55

18.3K 979 13
                                    

Rangga melajukan mobilnya dengan kencang membuat Shafa memegangi tali safety beltnya erat-erat dengan tangan berkeringat karena gugup dan takut. Rangga diam seribu bahasa melajukan mobilnya penuh konsentrasi. Wajahnya tegang dan menahan gelegak amarah. Shafa pun memilih bungkam di sana.

Mereka berdua diliputi kecemasan tingkat tinggi, telepon dari Karina tadi tentu membuat mereka panik. Kabar yang sungguh meruntuhkan dunia Rangga. Bahkan Shafa saja takut luar biasa mendengar telepon Karina baru saja.

Rangga membawa mobilnya memasuki jalan kecil yang hanya bisa dilewati sebuah mobil dan sebuah motor jika berpas-pasan. Tidak lama kemudian, bertemulah mereka dengan sebuah warung kecil di tepi jalan di seberang tempat Rangga memarkirkan mobilnya. Dengan sigap dan cepat Rangga membuka safety belt dan pintu mobil, melesat menuju bangunan yang sepertinya lama tidak dihuni itu. Rangga membuka dengan menendang pintu kuat-kuat.

Hingga tersibaklah sebuah pemandangan menusuk hati. Karina dengan baju compang camping dan rambut yang berantakan setengah tak sadarkan diri. Rangga menatapnya dengan tatapan nanar.

"Riiin ...," panggil Rangga. Karina mendongakkan kepalanya. Terlihat dia tengah mendekap tubuhnya untuk menutupi bagian depan dressnya yang telah robek.

Shafa membuka cardigannya lalu menyampirkannya pada Karina. Dia memang sering memakai cardigan jika mengendarai mobil dengan Rangga. Dia tak tahan dingin, sedang Rangga tak tahan jika pendingin mobil atau ruangan tidak sesuai dengan keinginannya. Dia mudah berkeringat.

Shafa memeluk Karina mencoba menguatkan. Karina menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Shafa. Isak tangis itu membuat Rangga kesal. Lelaki itu memukul dinding warung di sana berulang-ulang.

Shafa yang melihat Rangga memukul dinding itu segera melerai dekapannya pada Karina dan dengan langkah cepat mendekati Rangga.

Shafa menarik lengan Rangga menjauhi dinding. Gadis itu menggeleng pada Rangga. Lelaki itu menatap Shafa dengan tatapan yang penuh kilatan amarah luar biasa sekaligus tatapan mengadu pada istrinya itu bahwa dia terluka melihat kondisi Karina.

"Kita bawa Karina ke rumah sakit sekarang ya," bujuk Shafa.

Rangga mengangguk. Didekatinya Karina lalu digendongnya menuju mobil mereka terparkir tadi.

Rangga mengendarai mobil SUV nya dengan kecepatan tinggi. Mobil yang dibawanya ini agak besar walau kecepatannya lumayan, namun di tempat tertentu agak kurang lincah. Mereka memilih membawa SUV karena ada beberapa kebutuhan rumah yang berukuran lumayan untuk dibawa.

Karina dilarikan Rangga ke IGD. Ada setitik nyeri di hati Shafa melihat kepanikan Rangga atas kejadian yang menimpa Karina.
Shafa dapat melihat kekuatiran itu. Di hati Rangga masih bertahta nama Karina. Nyatanya kedekatan mereka beberapa hari ini adalah semu. Karina masih mendominasi hati Rangga.

Rangga menundukkan kepalanya menunggu Karina diberi tindakan medis di IGD. Sementara Shafa yang duduk berjauhan dengan Rangga menopang dagunya lesu. Mereka berdua tak ada yang memulai bicara. Aura ketegangan menguar di antara mereka.

"Keluarga Ibu Karina ...," panggil sang perawat di depan pintu IGD.

"Ya, saya," jawab Rangga.

"Korban mengalami kekerasan seksual. Beruntung tidak terlalu parah. Mau divisum?" tanya si perawat.

Rangga menoleh pada Shafa meminta pendapat gadis itu. Shafa pun mendekat pada Rangga.

"Visum aja, siapa tahu perlu suatu hari nanti," saran Shafa.

Rangga mengangguk.

"Visum aja, Mbak. Bagaimana kondisinya?" tanya Rangga.

"Dia agak terguncang, dan ada beberapa luka luar namun sudah kami berikan obat untuk mempercepat kesembuhan lukanya. Mudah mudahan dia cepet pulih. Sebentar lagi akan kami pindahkan ke ruangan, silakan mau masuk untuk menemaninya sebentar.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang