Suasana pesta telah riuh ketika Shafa, George dan Sari tiba di aula kantor mereka. Hampir semua karyawan perusahaan mereka sudah hadir di sana. yang hadir membawa pasangannya.
George membawa Shafa menuju meja VIP yang disediakan untuk para direksi dan dewan komisaris perusahaan mereka. Mereka memang berjalan berdampingan, tanpa sentuhan fisik yang berarti. Shafa gadis terhormat yang sangat disanjung seorang George. Lelaki itu tak pernah menyentuh Shafa berlebihan karena mengetahui Shafa wanita yang menghargai dirinya dengan sangat tinggi. Shafa merupakan cerminan wanita Indonesia yang sopan dan menjaga adat ketimurannya. Dan George menyukai hal itu.
Kedekatannya dengan Shafa menyadarkannya bahwa bumi Indonesia sangat menjaga kehormatan para wanitanya. Di negara inilah George mendapati prinsip bahwa keperawanan seorang wanita hanya akan diterima oleh laki laki yang menjadi suami bagi wanita Indonesia. Sebuah prinsip yang tak akan dijumpainya di tempatnya lahir,
dan itu semua didapati ada pada diri Shafa. Shafa-nya yang bersahaja, terhormat, santun dan anggun dalam bersamaan.George tak lepas memandangi Shafa yang berjalan beriringan dengannya. Sambil melempar senyum keduanya nampak serasi. Dan tanpa mereka sadari di sebuah kursi VIP sepasang bola mata tengah mengamati mereka dengan tatapan terpukau entah untuk berapa lama, namun pandang mata terpana itu pun berlalu berganti dengan tatapan terbakar amarah. Pandangan mata itu menampakkan cemburu bersamaan cinta sekaligus. Dan itu semua tak luput dari pengamatan ketiga orang yang berdiri tak jauh dari lelaki itu. Ketiga orang itu memang sengaja ingin membuktikan praduga salah satu dari mereka selama ini. Tatapan terpukau itu nampak jelas dari bola mata CEO mereka, Rangga sebelum tatap cemburu begitu kentara bagi siapa saja yang mengamati dengan jeli.
"Bener kan? Jadi gimana kesimpulan kalian setelah melihat ini?" tanya Arif komandan mereka dalam investigasi kali ini.
"Ini mah beneran, Mas!" pekik Sari tertahan.
"Iya ... jelas banget," imbuh Ria.
"Tuh kan bener apa kubilang?" kata Arif.
"Kurasa wajar saja Pak Rangga jatuh cinta pada adik angkatnya sendiri. Mereka tidak disatukan dengan ikatan darah bukan?" imbuh Arif.
"Betul, lalu menurut Mas bagaimana dengan Shafa sendiri? Apakah dia mencintai Pak Rangga? Atau dia mulai jatuh hati sama Pak George!?" tanya Sari.
"Aku belum bisa menebak hati Shafa. Gadis itu terlalu pintar menyembunyikan perasaannya," jawab Arif.
"Shafa gadis kalem dan lembut Mas Rif. Akan susah menebaknya," imbuh Ria.
"Ya ... tapi cepat atau lambat dia juga takkan mampu menyembunyikannya. Waktu akan menjawab," sambung Arif.
George dan Shafa telah sampai pada deretan kursi dan meja VIP. Mereka sedang mencari meja khusus George. Sejurus kemudian didapati meja dengan tulisan di atasnya "George Grissham".
"Nah, ayo duduklah." George menarik kursi untuk Shafa duduk dengan anggun.
George dan Shafa sama sekali tak menyadari bahwa di sebelah kursi mereka---namun cukup berjarak---telah duduk pula pasangan yang membuat siapa saja iri dengan mereka. Yang satunya tampan dan satunya cantik. Rangga dan Karina. Meja yang diatur memang menaruh CEO dan wakilnya bersebelahan.
Rangga memandang keduanya sejak pasangan George dan Shafa memasuki aula. Beruntung Karina yang berada di sebelah Rangga tak menyadarinya sama sekali, sebab gadis itu sibuk menelepon.
George dan Shafa tengah berbicara sekaligus tertawa sesekali di sela sela pembicaraan mereka. Entah apa topik yang mereka bahas, sehingga mereka tampak tak terusik sama sekali dengan keberadaan Rangga di sebelah mereka dengan tatapan yang tak dapat dimengerti.
Rangga dapat melihat tatapan memuja yang dilayangkan George---dan dia jengah dengan itu---pada Shafa, istrinya. Istri? Apakah kata itu mulai melekat pada diri Shafa dan tersemat dalam sanubari Rangga, hingga tanpa sadar dirinya menyebut Shafa istrinya dalam hati, dan pastinya kata itu takkan mampu melewati lebih dari pada tenggorokannya.
"Rangga ... " Panggil Karina sebelum gadis itu menutup teleponnya.
Mendengar seseorang memanggil nama Rangga, sontak George yang duduknya tak jauh dari meja Rangga menoleh. Sungguh kehadiran Shafa yang memukau malam ini membuat George tak menyadari keberadaan Rangga.
"Ya ampun di sini rupanya Pak Bos!" pekik George.
"Kenapa rupanya?" tanya Rangga membuat tawa George tak tertahankan lagi. George geli mendengar gaya bicara Rangga yang sok formal.
"Shafa, kita pindah meja aja yuk. Tuh, ke tempetnya Rangga." Pinta George pada Shafa.
Sejenak Shafa meragu. Tadi dia sempat melirik sekilas ke arah di mana Rangga duduk, dan dalam satu kelabat dia dapat memastikan Rangga tengah bersama kekasihnya, Karina. Sebagai istri yang telah jatuh cinta pada pesona suaminya sendiri, pastilah Shafa tak akan sanggup mendapati suaminya sedang berduaan dengan kekasihnya, sementara dirinya yang merupakan istri sahnya di mata hukum dan agama tak dapat berbuat apapun, Shafa merasa kebodohan telah melingkupinya. Bodoh karena mau maunya diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri. Bodoh karena mau maunya dilempar pada sahabat suaminya sendiri seperti barang yang tak berharga sama sekali. Shafa tak memiliki tempat di hati Rangga. Rangga hanya mengukir nama Karina di dalam dadanya itu.
"Fa ...," panggil George dengan lembut setelah kebungkaman dihadirkan Shafa beberapa saat. Shafa menoleh sementara gadis itu mendapati senyum yang memancarkan keteduhan. Shafa tak tahu lagi dengan apa dja menolak permintaan George. Lelaki itu sangat tahu bagaimana melemahkan hati Shafa. Dan sebetulnya Shafa tak menginginkan siapapun yang menaklukkan hatinya. Shafa hanya ingin hatinya takluk pada suaminya sendiri, bukan orang lain. Namun nyatanya, suaminya sendiri yang menginginkan hati Shafa ditaklukkan oleh seseorang yang merupakan sahabatnya sendiri. Shafa miris.
Sejurus kemudian Shafa menggangguk menyetujui keinginan George. Walau dia tahu hatinya akan berdarah darah tak kasat mata menyaksikan kemesraan suaminya dengan kekasihnya. Ke mana Shafa akan mengobati perih hatinya nanti. Namun mau tak mau Shafa harus siap. Bukankah cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi. Bahkan bisa saja sangat sering.
Keduanya berjalan beriringan menuju meja Rangga. Shafa berjalan menunduk. George dengan senyumnya yang sumringah. Sedangkan Rangga tak lepas menatap Shafa dengan tampilannya yang berbeda. Karina mengernyitkan dahinya mendapati pemandangan yang ada di depannya kini. George dengan siapa itu? Mungkinkah dia yang bernama Shafa? Cantik? Gadis itu memiliki kecantikannya sendiri. Kecantikan yang berbeda dengan yang dimiliki Karina. Dia gadis yang lembut, manis, dan lugu bersamaan. Berbeda dengan Karina yang berkarakter berani, ceria namun berkelas. Keduanya memiliki ciri khasnya masing masing yang tak dapat dijadikan perbandingan.
Semakin dekat dengan meja Rangga, Shafa semakin gugup. Gugup bagaimana dirinya tak mampu menyembunyikan air mata kecewanya atau tak mampu menyembunyikannya rasa cemburunya.
Shafa mendongakkan kepalanya saat sudah berada di hadapan pasangan yang membuat hatinya tersayat.
Hai maaf aku lupa hari ini belum up. Kemaleman up nya... Hehehe...
Jangan lupa bintangnya ya, terima kasih ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...