31

19.2K 1K 10
                                    

"Kalau untuk masalah itu, aku meminta waktu Yah. Aku butuh waktu untuk meluruskan semua masalah ini. Dan saat ini aku belum siap," jawab Rangga.

"Lalu bagaimana kau menempatkan dia jadi asisten koki di kantor ini, sementara kau mengenalkannya pada orang orang dia adalah adik angkatmu. " Dedy menjeda kalimatnya. Menarik nafas dalam dalam sejenak.

"Pemikiran orang orang tentang ayah dan ibumu akan menjadi buruk karena membiarkan anak angkatnya bekerja di dapur. Tanpa menyekolahkannya ke perguruan tinggi." Ayah Rangga kembali menghentikan sejenak perkataannya lalu menatap mata putranya itu lebih dalam lagi.

"Untungnya Shafa cukup pintar menjawab pertanyaan orang orang tentang identitas dirinya demi menutupi semua kebohonganmu." Kalimat ayahnya ini sukses membuat Rangga tertegun.

"Yang dia katakan pada orang orang bahwa dia ingin kuliah dari uangnya sendiri, makanya dia memilih bekerja di kantin. Padahal ayah yakin kau sama sekali tak tahu jika Shafa sudah mendaftar kuliah. Dan itu semua menggunakan tabungannya." Ayah Rangga kembali membiarkan Rangga larut dalam pikirannya yang tak bertepi mendengar cerita lelaki paruh baya itu.

"Awalnya Shafa belum mau kuliah karena uangnya belum cukup. Hanya saja, stastusnya sebagai anak angkat ayah membuat dia tak ingin ayah ibu malu, jadi dia mendaftar kuliah. Anak itu tidak mau orang orang beranggapan ayah tidak peduli pada anak angkatnya sendiri, sehingga harus bekerja di kantin dan tidak menyekolahkannya. Untuk mengurangi rumor itu, Shafa nekat mendaftar kuliah dengan tabungannya yang tak banyak. Sedangkan pertanyaan orang-orang mengapa Shafa ditempatkan di kantin, dia mengarang jawaban bahwa CEO tak ingin pilih kasih, jadi CEO hanya akan menempatkan karyawan berdasarkan latar pendidikan bukan semata karena koneksi, mengingat Shafa hanya tamatan SMA maka CEO menempatkannya di kantin. " Imbuh Ayah Rangga. Dedy menghela nafasnya.

"Ayah rasa kau tak lupa bahwa Karina yang berlatar belakang hukum, namun bisa kau tempatkan di pemasaran. Itu pilih kasih namanya. Tapi ya, pengecualian untuk Karina tentu saja. Andai ada sedikit saja nuranimu tentunya Shafa tak perlu ada di dapur. Bukankah George menawarinya posisi sekretarisnya?" tanya Dedy. Rangga masih betah dalam keterdiamannya.

"Bagaimanapun dia adalah menantu pilihan kami. Kami menyayanginya. Tapi, ini adalah urusan rumah tanggamu. Ayah tak berhak mencampuri terlalu dalam." Ayah Rangga berbalik ke belakang sebelum menggenggam pagar balkon.

Rangga menatap punggung lebar ayahnya dengan tatapan tak terbaca. Rangga terkejut mendapati kenyataan bahwa ayahnya mengetahui semuanya. Semua tentang perbuatannya. Tentang hubungannya dengan Karina. Dan ayahnya bahkan mengetahui apa yang dirinya tidak tahu. Tentang Shafa yang berusaha menutupi kebohongannya sekaligus menjaga nama baik orang tuanya. Dan Rangga sama sekali buta akan hal itu.

"Ayah tidak akan mencampuri urusanmu. Ayah cuma ingin kau selesaikan apa yang sudah kau mulai. Dengar anakku...kau adalah seorang pebisnis dan pemimpin sekaligus. Kau harus bisa mengambil keputusan. Memilih di antara dua pilihan yang sulit. Sesulit apapun yang akan kau pilih, pada akhirnya kau harus memilih. Baik buruknya pilihanmu harus kau terima. Berlapang dadalah kemudian. Dan harus kau tahu apapun keputusanmu ayah akan mendukung. Tapi, pikirkan dengan jernih sebelum mengambil keputusan. Dan yang tak kalah pentingnya lagi, kau harus melihat hatimu. Siapa yang dipilih hatimu." Ayah Rangga memandangi putranya itu dengan penuh kasih.

"Menurut ayah siapa yang akan aku pilih?" tanya Rangga.

"Ayah tidak tahu, nak. Tapi jika kau tanya pilihan ayah, ayah akan memilih Shafa. Keluguannya akan mengimbangi duniamu yang penuh intrik," saran Ayah Rangga.

"Maksud ayah, aku dan Karina tak berimbang karena memiliki warna dunia yang sama? " Tanya Rangga.

"Ya ... tepat sekali."

Keheningan meliputi keduanya. Sejurus kemudian Ayah Rangga melangkah mendekati Rangga hingga hanya berjarak beberapa jengkal, sebelum menepuk pelan pundak Rangga. Dan tak lama melangkah kembali hendak meninggalkan balkon yang jadi saksi percakapan mereka.

"Ayah ... aku minta maaf." Rangga telah berbalik menatap punggung ayahnya yang perlahan menjauh untuk kembali ke aula, sejurus kemudian ayahnya menghentikan langkahnya.

"Ayah harap kau bisa menyelesaikannya dengan cepat sebelum ibumu tahu," pesan Ayah Rangga yang berbicara pada anaknya dengan hanya menolehkan kepalanya ke sebelah kanan tanpa membalikkan tubuhnya ke arah Rangga.

"Iya ayah ...," jawaban Rangga terdengar lirih.

                                 ***

Pesta masih terus berlangsung. Dari kejauhan Rangga menatap wajah tua ayahnya __yang duduk dengan teman temannya sesama komisaris perusahaan __tak terbaca. Sementara tak jauh dari mejanya Shafa dan George duduk berdua saja. Keduanya terlibat pembicaraan serius sebentar kemudian keduanya tertawa. Nampak sekali George selalu memanfaatkan momen untuk mendekati Shafa. Bule itu pernah curhat pada Rangga dan mengatakan jika dia merasa Shafa belum membuka hatinya sama sekali pada bule tampan itu. George tak mengerti, karena dia telah memiliki segalanya. Tampan dan mapan, bukankah kedua hal itu adalah magnet bagi perempuan. Lantas, mengapa Shafa tak takluk juga pada pesona George. Padahal George tak kurang memberikan perhatian lebih pada Shafa. George masih merasa Shafa canggung pada dirinya yang merupakan atasannya. Rangga tak tahu harus berkata apa kala George menceritakannya pada Rangga. Semua menjadi tak jelas. Rangga merasakan hal aneh menguar begitu saja dari dalam hatinya saat George bercerita lagi lagi tentang Shafa.

"Rangga mau aku ambilkan nasi? " tanya Karina pad Rangga setelah keheningan membungkus mereka dalam waktu yang tidak sebentar.

"Boleh," jawab Rangga singkat. Dia terlalu malas untuk menanggapi Karina dengan hangat seperti biasanya setelah berbicara dengan ayahnya tadi.

"Ada apa Ngga? Sejak kembali dari balkon kamu seperti tengah memikirkan sesuatu," tanya Karina dengan lembut. Rangga menggeleng. Karina menghela nafasnya pelan.

"Ya udah, aku ambil dulu nasinya," kata Karina sebelum wanita itu melangkah menjauh menuju meja yang di atasnya telah ditata beberapa jenis masakan.

Sementara Karina mengambil nasinya, Rangga memperhatikan interaksi George - Shafa yang nampak jelas menggambarkan kehangatan. Katakanlah Shafa memang belum mencintai George seperti pengakuan lelaki itu. Tapi, tetap ada rasa aneh yang menyeruak tiba tiba menyelinap di hati Rangga kala melihat kedua sejoli itu seolah tak peduli dengan sekitar. Rangga tak dapat memastikan perasaan itu apa. Dia kembali teringat potongan kalimat nasehat yang dijabarkan ayahnya tadi saat di balkon.

Tak lama kemudian, Karina kembali dengan dua piring makanan di kedua tangannya.

"Nih, makan dulu...," tawar Karina sebelum mengangsurkan piring pada Rangga.

Rangga pun memakan makanannya pelan pelan dengan hati yang kacau setelah mendengar kata kata ayahnya.

Sejurus kemudian Rangga merasakan dadanya yang sesak. Nafasnya seolah terhenti, tenggorokannya tercekat.

Rangga kenapa, ya? Jawabannya ada di bab berikutnya ya....

Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang