Rangga mempercepat langkahnya. Dia harus menuntaskan rasa penasarannya. Satu satu tempat yang dicurigainya kini hanya kantin karyawan.
Sayup sayup dari tempat Rangga kini, terdengar seperti suara kehebohan dari dalam kantin. Langkah kakinya semakin diperlebar untuk menuju arah suara yang semakin mendatangkan rasa penasaran.
Rangga memasuki pintu kantin, tidak ditemukan siapa pun. Namun, suara yang didengarnya dari tadi semakin jelas. Rangga memilih mengikuti arah suara yang datang dari pintu samping. Tempat makan outdoor yang memang disulap anak-anak kantin sebagai tempat mereka melepas penat. Kursi dan meja yang usang namun masih layak pakai, mereka tata di halaman samping. Dan dibuat senyaman mungkin dengan tanaman dan bunga yang menarik ditata seapik mungkin. Hingga halaman samping yang tadinya gersang menjadi taman yang indah, dengan kursi dan meja yang disusun sehingga sering dimanfaatkan juga untuk tempat makan siang anak-anak kantin.
Dalam penglihatannya taman itu lebih cantik lagi saat ini dengan lampu lampu led kecil berwarna warni, menambah cerah suasana taman itu, pot-pot yang berisi bunga-bunga cantik disusun di dekat tenda tenda putih yang digantung juga balon balon berwarna warni. Rangga tersenyum. Mirip pesta ulang tahun menurutnya.
Diedarkan pandangannya demi menatap masing masing orang yang ada di situ. Hampir semua ada, bahkan mungkin lengkap. Ah, Rangga tidak terlalu hapal dengan mereka semua. Di sudut sana, nampaklah dua orang yang sedari tadi dicarinya. Ternyata benar yang dia duga, George ada di sini. Di sebelahnya ada Shafa yang sedang membolak balik daging di atas panggangan. Sesekali tersenyum sekaligus berbicara pada George yang menatap gadis itu dengan sangat lekat.
Rangga bingung, laporan Lia ternyata salah. Menurut sekretarisnya itu, acara barbeque anak kantin diadakan pada jam lima. Rangga dengan segala pemikirannya membuat lelaki itu kesal pada dirinya sendiri. Entah kesal karena apa. Kesal karena Lia salah memberi informasi, atau kesal pesta ini masih berjalan hingga detik ini. Ini sungguh di luar kendalinya.
Rangga berjalan mendekat ke arah istri dan sahabatnya itu. Semakin mendekat, suara tawa orang-orang yang ada di taman semakin terdengar jelas. Betapa mereka bahagia, hanya dengan sebuah pesta kecil ini. Derap langkah kaki lelaki itu akhirnya terdengar juga di telinga para karyawan. Reflek sebagian besar dari mereka menoleh.
"Pak Rangga!" Pekik Sari.
Sontak semua mengikuti arah pandangan Sari dan benar saja mereka mendapati Rangga ada di tengah-tengah mereka saat ini.
Semua terkejut lalu berdiri di tempat mereka masing-masing, bediri mematung. Mereka sangat gugup dengan keberadaan Rangga di sana. Gosip tentang acara yang nyaris batal karena ketidaksetujuan CEO mereka sempat terdengar beberapa waktu sebelum acara. Namun, kabar dari Pak George yang mengatakan acara tetap berlanjut membuat gosip tentang acara yang dibatalkan itu akhirnya menjadi angin lalu. Hingga sekarang CEO mereka ada di sini, tentu membuat mereka bertanya-tanya kiranya ada apakah gerangan? Apakah CEO mereka itu meminta acara ini dihentikan?
Keheningan sempat terjadi. Hanya suara George yang tengah menggoda Shafa terdengar sayup-sayup dari tempat Rangga berdiri. Karyawannya masih berdiri dalam keheningan beberapa saat.
Lalu Rangga memberi kode kepada mereka untuk duduk kembali di kursi mereka. Hal itu memberi kelegaan pada mereka pada akhirnya. Rangga kembali melangkahkan kakinya pada objek yang ditujunya, yakni George dan Shafa. Sedang Shafa karena merasa sempat terjadi keheningan, gadis itu menoleh ke belakang dan tentu saja terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Rangga.
Shafa mematung dengan jepit di tangannya yang dipakainya untuk membalikkan daging di panggangan. Melihat Shafa mematung, George membalikkan badannya dan juga terkejut mendapati Rangga yang tak jauh darinya berdiri.
"Wow ada CEO kita ternyata!" George yang bawaannya memang santai itu akhirnya mencairkan suasana.
"Emang gak boleh gue gabung? " tanya Rangga dengan nada sewot.
Mendengar pertanyaan Rangga tentu saja semua merasa lega.
"Well of course you are! Semuanya mari kita lanjutkan," kata George kemudian.
Rangga menuju George dan Shafa dengan langkah lebar lebar.
"Hai ... udah makan?" tanya Shafa begitu Rangga sudah ada di sebelahnya. Sementara George ada di sisi lain dari tempat Ramgga, jadi Shafa diapit oleh Rangga dan George.
Rangga menggeleng, sementara Shafa tersenyum teduh."Bentar ya, aku ambilkan piring. Mas Rangga mau apa? Sate dan lontong atau mau steak?" tanya Shafa kemudian.
"Sate dan lontong." jawab Rangga singkat.
"Pilihan tepat. Satenya enak banget, Shafa yang masak!" Seru George.
Rangga menatap George jengah. Bule itu ingin menyampaikan bahwa dia sudah mencicipi duluan masakan Shafa. Rangga merasa tak suka dengan itu. Tapi, harusnya dia tak peduli kan?
Beberapa saat kemudian, Shafa sudah datang dengan piring yang berisi lontong dan sate.
"Nih. Mas Rangga makannya duduk gih. Nggak baik makan berdiri. Ibu yang bilang begitu." Shafa menyodorkan piring kepada Rangga. Rangga mengangguk lalu melangkah pelan menuju meja terdekat.
"Beruntung ya Shafa yang naksir dia cowok kayak Pak George. Ganteng, kaya, baik lagi."
"Yang beruntung itu Pak George lah. Shafa tuh kalem, lembut, pinter masak, padahal nggak pernah sekolah di jurusan boga. Kita juga beruntung ada temen kayak dia. Karena dia Pak George kepikiran naekin gaji kita. Shafa di sini membawa keberkahan untuk kita."
Suara suara orang berbincang tentang Shafa dan George terdengar amat jelas di telinga Rangga. Ada rasa tak suka dalam hatinya mendengar itu semua. Rangga memandangi dua orang yang masih betah di depan pemanggang. Shafa dapat menangkap bahwa keduanya tengah berbahagia, entah karena apa.
Melihat itu, Rangga semakin kesal, namun rasa lapar masih menyerang, ditambah sate bikinan Shafa memang terasa lezat. Rangga akan menghabiskannya demgan cepat, agar segera dapat bergabung dengan istri dan sahabatnya.
Sejurus kemudian, Rangga melangkahkan kakinya kembali menuju tempat pemanggangan. Sayup sayup terdengar suara tawa kecil keduanya yang membuat Rangga sedikit kesal mendengarnya.
Rangga berdiri di sebelah kanan Shafa sedang George di sebelah kirinya. Merasa ada yang berdiri di sebelahnya, Shafa menoleh.
"Udah selesai makannya? Mau nambah? Atau mas mau apa? Ada bakso juga. Mas mau?" tanya Shafa, yang membuat Rangga menoleh ke arahnya.
Dari sudut bibir ke arah pipi Rangga menempel saus sate yang agak memanjang. Mungkin akibat makan sate dengan buru-buru tadi. Shafa tersenyum kecil. Diletakannya jepit daging, lalu dia pun mengambil tissue yang tidak jauh dari jangkauannya.
"Makan kok kayak anak kecil," kata Shafa dengan tissue di tangan yang telah mendarat di pipi Rangga. Diusapnya pipi Rangga dengan tissue itu agar hilang saus dari pipi Rangga.
Saat mengusap itu, Rangga dapat melihat Shafa dari dekat, di dalam dada Rangga telah bergendang kuat. Apa itu yang berisik di dalam sana.Eeeeaaaa....apa yang berisik...?Kayak bunyi dentuman musik gitu kali ya...
Jangan lupa bintangnya ya..
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...