59

19.5K 970 24
                                    

Rangga memegangi kepalanya yang pening. Sudah dua hari lelaki itu tidak bisa bangkit dengan benar dari tempat tidur. Setelah pulang dari panti asuhan Shafa, dia mengalami demam tinggi. Dalam kesendiriannya, lelaki itu benar-benar dalam kondisi terpuruk. Jiwa dan raganya sakit.

Malam itu, dia tidak bertemu dengan Shafa. Lelaki yang membuka pintu itu adalah petugas panti yang tengah patroli malam sebelum tidur untuk memeriksa terkunci atau tidaknya pintu kantor. Lelaki itu melihat pintu yang bergetar sebab digedor oleh Rangga. Derasnya hujan menenggelamkan suara Rangga. Lelaki itu yang kemudian menjawab bahwa Shafa tidak ada di sana.

Merasa lelaki itu menjawab jujur, Rangga pun pulang ke apartemennya.

***

Shafa tengah menata pot-pot kembang yang ada di taman samping panti, saat Diana gadis kecil penghuni panti memanggilnya. Gadis itu memilih kembali ke panti untuk sementara waktu. Dia akan mencari pekerjaan dan hidup mandiri serta jauh dari kota Jakarta untuk melupakan segala kegundahan hati. Ingin rasanya pergi jauh, tapi dia tidak memiliki cukup uang untuk melakukan perjalanan jauh. Jadi untuk sementara waktu dia menetap di panti.

"Kak Shafa ...," panggil Diana.

Sontak Shafa menoleh dan mengernyitkan dahinya.

"Ada yang nyariin ...," lapor Diana.

"Siapa?" tanya Shafa.

Diana hanya mengedikkan bahu, lalu berlalu dari sana dengan berlari kecil.

Shafa melangkah menuju ruang tunggu untuk para tamu yang disediakan panti asuhan. Menekan knop pintu dan menyembulkan kepala dari balik daun pintu untuk melihat siapa yang ada di dalamnya.

Shafa menegang. Matanya tidak berkedip melihat siapa yang datang. Tumitnya hendak diputar balik. Namun, hatinya enggan. Hingga pilihan Shafa pada akhirnya adalah menemui tamu itu.

Lelaki itu memutar tubuhnya bersamaan dengan Shafa masuk ke ruang tunggu panti asuhan sebelum Shafa memindai keseluruhan ruangan. Di sofa dekat sudut telah duduk laki laki manis yang dengan sumringah disongsong oleh Shafa.

Gadis itu melangkah ceria mendekati si lelaki yang dengan santainya memainkan ponsel. Shafa bersimpuh mensejajarkan diri dengannya.

"Hai ... Nick," sapa Shafa.

Nick mengalihkan pandangannya dari ponsel ke sepasang iris milik Shafa. Senyum sumringah, Nick memeluk leher Shafa erat disertai dengan gadis itu mengecup pipi Nick.

Sekitar dua menit keduanya berada pada posisi itu. Mengurai pelukannya, Shafa mengacak rambut Nick dan beranjak dari ketersimpuhannya untuk kemudian berdiri sebelum berbalik berhadapan dengan George.

Sesaat keduanya terpaku, George yang ternyata tengah memusatkan pandangannya pada Shafa dalam dalam sementara telapak tangannya dimasukkan kedua saku celana kainnya. Siapapun akan terpukau dengan posenya yang seperti itu. Jangan lupakan ketampanannya.

Shafa mengerjapkan matanya sebelum memutus kontak mata antara mereka berdua.

"Ha--hai ...," sapa George.

"Hai, duduklah George," Shafa berderap menuju sofa panjang yang diikuti George pula duduk di sofa yang sama, dan sama sama pula menempati ujung sofa hingga ruang tengah sofa jadi kosong.

"Dari mana kamu tahu aku di sini?" tanya Shafa.

"Hmmm ... ada deh ...," jawab George.

"Hmm ... pasti dari Sari," tebak Shafa.

"Hahaha ... kamu benar," imbuh George.

"Aku mencarimu ke apartemen tapi kamu nggak ada. Nanya ke Rangga jawabnya nggak tahu. Aku pikir kamu masuk kantin, jadi aku ke sana nyariin kamu, terus Sari bilang kamu lagi di panti," terang George.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang