(20)

18.9K 1K 4
                                    

"Hah? Masa sih? Enggak aku baik baik aja. Cuma mungkin kecapean. Kamu udah selesai makannya? Mau kubuatkan coklat atau capucino dingin?" tawar Shafa.

"Hmmm....mau coklat dingin aja kalo gitu," jawab George.

Shafa berlalu meninggalkan George sendiri. Sebetulnya Shafa tidak benar benar ingin membuatkan minuman untuk George, hanya saja Shafa merasa perlu menguatkan hatinya yang mendadak rapuh mendengar Rangga makan siang berdua saja dengan Karina.

Shafa telah mengetahui nama wanita yang dicintai Rangga adalah Karina sejak malam jatuh dari tangga sebab Rangga menabarak dirinya. Namun, Shafa tidak mengetahui jika Rangga dan Karina satu kantor. Itu artinya mereka sering bersama. Pantas saja Rangga sering pulang malam, dan pantas saja Shafa sulit menggapai hati Rangga. Kebersamaan mereka membuat bunga cinta antara keduanya semakin berkembang, begitulah pikiran Shafa.

Getar handphone George mengalihkan lamunannya tentang Shafa.

"Hallo...Bule gila lo di mana?"

"Kantin..," jawab George singkat.

"Tumben .... "

"Kan udah gue bilang mau intens ngedeketin Shafa."

"Serius lo makan di kantin? Emang bisa lo makan makanan di kantin? "

"Serius gue, hari ini Shafa yang belajar jadi koki. Arif cuma ngarahin doang. Beneran deh, hari ini cocok di lidah masakan kantin. Tapi jujur sih, apa bukan karena makannya ditemenin Shafa ya? "

"Lu makan berdua Shafa? "

"Ya iya lah Bambaaang ... kan gue mau pedekate"

"Pedekate sih pedekate...inget waktu woi...ini udah lewat jam makan siang. Bentar lagi meeting sama Jayana Corporation. Jangan telat."

"Bawel lu! Gua lagi nungguin Shafa bikin es coklat spesial buat gue. Abis itu baru gue ngantor lagi. Deket ini ...."

"Dibikinin es coklat lu? Enak bener! Sukses dong pedekate lu."

"Yoi bro...pesona gue mana bisa ditolak sih ...."

"Narsis. Abis itu cepetan balik! "

"Oke bos! "

***

Malam ini Rangga pulang lebih awal. Setelah meeting tadi, lelaki itu sedikit mengantuk, mungkin karena malam tadi kurang tidur. Dia pun memilih pulang ke apartemen untuk beristirahat.

Memasuki ruang tamunya pupil matanya membesar karena cahaya yang masuk ke bola matanya sangat sedikit. Lampu belum dihidupkan, tidak seperti kemarin kemarin dirinya pulang, apartemennya telah terang benderang. Memasuki ruang makan yang juga gelap, Rangga tertegun. Biasanya lampu gantung sudah menyala indah menaungi Shafa dengan sinar temaramnya yang tengah duduk di bawahnya. Menunggu Rangga pulang.

Rangga berdecak, pasalnya dirinya kesal, sudah selarut ini tapi gadis itu belum pulang juga. Ah, tapi apa pedulinya? Bukankah mereka telah sepakat untuk tidak saling peduli?

***

Matahari sudah naik sejak tadi dari peraduannya. Telepon genggam Rangga kembali berbunyi nyaring, entah untuk yang keberapa kalinya. Pria atletis yang sekarang tidur dengan shirtless itu tak terganggu sama sekali sedari pertama benda kotak itu bernyanyi dan berputar putar di atas nakas.

Namun rupanya penelepon yang tak menyerah itu terus menghubunginya dan berhasil membangunkannya dalam beberapa menit kemudian.

"Hallo ..."

"Lu di mana bro? Jangan lupa meeting sama Jayana Corp pagi ini! Meeting terakhir sebelum proyek jalan."

"Hah? Ya ampun... "

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang