36

18.9K 1K 13
                                    

Shafa tergesa gesa menaiki anak tangga, bahkan dia hampir saja terjungkal karena tersandung anak tangga. Semakin dekat, Shafa tak mendengar apapun, hingga...

Pemandangan itu sungguh membuat hati Shafa merintih. Di kediamannya, bersama suaminya wanita yang tidak punya hak atasnya memiliki hak untuk menyentuh suaminya. Ke mana terbangnya harga diri Shafa?

Rangga tengah memegang dagu Karina dan memandanginya mesra sementara Karina sudah memejamkan mata.

Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Tidak selama ini di rumahku! Aku istri di rumah ini! Kata batin Shafa.

"Mas ... ada George di bawah mau jenguk kamu ...," tegur Shafa.

Seketika kedua insan itu terhenyak mendapati Shafa tengah memergoki mereka. Rangga reflek menurunkan tangannya dan langsung memundurkan tubuhnya. Sedangkan Karina memasang raut masam di wajahnya.

"Oh ... oke ... tumben dia ke sini nggak bilang bilang ...." Rangga menarik tangan Karina untuk keluar dari kamar "yuk ...," ajaknya pada Karina.

Shafa menarik nafas lega, setidaknya dia bisa menjaga martabat rumah tangga dan harga dirinya. Untung sejak tadi pintu kamar Rangga dibiarkan terbuka.

***

Malam masih belum terlalu larut. Shafa membereskan meja makan dan pantri setelah kedua tamu mereka pulang.

Tadi, George sangat menyukai masakan Shafa. Hingga dua kali menambah porsi makannya. Begitu juga Karina, tampaknya dia juga menyukai masakan Shafa. Hanya Rangga yang merasa masakan Shafa biasa saja. Kalau dibanding Arif masih jauh, itulah komentarnya. Ya iyalah, Arif kan koki mereka. Mana mungkin Shafa menyainginya. Beda lagi dengan George, dia bilang lebih suka dengan cita rasa masakan Shafa ketimbang masakan Arif. Tapi mungkin itu karena subjektifitas George saja.

Selesai membereskan dapurnya, Shafa menuju lantai atas untuk segera istirahat di kamarnya. Sepintas dia melihat pintu kamar Rangga yang masih terbuka. Lelaki itu sibuk di depan macbooknya. Shafa mengedikkan bahunya acuh. Lalu masuk ke kamarnya.

Sejurus kemudian gadis itu telah bersiap hendak naik ke peraduan setelah membersihkan diri.

Baru saja akan menarik selimut, Shafa dikejutkan oleh suara ketukan halus di pintu kamarnya.

"Fa ... Shafa ...," panggil Rangga.

Mas Rangga? Mau ngapain? Kata batin Shafa.

Sebetulnya Shafa malas bertemu Ranga. Sejak kejadian Rangga menyebut nama Karina kala menciumnya, ditambah pemandangan di mana Karina dan Rangga akan berciuman, membuat Shafa berniat menghindari Rangga beberapa hari ini.

Hatinya kecewa, sakit dan terlebih rasa malu yang mendominasinya. Malu ternyata dia ikut menikmati cumbuan itu, namun nyatanya ciuman itu bukan untuk dirinya. Segala hasrat, kerinduan Rangga tampaknya hanya diberikan pada Karina saja.

Shafa berdecak malas, mau tidak mau pintu itu harus dibuka.

"Olesin lagi ruamku di punggung," pinta Rangga.

Hah? Nggak salah? Kata batin Shafa.

Shafa tertegun. Masih diingatnya kejadian semalam. Entah mana yang diingatnya menjadi kesan bagi Shafa. Jika ingin jujur, ciuman pertama yang diterima seumur hidupnya itu memang sangat berkesan. Namun, mendapati kenyataan bahwa ciuman itu bukan untuk dirinya, kesan pertama tentang ciuman pertamanya sangatlah buruk. Kesan yang tidak akan diingatnya. Teringat itu, Shafa jadi bertambah kesal.

"Kenapa nggak minta tolong Karina tadi?" Shafa tak tahu mendapat keberanian dari mana saat mengatakan itu.

"Ck! Aku lagi gak mau bercanda," jawab Rangga.

"Siapa bilang aku bercanda?" Shafa memasang wajah kesalnya.

"Beneran nih? Aku telpon Karina sekarang ya? Dan nggak tanggung kalo terjadi sesuatu setelahnya. Kamu tanggung resikonya ya?" ancam Rangga.

Rangga berjalan ke kamarnya hendak mengambil handphonenya. Shafa yang sedang tertegun mengerjapkan matanya tersadar dengan ancaman Rangga barusan, dan panik saat mendengar Rangga sudah menelepon seseorang.

"Hallo!"

Bergegas Shafa masuk ke kamar suaminya, tidak akan dibiarkan hal yang dibayangkan Rangga tadi terjadi.
Dihampirinya suaminya itu setengah berlari. Hingga dia menabrak punggung kokoh itu dan membuat suaminya itu terhuyung. Shafa mengusap keningnya yang tertubruk itu. Rangga membalikkan tubuhnya menghadap Shafa.

"Lia, tolong siapin berkas meeting dengan Raynold Group ya. Besok udah bisa meeting kita. " Rangga menyeringai setelah menutup telponnya.

Shafa melongo. Suaminya itu ternyata menelepon Lia bukan Karina. Rangga mengerjainya. Oh, ya ampun. Shafa merengut. Dia kesal. Segera dia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan Rangga kembali ke kamarnya. Namun baru selangkah dia beringsut, Rangga sudah memegangi pergelangan tangannya.

"Kalau kamu menolak mengobatiku, aku betul-betul akan mengundang Karina untuk mengolesi ruamku bahkan akan kujadikan dia penghangat ranjangku malam ini!" desis Rangga. Shafa menegang. Tidak dia tidak ingin di tempat tinggalnya Rangga mengotorinya dengan dosa.

Shafa berbalik, Rangga senyum menyeringai.

Lagi-lagi entah bagaimana ceritanya mereka berdua sudah bergumul di atas ranjang Rangga. Kejadian di rumah sakit itu kembali terulang. Rangga dengan kondisi hanya menyisakan boxer, sementara Shafa gaun tidurnya sudah naik hingga pahanya. Namun, anehnya Rangga tak lagi menyebut nama Karina saat mencium Shafa. Rangga tak dapat menahan hasratnya untuk mereguk bibir ranum punya Shafa kembali. Sejak malam itu, Rangga merindukan bibir Shafa. Rangga betul-betul tak mengerti.

Adapun Shafa yang pada awalnya menikmati aktivitas intim mereka perlahan mulai menyadari kekeliruan ini. Dia ingat baru siang tadi Rangga hendak mencium Karina, dan sekarang menciuminya juga. Shafa berpikir sepertinya Rangga kesal karena tidak dapat mencium Karina, hingga Shafalah sekarang yang jadi pelampiasannya. Shafa melepas ciuman Rangga, lalu menatap Rangga dengan gugup. Rangga membuka matanya untuk menatap dalam-dalam mata istrinya itu. Diusapnya dengan jempol bibir yang mulai dirinduinya itu sementara keempat jemarinya menangkup satu sisi pipi Shafa.

Shafa menurunkan tangan Rangga dari wajahnya, sebelum dia beringsut dari ranjang Rangga. Suaminya itu hanya bisa menatap kepergian Shafa dengan bingung, hingga tanpa disadarinya, Shafa telah menghilang dari balik daun pintu kamarnya.

***

Setelah kejadian malam itu, Shafa terus menerus menghindari Rangga. Dia tak ingin jika melihat Rangga dia akan ingat kejadian ciumannya yang menjadi kesan pertama yang buruk. Jika ciuman pertamanya bukan untuk dirinya, adapun ciuman keduanya hanya pelampiasan karena suaminya itu batal mencium kekasihnya.

Oh ayolah, tidak mungkinkan ciuman di kamar Rangga waktu itu karena Rangga mencintainya? Mustahil 'kan? Sementara sebelum-sebelumnya dia selalu mengabaikan Shafa. Gadis itu yakin tidak akan semudah itu Rangga berpindah hati padanya.

Rangga merasakan Shafa menghindarinya sebanyak mungkin. Jika Rangga masuk ke kantin kantor, Shafa yang menyadari kedatangan Rangga terlebih dahulu, akan segera masuk ke dalam pantri dan tak akan keluar lagi dari sana hingga Rangga kembali ke ruang kerjanya. Padahal Rangga di kantin memang ingin menatap istrinya itu. Menurutnya dia hanya ingin memastikan bahwa Shafa baik baik saja. Namun, nampaknya setelah hari kelima Shafa menghindarinya, Rangga melihat Shafa ada di taman samping. Segera dihampirinya istrinya itu.

"Mengapa kau menghindariku beberapa hari ini?"

Shafa menegang. Suara itu? Suara yang amat ingin dihindarinya.

"A-a-aku ...."

Genks kasian ya Rangga dapet ciumannya cuma sebentar. Hahaha... Kagak berasa...
Btw thanks ya udah komen. Aku seneng lho sama komennya. Cuma kadang notif komennya ketimbun ama notif laen. Jadi ada yg kubaca ada yang nggak. Jangan kapok ya buat komen, hehehe.

Daaan seperti biasa jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang