53

18K 984 17
                                    

Malam kian larut, Rangga melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Seharian menemani Karina yang tengah berduka tidak melenyapkan pikirannya dari rumah sama sekali. Sejauh apa pun kau pergi, nyatanya rumah adalah tempat yang akan menjadi pelepas penat, serta seseorang yang kau tahu akan menunggu kehadiranmu. Mengingat itu, Rangga menekan pedal gasnya lebih dalam melesat membelah jalanan malam yang pekat.

"Belum tidur?" tanya Rangga begitu melihat Shafa duduk di sofa depan televisi. Gadis itu menoleh.

"Oh ... udah pulang?" Shafa bangkit dari sofa membuka jas Rangga dan mengapitnya di lengannya sendiri.

"Kamu masak apa? Aku mau makan," Rangga menggulung lengan kemejanya.

Shafa melebarkan matanya, "Belum makan?" tanyanya. Rangga menggeleng dan menyimpan senyumnya.

"Mas mandi dulu gih, aku siapin makannya," Shafa berlalu bersamaan dengan Rangga yang berderap menuju kamar.

"Hmmm ... haruuuumm ... kamu masak apa sih?" tanya Rangga yang tiba-tiba sudah di belakang Shafa dengan jarak yang sangat dekat. Shafa membatu di sana.

"Udah hampir siap ini. Mas duduk dulu gih, nih aku mau pindahin ke piring," Shafa sudah memindahkan sayur sop yang telah dipanaskan baru saja ke mangkuk. Rangga melangkah mundur menuju meja makan.

"Maaf Mas, cuma ada ayam di kulkas. Jadinya Shafa masakin ayam kecap deh. Nggak apa-apa kan?" Shafa sudah duduk di depan Rangga.

"Ngga apa-apa, apa aja aku makan kok," jawab Rangga

"Tadi emangnya nggak ada acara makan malam sama kolega, gitu? Makannya malem banget lho ini," Rangga senyum sembari menatap Shafa yang menannyainya dengan penuh perhatian dan kelembutan.

"Aku mau pulang aja. Makan di rumah. Kamu pasti nungguin aku." Rangga mengusap tengkuknya.

"Ya enggak harus nunda makan gini juga. Atau kalo nggak, pulangnya cepetan supata bisa makan di rumah tepat waktu." Shafa mengangsurkan gelas air putih ke hadapan Rangga.

"Aku tadi...ke...rumah Karina...," Rangga menghentikan kalimatnya, memandang Shafa dengan lekat. Shafa hanya diam saja meredam cemburu di dadanya. Cemburu? Buat apa? Shafa berpikir tidak mudah menghapus nama Karina.

Melihat Shafa tak bereaksi, Rangga melanjutkan, "---menemani dia yang masih berkabung. Ayah tiri dan istri keduanya sedang ada di sana. Jadi dia butuh penguatan." Rangga menatap seolah minta pengertian Shafa.

Shafa tersenyum, " Ya udah, makan sekarang? Laen kali sempetin makannya di mana aja. Gak mesti di rumah juga kan?"

"Tadi juga Karina nawarin makan di sana. Tapi, aku mau makan di rumah aja."

Seketika hening meliputi ruang makan mereka. Tatapan keduanya bertemu beberapa saat. Menciptakan gelora yang bergemuruh di dalam dada keduanya. Shafa kemudian memutus kontak mata antara mereka.

"Ya udah, dimakan. Yang banyak ya." Senyum sendu itu pun terulas di sana.

Rangga mengangguk kaku. Dan memulai makan malamnya.

"Besok bisa masakkin aku ikan bakar bumbu Bali nggak? Aku kangen masakan itu," pinta Rangga.

"Hummm ... tapi persediaan kulkas habis," jawab Shafa.

"Oh, kalo gitu lusa kita belanja ya. Aku bisa temenin kamu, aku pas libur, gimana?" tanya Rangga.

Bola mata Shafa membesar. Kaget dengan perubahan sikap Rangga.

"Mas mau nemenin Shafa belanja?" Shafa memastikan pendengarannya. Rangga mengangguk.

"Kamu...enggak keberatan kan?" tanya Rangga. Shafa menggeleng.
Senyumnya sumringah. Hatinya serasa terbang mengangkasa, dengan Rangga yang akan menemaninya saja, sebahagia itu.

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang