35

20.1K 956 8
                                    

Matahari telah naik sepenggalah. Gadis cantik itu masih saja terlelap. Suara memanggil yang membangunkan dia dari mimpi indah lamat-lamat terdengar dari pintu kamar yang kemudian membuat kesadarannya mengumpul sempurna.

Gadis itu berlonjak dari kasur setelah menyadari cahaya putih masuk melalui celah-celah jendela kamar. Subuh telah lama berlalu. Gadis itu tak biasa bangun kesiangan. Namun pikirannya tentang kejadian malam tadi membuat matanya sulit untuk menutup. Hingga baru dini hari dia terlelap membuatnya telat bangun. Banyak pertanyaan serta pikiran yang berkelabat di dalam kepala cantiknya malam tadi.

Sejak pulang dari rumah sakit, Karina dan George lebih banyak terdiam. Mereka memiliki pemikiran yang sama ketika melihat Rangga dan Shafa saling bertatapan bersamaan sorot mata yang mengandung keteduhan namun sarat kekuatiran.

Bahasa mata dan tubuh keduanya sangat jelas memancarkan bahwa keduanya memiliki rasa terpendam yang belum terungkap. Baik George maupun Karina bisa memahami bahwa keduanya adalah saudara angkat yang mungkin jika salah satunya terluka, maka yang lain menjadi kuatir. Namun, melihat interaksi keduanya di aula kantor waktu itu, George dan Karina meragukan hubungan keduanya hanya sebatas saudara angkat.

Flashback on

"Rin, menurut lo aneh gak cara Shafa natap Rangga tadi?" tanya George pada Karina setelah beberapa saat keduanya berbungkus keheningan dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Karina terdiam. Dalam hatinya ternyata bukan hanya dia yang melihat itu. Dia mengira itu hanya perasaannya saja.

"Aku tadinya tak yakin, kukira hanya aku yang berpendapat demikian, ternyata aku salah, George. Kamu juga menyadarinya ...," jawab Karina.

"Tatapan Rangga juga seperti menyimpan sesuatu dalam hatinya. Aku ini laki laki...aku dapat melihatnya ...," imbuh George.

"Aku hanya kuatir dengan kedekatan mereka. Tinggal dalam satu atap, hampir tiap hari bertemu. Apa menurutmu itu nantinya tidak berpotensi membuat keduanya saling jatuh cinta?" tanya Karina.

"I'm not sure about that! They can fall in love at any time. Damn it!" George memukul kemudi mobilnya dengan tangan mengepal hingga ruas ruas telapaknya memutih.

"Dan yang membuatku tambah curiga, Rangga tak bercerita sama sekali mengenai Shafa. Dia anak angkat Om Dedy kan? Kenapa selama ini kita tak pernah dengar Om Dedy memperkenalkan anak angkatnya?" tanya Karina.

"Mereka hanya saudara angkat. Bukan kandung ... bisa saja ... aaargh! Come on!" George kembali memukul kemudinya.

"George ... apa menurutmu inilah penyebab Rangga menunda pernikahan kami?" tanya Karina.

"Entahlah. Jika firasat kita benar, kita harus berusaha memisahkan mereka berdua." George menyipitkan matanya.

"Caranya?" tanya Karina.

"Aku akan mempercepat langkahku untuk menikahi Shafa. Aku harus mendapatkan hatinya secepat mungkin," tukas George.

"Akupun akan mendesak Rangga untuk menikahiku dalam waktu dekat." Tekad Karina mantap.

                            ***

Entah bagaimana ceritanya Karina dan Rangga kini telah berada di apartemen Rangga. Padahal Shafa hendak menyusul kembali ke rumah sakit membawa beberapa potong baju. Nyatanya dia kalah cepat dengan Karina.

Mendapati suaminya yang pulang ke apartemen mereka bersama Karina membuat Shafa jadi canggung di kediaman mereka sendiri. Karina berlaku bak nyonya rumah yang sibuk dan perhatian. Mulai dari menjemput Rangga dari rumah sakit, membaringkan Rangga di kamar. Karina memperlakukan Rangga seperti suaminya. Walau nampaknya Rangga sendiri tidak nyaman dengan perlakuan dari Karina. Shafa mendengkus, harusnya perempuan tidaklah seperti itu. Apalagi mereka belum dalam ikatan sah. Masuk ke dalam kamar Rangga seperti itu. Tidak pantas sama sekali. Shafa dongkol dibuat mereka. Haruskah yang katanya karena cinta, Karina sebagai perempuan berlaku begitu?

Karina membuatkan bubur di dapur Shafa, menyuapkannya pada Rangga. Menemani Rangga beristirahat di kamarnya. Dan yang terakhir inilah yang membuat Shafa jengah. Bagaimana jika mereka melewati batas? Hingga membuat Shafa bolak balik ke kamar Rangga dengan berbagai alasan. Shafa tidak ingin di kediamannya orang lain menginjak harga dirinya dan mempermainkan dirinya sebagai istri sah Rangga Hartawan.

Rangga menyadari tingkah absurd Shafa menjadi mesem mesem sendiri. Pasalnya, kelakuan Shafa sangat ganjil. Shafa tidak mengijinkan pintu kamar Rangga ditutup, alasannya dia harus bolak balik untuk mengecek suhu badan Rangga lah, mengambil keranjang laundry, mengepel kamar Rangga, dan hal lainnya yang pada akhirnya mengganggu Karina dan Rangga, hingga Karina tidak punya kesempatan untuk berbicara masalah pernikahan mereka. Kali ini Karina tidak akan mau dibuat menunggu lagi oleh Rangga. Namun rupanya rencana itu harus buyar karena kehadiran Shafa yang seperti setrikaan di kamar Rangga.

Hingga sekarang bertambah tamu mereka. Di depan pintu apartemen mereka telah berdiri lelaki dengan perawakan asing khas ras Eropa.

Seperti janjian saja mereka pada ngumpul hari ini, kata batin Shafa.

"George ... kau?" Shafa agak sedikit kaget mendapati George di depan pintu apartemen.

"Hai ... darling ....aku boleh masuk kan?" tanya George.

"Oh ... ya ... tentu saja. Masuk aja ... mau jenguk Mas Rangga kan?" Sambil berkata begitu Shafa berbalik hendak masuk ke dalam kembali. Namun, tiba tiba dia tersentak mendapat bisikan dari arah belakang kepalanya.

"Nggak juga ... i miss you ... darl ...." Bisik George di belakang kepala Shafa.

Shafa mematung di tempatnya. George semakin berani menunjukkan perasaannya pada Shafa.

"Eng ... mau langsung liat Rangga?" tanya Shafa kembali seolah memastikan yang didengarnya.

"Nanti saja. Aku masih kangen kamu. Sini." George gemas dengan tingkah Shafa yang sama sekali tak menanggapi serius bisikannya tadi, jadilah dia menarik tangan Shafa untuk duduk di sofa tamu.

"George mau minum apa? Aku bikinkan sebentar ya?" Shafa memecah keheningan di antara mereka sekaligus hendak menghindari tatapan mata George yang tidak pernah lepas dari memandangi dirinya. Shafa berharap dia dapat pergi secepatnya dari sana. Membuat minum adalah alasan tepat. Namun, George menggeleng.

"Aku cuma butuh kamu di sini darl ...," jawab George. Oh ya ampun tolong hati Shafa sekarang. Di tengah prahara rumah tangganya bersama Rangga hatinya bisa saja meleleh dengan perlakuan George padanya.

Namun Shafa tidak ingin masuk ke dalam jurang penderitaan akibat sebuah kesalahan yang dilakukannya. Walau bagaimanapun dia adalah istri Rangga. Seorang suami yang gila telah menyodorkannya pada lelaki lain untuk dinikahi. Tapi, Shafa tak ingin ikut gila.

"Aku akan masak buat kamu. Gimana? Ada permintaan mau dimasakkin apa? " Tanya Shafa mengalihkan rayuan maut George. Shafa tak ingin larut dalam gelombang asmara yang diciptakan George.

"Hmmm...baiklah. Tapi, aku akan membantumu, gimana? " Tanya George.

"Yakin??? Emang bisa? " Tanya Shafa.

"Ayo kita buktikan! " Tantang George.

"Bantu aku kupasin bawang..," pinta Shafa. Gadis itu sesekali melihat ke arah lantai dua sembari terus memasang telinganya untuk mendengar suara Karina dan Ranggan. Jika masih ada suara tertawa, Shafa akan lega.

"Siap! " Jawab George.

Beberapa saat Shafa dan George sudah sibuk dengan aktifitas mereka. Sementara Shafa mulai terasa tak tennag karena sudah agak lama setelah tawa terakhir yang didengarnya dari lantai atas, suasana lantai dua sangat hening.

Shafa harus memeriksanya. Mengapa suara tawa tak terdengar lagi.

"Aku ke kamarku sebentar ya, mau ambil handphone." Pamit Shafa pada George yang diangguki patuh oleh lelaki itu.

Hai...
Datang lagi nih Shafa dan Rangga.
Jangan lupa votenya ya...
Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang