(14) Tragedi dasi part 4

19K 1K 2
                                    

Shafa menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Rangga. Lalu Shafa mulai melangkah kembali. Rasa lapar gadis itu telah hilang sejak siang tadi. Pikiran kalutnya telah menggantikan rasa lapar pada perutnya. Yang tersisa sekarang adalah letih dan kantuk yang sudah menyengatnya. Shafa tak sabar lagi hendak tidur di kamarnya.

"Bagaimana kalau kita makan di luar. Jam segini mungkin masih ada warung yang buka. Warung nasi goreng mungkin. " Rangga belum menyerah membujuk Shafa.

Lagi lagi Shafa menggeleng. Dan tak berapa langkah lagi, gadis itu akan sampai di lantai dua.

"Aku nggak lapar, Mas. Aku sekarang cuma mau istirahat aja. Tapi, makasih udah nawarin makan. Mungkin lain kali aku tak akan menolak. Maaf Mas, aku ke kamar dulu ya. " Pamit Shafa dan kali ini dibiarkan saja oleh Rangga.

Rangga tak tahu pasti apa yang menyebabkannya jadi sedikit memikirkan kondisi Shafa. Mungkin saja karena Rangga merasa bertanggung jawab pada Shafa karena akibat perintanya lah Shafa begitu.

                                  ***

Pagi telah datang. Dinginnya malam berangsur hilang berganti dengan kehangatan yang diantarkan matahari. Shafa yang terbiasa bangun pagi, telah bersiap hendak menuju dapur. Shafa akan mulai membereskan dapur lebih dulu agar mudah dirinya memasak sarapan.

Saat ini Shafa sudah mulai sibuk merapikan dapur Rangga. Alat alat dapur dan perkakas makan disusun kembali oleh Shafa di kitchen set. Meja juga dibersihkan dari peralatan yang ditaruh asal kemarin oleh Shafa. Suaranya cukup berisik hingga Rangga pun terbangun lebih pagi hari ini.

"Ck! Ganggu orang tidur aja! Kan sudah dibilang suruh orang lain saja yang bereskan." Rangga menyibak selimut yang menutupi tubuh kekarnya itu lalu beringsut menuju dapur tempat Shafa berada sekarang.

Derap kaki Rangga tak terdengar sama sekali oleh Shafa saking berisiknya alat alat dapur yang sedang dirapikan kembali itu.

"Kan sudah kubilang, suruh orang saja yang bersihkan! Kamu bikin berisik tau nggak, aku tidurnya cuma berapa jam semalam! " Dengan nada yang sedikit tinggi namun lebih rendah dari biasanya itu Rangga menginterupsi Shafa.

Shafa terdiam membeku. Dapat dirasakannya nada suara tak suka sarat kemarahan itu. Menarik nafas dalam, Shafa berbalik menatap suaminya itu.

Rangga tersentak. Mata Shafa semakin menghitam di sekitar kelopak matanya, sementara bola matanya memerah. Rangga terdiam, menyesali sesaat kata katanya barusan.

"Aku mau buatkan sarapan, mas. Dari siang kemarin aku belum makan, sementara nggak mungkin kan aku memasak dalam kondisi begini. Maaf udah bangunin mas. " Shafa menunduk menyesal.

Rangga mengusap tengkuknya.

"Ya sudah... Nanti yang lain biarkan saja ada orang yang akan membereskan apartemen kita, " nada suara Rangga semakin rendah.

Shafa berbunga bunga mendengar kata 'kita'. Sebentar kemudian Rangga menaiki tangga kembali menuju kamar atas untuk membersihkan diri.

Dengan wajah ceria Shafa kembali meneruskan pekerjaannya. Setelah dapur kembali rapi, Shafa mulai memasak. Hari ini menunya adalah nasi goreng. Soalnya Shafa lapar sekali. Jadi memilih nasi goreng untuk mengembalikan kekuatan tubuhnya setelah berpeluh kemarin.

Tak lama kemudian, Rangga turun dengan kaos oblong dan celana pendeknya. Rambutnya masih basah, menambah aura ketampanannya membuat Shafa terpana.

"Eheeem," Rangga berdehem untuk mengalihkan Shafa fokus kembali ke masakannya. Rangga bukan tak sadar bahwa Shafa telah jatuh pada pesona dirinya. Namun karena hatinya hanya milik Karina maka dia tak akan membiarkan Shafa jatuh lebih dalam lagi. Untuk itulah dia bersikap acuh pada Shafa.

Shafa tengah menata nasi gorengnya di atas piring. Shafa gugup mendapati Rangga telah duduk di kursi makan. Shafa pun bingung, takut salah. Terakhir kali dia menawari sarapan pada suaminya itu yang terjadi malah Rangga membentaknya. Jadilah Shafa diam, takut Rangga marah kembali. Bukankah sekarang Rangga sedang bagus moodnya, dan Shafa tak ingin merusaknya.

Rangga menatap dalam ke arah Shafa. Dahinya mengernyit tak mengerti dengan Shafa. Bukankah setiap hari dia menawari Rangga sarapan? Nyatanya dia sudah duduk di meja makan bersama gadis itu, malah tak ditawari makan sama sekali.

Sementara Shafa sudah akan menyuapi nasinya ke mulut. Namun tatapan Rangga menghentikan gerakan tangan Shafa. Dia bukan seseorang yang tega makan di depan orang lain sementara orang itu tidak makan. Jadilah Shafa menyodorkan kembali piringnya ke tengah walau lapar yang sangat telah menyerangnya.

Keheningan pun menghampiri mereka. Pasangan itu sama sama terdiam. Rangga yang paling bingung pun memulai bicara.

"Kok nggak dimakan? Bukannya kamu bilang tadi laper? "

"Itu... Aku nggak enak kalo cuma makan sendiri." Jawab Shafa jujur.

"Ya udah aku ikut makan kalo gitu. Masih ada kan? " Ucap Rangga kemudian yang akhirnya kata itu disesalinya. Entah mengapa kata itu meluncur begitu saja. Ah, Rangga hanya ingin Shafa makan saja kan? Karena akibat ulahnya kemarin Shafa tak makan. Ya, karena itu lah ucapan itu keluar dari mulutnya.

Shafa dengan wajah sumringah memindahkan nasi goreng nya ke piring Rangga. Begitu nasi goreng Shafa masuk ke dalam mulutnya, Rangga terdiam. Nasi gorengnya nikmat sekali. Hampir menyamai restoran berkelas rasanya. Namun Rangga tak akan berkata apapun.

Lalu keduanya makan dalam keheningan.

                                  ***

Langit keperakan masih betah menaungi bumi. Apartemen baru saja rapi. Rangga memang memanggil beberapa orang untuk membereskan apartemennya. Sementara makan siang mereka memesan makanan online, karena Rangga masih melihat keletihan di wajah Shafa.

Suara bel tanda tamu datang bersahut sahutan. Dengan tergesa Shafa membukanya. Dan tampaklah seorang pria tampan bermata biru tinggi kekar, berwajah eropa dengan seorang anak kecil yang mirip sekali dengan pria dewasa satunya.

"Cari siapa? " Tanya Shafa ramah.

Cantik... Lelaki itu membatin.

Lelaki itu nampak bingung setelah sedikit terpana dengan kepolosan wajah Shafa. Dia lalu mundur selangkah demi melihat nomor unit apartemen yang ada di dinding luar. Mengernyitkan dahi, mengulum bibir, sementara ibu jari dan telunjuknya sibuk bermain di dagu lancipnya itu.

"Ini apartemen Rangga Hartawan kan? " Bule tampan itu dan diangguki mantap oleh Shafa.

"Silakan masuk, nanti saya panggilkan. " Shafa pun memberi ruang untuk lelaki itu masuk ke dalam apartemen Rangga.

Rangga menuruni anak tangga setelah diberitahu oleh Shafa ada tamu yang menunggunya dan terkejut mendapati George di ruang tamu.

"Hai... George...sudah lama menunggu?" Rangga bertanya agar terkesan ramah. Padahal dalam hatinya diliputi kegugupan. Bukankah tadi yang membuka pintu adalah Shafa? Lalu apa yang mereka bicarakan. Apa George sudah tahu tentang status Shafa? Jangan sampai. Kalau George tahu, pasti Karina akan tahu, dan Rangga tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Berbagai macam pikiran merasuki otak Rangga.

"Belum ... baru saja. Oh ya, cewek yang bukain pintu tadi siapa? Kok bisa ada di sini? Bukannya elo biasa tinggal sendiri?"

Hai jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang