Melihat gelagat yang kurang bersahabat dari raut Rangga, Shafa memilih untuk tidak bersuara. Paling tidak untuk detik ini.
Rangga berderap ke kamar mandi tanpa menoleh sedikit pun pada Shafa. Gadis itu menghela nafasnya pelan. Dia yakin yang datang ke kamarnya malam ini adalah Rangga yang asli, Rangga yang tidak sedang berakting. Lebih baik Shafa memunguti segala pakaian kerja yang dilepas Rangga secara asal dengan melempar-lemparkannya tadi untuk kemudian ditaruh di tempat semestinya.
Shafa pada akhirnya memilih untuk tidur di sofa mengingat suasana hati Rangga yang sedang memburuk.
Meregangkan tubuhnya sebentar, Shafa terlelap tak lama kemudian dengan selimut tipis yang dibawanya dari apartemen. Tidak sia sia Shafa membawanya, berguna juga ternyata. Bukan tanpa alasan Shafa membawa selimut itu, dia tahu Rangga yang jika tidur akan mengatur suhu ruangan dengan suhu dingin yang menusuk tulang bagi Shafa, gadis itu sudah memperkirakan dia akan kedinginan jika tidur satu kamar dengan Rangga. Sementara Shafa juga sudah menyiapkan diri jika Rangga memilih tidur berpisah dengannya maka selimut itu paling tidak akan membantunya. Dan Shafa tak salah dengan perkiraannya.
Rangga yang telah selesai mandi menyapu seluruh sudut ruangan di kamarnya untuk mencari istrinya yang tadi tengah duduk di meja rias. Ternyata dia tidur di sofa. Ah, terserah dia saja. Malah lebih bagus, itulah isi kepala Rangga.
Rangga sulit memejamkan matanya. Kilasan-kilasan kejadian siang tadi masih berbekas kuat dalam ingatannya. Karina mendatanginya di ruang kerja selepas jam makan siang berakhir. Kilatan amarah nampak jelas di matanya. Dia dalam kondisi labil itu yang dipahami Rangga setelah mendengar cerita dia.
Ibu Karina kembali mengalami drop semalam. Dan Karina membutuhkan Rangga ada di sisinya. Nyatanya kekasihnya itu tidak mengindahkan teleponnya padahal sudah puluhan kali Karina melakukan panggilan. Bukannya Ranggga mengabaikan panggilan Karina. Hanya saja, keberadaan dia dan Shafa di rumah orang tuanya membuat Rangga tidak berani menanggapi telepon Karina.
Ternyata kekasihnya itu menelepon untuk mengabarkan bahwa ibunya kembali mengalami penurunan. Stroke yang dialami Ibu Karina semakin menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih parah dari sebelumnya.
Sementara Karina yang rapuh berharap Rangga ada bersamanya. Kenyataan pahit itu diterima Rangga dengan perasaan tidak karuan. Rasa bersalah yang mendominasi tentu saja. Dia masih membuat Karina dalam posisi mengambang dengan janji pernikahan yang pernah dibuatnya. Rangga saat ini belum bisa menemukan cara untuk mengatakan yang sesungguhnya pada ibunya. Apalagi sekarang kondisi sedang tidak kondusif sebab Eyang Rangga tengah sakit.
Rangga memijit pelipisnya. Dia hanya tak ingin ibunya banyak berpikir tentang penyakit eyang dan ayahnya yang tengah mengurusi eyang. Sore tadi Rangga ditelepon ayahnya untuk mengingatkan Rangga agar tidak memberitahukan kondisi eyang yang semakin parah. Ayah Rangga berharap anaknya itu dapat membuat ibu mereka lebih tenang dan tidak banyak terbebani dengan kepergian ayah yang tengah merawat Eyang Rangga.
Rangga betul betul berada dalam dilema. Antara ingin menepati janjinya pada Karina dan tidak ingin menambah beban pada orang tuanya tentu saja.
Rasa kantuk yang sangat menyengat pada akhirnya mengantarkan Rangga pada tidurnya yang lelap.
***Pagi ini sungguh indah dan sejuk. Matahari masih malu malu memperlihatkan dirinya saat Shafa sudah mulai berkutat dengan aktifitas memasak sarapan untuk keluarganya. Kali ini dia akan memasak sendiri, karena sejak semalam ibu mertuanya mengeluh sakit kepala dan memilih tidur setelah makan malam bersama Shafa.
Terdengar derap kaki menuruni tangga dan menuju ruang makan berikutnya. Jika tidak salah duga, Shafa menebak itu sudah pasti Rangga. Shafa yang tengah mengaduk bubur untuk mertuanya itu tak menoleh sama sekali ke arah orang yang tengah melangkah mendekatinya.
Rangga menghampiri kulkas dan mengambil sebotol air mineral dan menandaskannya dalam waktu yang relatif singkat.
"Air mineral di kamar habis ya?" tanya Shafa.
"Udah tau nanya," jawab Rangga. Shafa terdiam mendengarnya. Shafa lupa jika saat ini hanya ada mereka berdua di pantry. Sementara Rangga merasa pagi ini mood nya tengah buruk. Pikiran mengenai Karina kembali berseliweran di kepalanya membuat dia tambah tidak bersemangat pagi ini.
Rangga melangkah kembali menuju kamar meninggalkan Shafa karena dirinya harus bersiap hendak berangkat ke kantor.
Shafa baru saja keluar dari kamar mertuanya__untuk mengantar bubur__ketika dia mendapati suaminya sudah rapi sekali dengan jas dan dasi yang juga telah rapi menggantung pada kerah kemeja Rangga.
Santi anak Mang Asep tengah menuang teh untuk Rangga saat Shafa telah mendaratkan dirinya untuk duduk di kursi makan berhadapan dengan Rangga. Suasana hening. Mereka hanya sarapan berdua. Ibu Rangga sarapan di kamar dengan disuapi Shafa baru saja.
Dari ekor matanya Shafa dapat melihat jika Rangga tengah mengambil nasi uduk dan ayam goreng untuknya sendiri. Lelaki itu makan dengan tenang. Shafa memilih memoles roti dengan selai coklat, dia kurang bernafsu makan pagi ini, entah karena apa. Sarapan selembar roti dan segelas susu sudah cukup mengganjal perutnya pagi ini.
Melihat Rangga yang tidak berbicara, Shafa pun memilih untuk tidak mencairkan suasana pagi ini dengan percakapan bersama suaminya. Shafa tidak ingin menaruh kecewa yang lebih dalam di hatinya. Dia tak ingin Rangga menorehkan luka kembali di hati dengan sikap dan kata katanya.
Pagi kemarin adalah keajaiban bagi Shafa mendapati sikap romantis Rangga. Itu semua tentu karena kemarin Ibu Rangga ikut sarapan berama mereka. Sedangkan pagi ini jangan harap, Rangga takkan mengulang apa yang dilakukannnya kemarin. Alih alih akan bertingkah seperti kemarin yang ada Shafa akan mendapati kata kata nan ketus dan sikap dingin dari Rangga seperti pagi tadi saat Shafa tengah masak.
"Aku sudah selesai..," pamit Shafa sebelum beranjak dari kursinya.
"Apa begitu tingkah seorang istri?" Tanya Rangga sinis.
Hah? Tuh kan labil sih! Serba salah kan jadinya. Kalo aku diemin dibilangnya salah. Kalo aku nanya, jawabnya sinis. Nih orang maunya apa sih? Kata batin Shafa
"Antar aku sampai ke pintu," titah Rangga.
Shafa mengekor di belakang Rangga hingga teras depan rumah orang tua Rangga. Lelaki itu membalikkan tubuhnya menghadap Shafa dan menatap lekat istrinya itu.
Ini akting bukan sih. Shafa menoleh ke belakang untuk mencari ada siapa di belakang mereka. Mungkin saja ibu sudah turun, tapi ternyata tidak ada siapapun. Jadi, kenapa dia mulai bertingkah aneh lagi? Tanya Shafa dalam hati.
"Yang ini kau sudah janji kan? Masa mau diingetin terus?" Rangga memperingatkan Shafa.
"Janji? Apa?"
Dasar Rangga labil! Plin plan! Getok aja nih!
Eh, tapi Rangga nanya apa ya soal janji sama Shafa?
Nantikan jawabannya di next part ya!
Daaan, jangan lupa bintangnya...
Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...