis itu pun memadamkan lampu neon untuk diganti dengan lampu tidur yang lebih remang. Dipandanginya seluruh ruangan untuk mencari tempatnya tidur malam ini. Nampaknya hanya kursi duduk yang bisa dijadikannya tempat tidur malam ini.

Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, menjatuhkan bokongnya ke kursi. Dibaringkannya kepalanya di sisi ranjang Rangga yang sedikit kosong. Sebelum tidur, Shafa menggosok lembut punggung Rangga yang ditutupi selimut.

Entah sejak kapan posisi mereka jadi seintim ini. Rangga dan dia berada dalam satu selimut dan Rangga yang mencumbunya intens hingga Shafa mengeluarkan suara desahan tanpa disadarinya sama sekali.

Potongan kejadian beberapa saat lalu mulai bergulir menggenapi otaknya. Mulai dari saat gadis itu menaikkan selimut Rangga yang melorot hingga pinggangnya lalu tangan kekar itu menangkap pergelangan tangannya hingga berakhir keduanya telah berada di atas bed hospital dengan Rangga yang hanya memakai boxer, sementara Shafa dengan baju yang entah bagaimana lagi kusutnya namun masih menempel utuh di tubuhnya. Dia menikmati cumbuan manis nan lembut yang disodorkan suaminya sendiri.

Rangga hanyut dalam lautan gairah yang sejak tadi tertahan, namun begitu kesempatan itu datang lagi, dia seperti tidak ingin menahan hasrat itu lagi. Tanpa sadar, dia terus menyerang Shafa dengan ciuman yang menghanyutkan keduanya sembari memejamkan mata, hingga ....

"I love you ... Karina ... really love you ...," lirih suara Rangga mengatakannya.

Seketika Shafa menegang. Baru saja dia dihantarkan terbang ke awan mendapat perlakuan tidak terduga dari suami yang dicintainya. Namun, dalam hitungan menit berikutnya dia dihempaskan ke bumi dan menyadarkannya bahwa dia telah jatuh berada di bumi tempatnya kembali. Baru saja dia sadar bahwa bumi tidak akan melekat pada langit karena jaraknya yang terlalu jauh. Baru saja dia sadar bahwa bumi selamanya tidak akan bisa menjangkau awan.

Dengan lembut tapi kuat, Shafa mendorong dada telanjang milik Rangga.

"Aku bukan Karina ...." Dengan lembut namun penuh luka Shafa mengucapkan tiga kalimat itu.

Rangga shock. Menegang. Dibukanya matanya lalu perlahan pandangan yang awalnya kabur itu menangkap pergerakan Shafa yang tengah turun dari tempat tidur rumah sakit menuju kamar mandi. Rangga meraup kasar mukanya.

Ternyata yang dijamahnya barusan adalah Shafa. Wanita yang harusnya tidak masuk dalam daftar untuk dicumbuinya. Halusinasi akibat sentuhan gadis itu berhasil melumpuhkan kewarasannya yang tidak akan menyentuh Shafa dalam alam sadarnya tentu saja.

Shafa menangis terisak-isak di balik pintu kamar mandi saat ini. Tangan kirinya memegang dress dan menggenggam erat hingga kain bagian itu jadi kusut, sementara tangan kanan meremas kain di dadanya dengan kuat, seolah olah kain itu adalah hati yang ingin ia remas karena pedih telah dijatuhkan baru saja oleh suaminya sendiri. Bahkan dia sangat malu telah menikmati cumbuan itu, padahal yang ada dalam pikiran suaminya bukanlah dirinya. Bagaimana rasanya bertepuk sebelah tangan dalam hal ini? Shafa sangat malu.

Dia kira kejadian tadi adalah awal mula rumah tangganya akan bahagia, walaupun dia sempat meragu menafsirkan sikap Rangga padanya saat lelaki itu terjatuh di aula kantor yang nampak jelas menatapnya dengan tatapan kasih. Keraguan itu pun sirna dengan cumbuan Rangga barusan, namun dia harus dihempaskan oleh kenyataan bahwa semuanya hanya mimpi. Mungkin saja Rangga terbawa perasaan. Dalam keadaan tak berdaya, hanya Shafa yang ada di sisinya.

***

"Shafa mana? " Tanya Muthia saat perempuan itu melipat selimut tidurnya.

Pagi sekali Rangga bangun tak ditemukan istrinya itu. Mungkin setelah kejadian semalam, perempuan itu terlalu sakit hati bertemu kembali dengan Rangga. Itu isi pikiran Rangga.

"Pulang, Bu. Tadi ijin sama ayah pagi sekali. Mau ambil baju katanya," jawab Dedy.

"Kok pagi sekali. Kalian bertengkar malam tadi?" tanya Muthia.

Rangga menggeleng dengan wajahnya yang lesu dan sendu.

Hai...
Maaf baru up...
Ada kesibukan banyak hari ini, jadi lupa deh.
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang