(25)

20.2K 1.4K 5
                                    

Rangga mengernyitkan dahi, tanda berpikir keras. Dirinya masih tak mengerti mengapa mi
"Jadi...apa sebenarnya yang mengganggumu? Kebijakan kenaikan gaji atau izin atas pesta yang diadakan di kantin?" tanya George mengalihkan lamunan Rangga.

Pertanyaan George membuyarkan lamunannya. Rangga kemudian menatap George dengan tatapan bingung.

"Lo ini kenapa sih, Ngga? Lo ada masalah? Nggak biasanya lo kayak gini?" tanya George.

"Nggak biasa gimana maksud lo?" tanya Rangga.

"Lo kayak orang uring uringan, gak jelas, dan kayak orang ... bingung gitu ...," tanya George kemudian.

"Ah! Nggak apa apa, perasaan lo aja," jawab Rangga.

Ada apa emangnya sama gue? Batin Rangga.

"Jadi gimana, Ngga? Sudah selesai bahasan kita?" tanya George.

Rangga tampak berpikir sebentar. Suasana pun hening. George menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian Rangga menggangguk.

"Oke kalo gitu, berarti tuh anak kantin udah gak ada kendala lagi kan? Thanks ya, Ngga. Lo kayaknya butuh pikinik. Pikiran lo kemana mana, gue ngeliat lo punya masalah. Cepet selesain lah. Gak baik buat perusahaan kita kalo lo gini," nasehat George.

George berlenggang keluar ruangan Rangga, setelah kelebat bayangan George menghilang di balik pintu, Rangga mendesah kuat. Dirinya bingung apa yang terjadi pada dirinya yang uring uringan. Apa ini semua karena kedekatan George dan Shafa? Mungkinkah?

                                  ***

"Seneng nggak?"

"Seneng banget, dong. Thanks ya udah bantuin kita. Temen temen pada happy nih."

"Asal kamu seneng, itu yang paling penting."

"Hah?"

"Asal kamu seneng, itu yang paling penting."

"Eh...?"

"Asal ...."

"Stop...stop...stop...udah...eng...jangan diterusin."

"Jelas kan suaraku? Gak putus putus kan?"

"Jelas kok!"

"Terus kenapa, hah heh hah heh aja?"

"E ... enggak kok, gak kenapa napa. Oh iya, kita mulainya jam tujuh ya."

"Oh oke, gak jadi jam limanya?"

"Enggak, Mas Arif bisanya jam tujuh. Lagian enaknya barbeque an kan malem malem apalagi pas bulan lagi purnama."

"Oke, tunggu aku ya... "

"Oke."

George menutup panggilan gawainya dengan Shafa. Dia sudah tak sabar lagi ingin bertemu Shafa malam nanti di pesta kantin. Seharian ini George berkutat dengan banyak pekerjaan, hingga hari ini dia tak bisa makan siang di kantin. Dia hanya minta diantarkan makan siang dari kantin. Dia harus menuntaskan pekerjaannya agar bisa hadir pada pesta di kantin.

Tumpukan pekerjaan itu akibat Rangga yang melimpahkan tugas tugasnya pada George dengan alasan kepalanya sedang pusing. Padahal, George tahu Rangga sedang berbohong. Rangga ingin mengerjai dirinya.

Namun mengingat pagi tadi mereka sudah cukup berdebat panjang, kali ini George membiarkan Rangga melampiaskan kekesalannya __yang entah karena apa__pada George. Asalkan saja Rangga tidak menyuruh George menggantikan tugasnya di malam jam tujuh nanti.

"Lia, kasih tau Dinda kasih tau dia jam empat bosnya wakilin gue tanda tangan MOU sama PLN untuk pemasangan listrik di cluster gardenia," titah Rangga pada Lia sang sekretaris lewat interkomnya.

"Oke pak!"

"Din, lo kasi tau bos lo jam empat dateng ke PLN untuk tanda tangan MOU ya! Disuruh Pak Rangga noh! " Kata Lia pada Dinda yang ruangannya bersebelahan dengan Lia.

"Ih...ya ampun...bisa bisa gue gak pulang malem ini, Lia! Tumben hari ini bos lo ngasih tugas banyak banget hari ini. Lagian itu MOU kan bisa berkasnya aja yang ditanda tangani. Gak perlu ceremonial banget kayak gitu lagi, beb, nih gue takutnya ntar abis dari situ ada kerjaan laen lagi dari bos lo ke Pak George. Lah gue? Kapan pulangnya gue?" keluh Dinda.

"Gue juga gak ngerti sama bos gue, uring uringan tau dia hari ini. Udah sekarang lo buru kasih tau bos lo. Ntar, gue coba ngomong ke Pak Rangga untuk mastiin abis ini kerjaan bos lo kelar. Abis gitu lo bisa pulang deh," Imbuh Lia.

"Thanks ya."

"Yoi."

Sinar jingga telah keluar saat ini. Pertanda petang menuju malam sudah tiba. George melajukan mobilnya dengan sangat kencang agar segera sampai ke kantor kembali. Pekerjaannya hari ini tuntas sudah.

Dia yakin hari ini Rangga memang menghabisinya lewat tumpukan pekrjaan, hingga MOU dengan pihak Perusahaan Listrik Negara yang sebetulnya cukup dengan penandatanganan berkas pun harus dilakukan secara ceremonial. Namun, selama itu tidak mengganggu jam perayaan hamil istrinya Arif, George takkan mempermasalahkannya.

Tinggal menemui tambatan hatinya sesaat lagi. George yakin pesta kecil mereka akan meriah. Dia tak sabar lagi ingin bergabung bersama para karyawannya itu.

Rangga melajukan mobil BMW sportnya dengan santai tanpa beban petang ini. Misinya menjauhkan Shafa dan George hari ini berjalan sempurna. Hah? Tapi untuk apa dirinya melakukan itu? Yah, karena kelancangan George saja yang sudah mengambil dua keputusan sendiri dan itu semua berkaitan dengan Shafa. Rangga kembali mumet sendiri. Sebetulnya ini semua karena Shafa ataukah karena keputusan yang diambil George.

Gawai Rangga berbunyi.

"Ada apa Lia? "

"............"

"Oh oke, tengkiu Lia. Lo tarok aja di meja gue, gue balik sekarang."

Baru saja Lia menghubungi Rangga dan mengatakan tentang macbook nya yang tertinggal di kantor. Rangga mengutuk dalam hati karena meninggalkan barang sepenting itu di kantor. Jika diletakkan di brankas, tentu tak akan masalah.Namun Lia tadi bilang macbook nya ada di meja. Rsngga tak mau ambil resiko, data dan rahasia perusahaan ada di sana. Dan Rangga tak mungkin meninggalkannya di kantor. Dia harus mengambilnya. Sebentar saja lelaki itu memutar balik mobil sportnya menuju kantor mereka.

Memasuki pelataran parkir kantor, Rangga dikejutkan oleh sebuah mobil yang sudah terparkir rapi. Berbagai pertanyaan mulai bersarang di otaknya. Mengapa mobil itu masih ada di kantor mereka? Mobil yang sama jenis dan serinya dengan mobil yang dipakai Rangga. Mobil fasilitas perusahaan untuk para eksekutif. Dan mobil jenis itu, cuma dipakai CEO dan wakilnya. Ya, kembaran mobil Rangga yang dipakai George namun hanya berbeda warna itu masih ada di kantor.

Rangga tentu saja heran mengingat sekarang sudah pukul tujuh malam. Semua tugas yang diberikan Rangga sudah tuntas dikerjakan George. Lalu ke mana sahabatnya itu?

Rangga berlari menuju lift khusus eksekutif dan segera mengarah ke lantai paling atas tempat di mana ruangan dia dan George berada. Langkahnya berhenti seketika saat berada di depan ruangan George. Ruangannya tertutup. Rangga menggerakkan kenop pintu. Terkunci. Lalu di mana George?

Rangga berpikir keras. Apa mungkin di kantin? Bukankah tadi Lia mendapat info acara mereka akan dimulai pada jam lima? Sehingga Rangga mengirim George ke kantor PLN untuk menandatangani MOU dengan PLN, agar bule itu tidak bisa mengikuti acara anak anak kantin. Jika George tidak ada di ruangannya sekarang, lalu di mana dia?

Rangga harus mencari tahu.

Sedetik waktu anda menekan bintang sangat berharga sekali bagi kami

Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang