56

17.7K 996 13
                                    

Shafa berjalan melewati koridor apartemen dengan langkah lesu. Sejak Rangga mengelus pipinya, dia sudah bangun sebenarnya. Dia hanya ingin tahu apa yang dilakukan Rangga padanya.

Ungkapan itu, Shafa tahu maknanya. Shafa mengerti kegundahan hati Rangga. Pelan-pelan Shafa merasakan benih cinta mulai bersemayam di antara mereka. Namun, keadaan Karina hari ini, setelah diperkosa akan menjadi beban tersendiri bagi cintanya bersama Rangga.

Seperti inikah akhirnya kisah cinta mereka? Dulu mereka tidak saling cinta, namun setelah sekarang cinta Rangga hadir untuknya, kondisi Karina yang tengah terpuruk tidak mungkin diabaikan begitu saja.

Tidak terasa bulir itu meluruh. Hatinya pedih, menepuk dadanya sendiri Shafa meluruh di lantai sebelah pintu unit apartemen mereka. Terisak di sana. Karina, perempuan itu tengah ada di titik nadir saat ini. Sedangkan suaminya Rangga merasa iba pada sahabatnya itu. Bukan cinta.

Namun bukan tidak mungkin iba itu akan menggiring Rangga kembali pada Karina. Mengingat hal tersebut, kembali melesak lelehan air mata Shafa.

Melangkah gontai, Shafa masuk ke dalam apartemen mereka.

                         ***

Matahari sudah naik sedikit. Panasnya mulai hangat. Sedari tadi Shafa duduk termenung mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja makan.

Gadis itu telah selesai memasak sarapan pagi. Rangga mengiriminya pesan semalam akan pulang sebelum matahari terbit. Namun, hingga kini belum nampak juga batang hidung suaminya itu.

Jemarinya masih mengetuk, sembari menimbang apakah sebaiknya dia menyusul ke rumah sakit membawa pakaian dan sarapan pagi untuk Rangga serta mungkin juga bubur untuk Karina.

Sepertinya Shafa memilih opsi mendatangi Rangga di rumah sakit. Sekaligus menjenguk Karina. Setelah semalaman menangis, Shafa mulai bisa mengendalikan hatinya. Setidaknya tangis itu membuatnya lebih lega.

Shafa membuka sedikit pintu kamar rawat inap Karina. Dapat dilihatnya punggung tegap Rangga di depan sana. Dia masih memakai kemeja kemarin berwarna biru muda dengan celana kain berwarna khaki, telapaknya dimasukkannya ke saku celananya. Suaminya itu tampak menatap Karina yang tengah berbaring. Sejurus kemudian Rangga menaikkan selimut Karina hingga ke dada. Melihat itu semua ada setitik nyeri di hati Shafa. Namun ini bukan saatnya untuk menjadi egois. Kondisi Karina lah yang harus diperhatikan kini.

Shafa mengetuk pintu dengan pelan. Dari pintu Shafa dapat melihat Karina tertidur, karenanya Shafa tidak ingin mengganggu.

Lelaki itu membalikkan tubuhnya demi melihat siapa yang datang. Melihat istrinya di ambang pintu, senyum Rangga terukir sangat lebar pada Shafa.

"Uuum ... aku ganggu?" tanya Shafa dengan suara pelan.

Rangga menggeleng pelan dengan senyum masih terulas. Dihampirinya Shafa, lengan ringkih itu pun dibimbingnya masuk ke dalam kamar Karina dirawat.

"Enggak sama sekali. Maaf aku belum bisa pulang pagi-pagi tadi. Sebab Karina mengamuk dari jam lima tadi. Sebetulnya Mas nggak ngijinin ngasih penenang, mungkin Mas bisa nenangin dia. Tapi, malah Mas dicakar. Akhirnya, disuntik penenang." Rangga bercerita sambil menatap dalam ke mata Shafa.

"Dicakar? Di mana?" tanya Shafa.

Rangga menggulung kemejanya hingga siku, hingga nampaklah goresan merah tidak beraturan di tangan Rangga.

"Masih keluar darahnya sedikit. Belum diobati?" Shafa tak lagi mendengar jawaban Rangga, sebab dia berlalu dari sana untuk meminta beberapa obat untuk mengobati luka Rangga.

"Harusnya secepatnya diobati ini. Ntar infeksi, lho." Shafa membersihkan luka Rangga sekaligus meniup niup luka itu.

Mendapati perhatian begitu, Rangga tersenyum lalu menjawab, "Lukanya kecil, Ngak apalah luka, kan Mas cowok, sayang ...."

Gerakan Shafa terhenti tiba-tiba. Mendengar kata sayang membuat Shafa melayang bahagia. Oh ya ampun senyum pun terbit dari wajah Shafa.

"Mas udah makan?" Shafa mengalihkan pembicaraannya demi menetralkan hatinya yang berdetak tak karuan.

Rangga menggeleng.

"Shafa bawain makanan, makan ya, buat Karina juga ada. Bubur ayam, Shafa beli deket apartemen kita. Shafa gak sempat masak sendiri buburnya. Mas, makan nasi goreng seafood, mau?" tanya Shafa kemudian.

"Apa aja yang kamu bawa, paper bag nya isi baju kan? Mas mandi dulu, ya, baru makan," kata Rangga yang diikuti anggukan pelan Shafa.

                         ***

Telah tiga hari Karina berada di rumah sakit. Selama itu juga, Shafa,  George dan Rangga bergantian menjaga Karina. Kadangkala George malah menjaganya dua kali shift. Jika Shafa giliran menunggui Karina, tak jarang bule itu ikut menemani Shafa. Demi mendekati Shafa tentunya. Membuat Rangga kadang meradang.

Hari ini Shafa yang bergiliran menjaga Karina. Kondisi fisiknya sudah lebih baik dari kemarin.

"Udah?" Shafa bertanya saat Karina telah menandaskan makanannya berupa bubur yang dibuat Shafa pagi tadi.

Karina mengangguk.

"Itu buburnya buat sendiri kan?" tanya Karina.

Shafa mengangguk.

"Rasanya mirip kayak di kantin kita. Aku suka, buburnya nggak bikin eneg," puji Karina.

Shafa terkekeh. Dan melanjutkan membereskan sisa makan Karina di atas nakas.

"Fa ...," panggil Karina sendu.

"Ya ...." Shafa memutar tubuhnya memandang Karina lekat lekat.

"Hmmm ... selama kamu tinggal di apartemen Rangga, apa pernah kamu melihat dia membawa perempuan ke sana?" tanya Karina hati hati.

Alis Shafa bertaut mendengar pertanyaan Karina. Sejurus kemudian, dia menggeleng mantap.

Karina menarik nafas dan menghembuskannya pelan.

"Kalo di rumah Om Dedy, selama kalian di sana, apa pernah juga dia bawa perempuan?" tanya Karina kembali.

Lagi-lagi Shafa menggeleng. Alisnya masih tertaut di tengah.

Karina menunduk lesu. 

"Kenapa memangnya Mbak Karina nanya itu?" tanya Shafa penasaran.

"Ummm ... gini Fa, akhir akhir ini aku ngerasa hati Rangga sudah beralih." Karina menjeda kalimatnya.

"Beralih gimana?" Shafa mulai merasa jantungnya berdetak lebih cepat menunggu jawaban Karina.

"Hmmm ... akhir-akhir ini aku ngerasa kalo Rangga sedang bersamaku tapi hatinya seolah ada di tempat lain." Karina menghentikan kalimatnya sejenak." Seringkali juga Rangga tersenyum sendiri, seperti ABG yang sedang jatuh cinta." Karina melirik Shafa yang terpaku di tempatnya berdiri.

"Maukah kamu membantuku?" tanya Karina kemudian.

"Bantu apa?" tanya Shafa.

"Mencari tahu soal perempuan yang sepertinya sudah mengisi hati Rangga akhir akhir ini, aku ... aku ingin tahu apakah mungkin kami bersatu? Ditambah kondisiku kini, tidak mungkin Rangga mau menerima aku kan?" lirih suara Karina mengungkapkan isi hatinya.

Shafa menggeleng.

"Belum tentu, Mbak sudah bicarakan dengan Mas Rangga? " tanya Shafa.

Karina menggeleng, lalu menjawab, "Sebelum ini aku sudah tanya gimana ke depannya hubungan kami, tapi nampaknya Rangga selalu mengelak diajak bicara tentang hal itu, sehingga aku semakin yakin dengan perasaanku yang mengatakan ada wanita lain di hati Rangga, dan itu yang menyebabkan dia tak mau menjawab pertanyaanku," jawab Karina lagi.

Suara Karina tak dapat lagi didengar jelas oleh Shafa, sebab kini pikirannya berkelana. Dia sudah tahu wanita yang menyebabkan Karina merasa tidak dicintai lagi oleh Rangga . Shafa sangat mengenal orangnya. Wanita itu adalah dirinya. Mengetahui bahwa nyatanya Rangga mulai menunjukkan cinta padanya bahkan saat-saat bersama Karina, hati Shafa bahagia namun bersamaan itu, ada setitik rasa sedih yang turut dirasakannya juga. Shafa sangat memahami isi hati Karina.

Hai aku up nih. Ada yang minta katanya bonus lebaran. Ya deh, aq ga bisa ngasih THR lebaran jadinya kasih kalian bonus cerita aja. Hihihi...

Tapi jangan pelit bintangnya...
Oke? Hehehe

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang