Bab 49

17.3K 1K 27
                                    

Pagi itu masih gelap saat Shafa hendak menggerakkan tubuhnya turun dari tempatnya tidur. Namun, ada yang aneh pagi ini. Sebuah telapak tangan hangat melingkupi bagian perutnya saat seketika kesadarannya menyatu sempurna. Shafa membeku di sana.

Sangat jelas dalam ingatannya jika malam tadi dirinya tidur di sofa. Tidak perlu mengulang ingatannya kembali untuk memastikan di mana tempatnya semalam. Dia sangat yakin tidurnya di sofa. Dia tidak amnesia bukan? Namanya Shafa dengan nomor sepatu tiga puluh sembilan. Betul! Dia tidak amnesia.

Lalu bagaimana dia bisa ada dalam rengkuhan tangan lelaki yang tidur menghadap ke arah punggungnya ini? Seketika Shafa merasakan hatinya berbunga. Senyum tipis menghiasi bibirnya kini. Dia yakin, Rangga yang memindahkannya malam tadi.

Dibungkusnya telapak Rangga dengan telapak mungilnya itu. Dia hanya ingin membalas pelukan itu. Walau dalam kondisi Rangga tidak sadar seperti ini. Dia ingin menyalurkan juga rasa cintanya melalui jemarinya. Bolehkah?

Shafa hanya ingin suatu hari nanti setidaknya ada yang bisa dia kenang tentang apa itu bahagia di dalam kebersamaannya dengan Rangga. Dia ingin agar nantinya dia tidak membenci Rangga sepenuhnya jika nyatanya hanya luka yang dia terima selama ini. Dia ingin dengan kenangan yang mereka cipatakan ini, dia tidak akan membenci Rangga sepenuhnya, karena ada bagian di mana dia pernah merasa apa itu dicintai. Sekalipun itu dalam tidur damai lelaki yang dicintainya.

Setidaknya kali ini Rangga tidak bersandiwara memeluknya hangat, sekali saja dalam tidur lelapnya ini Shafa berharap Rangga melakukannya dengan sepenuh hati.

Ibu jarinya tanpa sadar mengelus punggung telapak besar milik Rangga. Tidak ingin rasanya melepas genggaman itu, namun ada setitik kekuatiran mulai menggerogoti hatinya lamat-lamat.

Bagaimana jika Rangga tidak menyukai genggaman balasan dari Shafa? Bagaimana jika memang Rangga menganggap yang tidur dengannya ini adalah Karina.

Ah, tidak! Shafa tidak boleh menaruh harapan itu tinggi. Rangga tidak mungkin memeluknya. Perlahan Shafa mengangkat telapak itu, namun seketika tangan Rangga memeluknya erat membuat usaha Shafa merenggangkan pelukan itu sia-sia belaka. Dari belakang punggungnya dia justru merasakan tubuh Rangga bergeser mendekati punggungnya. Dan...

Cup...

Sebuah kecupan di sisi kanan belakang kepala Shafa terasa menghangatkan sekujur tubuh Shafa. Matanya sama sekali tak berkedip. Betulkah? Belum sempat otaknya mencerna apa yang dialaminya, sebuah bisikan datang dari belakang telinga kanannya.

"Jangan kemana-mana dulu ...," sekarang telapak Rangga berpindah menyelimuti telapak mungil milik Shafa. Dan pada akhirnya Shafa memang tak bisa kemana-mana.

Rengkuhan itu membuatnya tidak berdaya, katakanlah hatinya yang tidak tahu malu membiarkan Rangga melakukan itu, padahal dirinya tahu hati Rangga bukan untuknya.

Biarlah seperti ini sesaat saja. Dia menerima perlakuan palsu dari Rangga. Biarkan untuk saat ini dia memiliki raga Rangga namun bukan jiwanya.

"Mas ...," panggil Shafa lirih. Entah mengapa setelah beberapa saat kebekuan membungkus keduanya, Shafa merasa hatinya tergelitik ingin tahu apakah Rangga sadar siapa yang dipeluknya kini. Apakah lagi lagi Rangga akan menganggapnya sebagai Karina?

"Hmmm," balas Rangga.

"Aku ... mau ke dapur." Ah kenapa pula kalimat itu yang meluncur dari bibir lancangnya. Bagaimana jika Rangga mengijinkan dan melepaskan pelukannya. Shafa merasa menyesal menjawab dengan kata itu.

"Nanti aja, Fa..., masih pagi. Aku masih ngantuk..., " jawab Rangga.

Apa?!

Bibir Rangga mengucap kata Fa. Dirinya kan yang dimaksud Rangga? Bukankah antara Shafa dan Karina terlalu jauh perbedaan pelafalan nama? Tidak mungkin 'kan?

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang