Shafa kembali ke apartemen Rangga sore ini. Acara pesta akan diadakan malam hari. Antara laki-laki dan perempuan dibagi tugas oleh Arif sang koki pimpinan dapur. Yang laki-laki kebagian tugas mengangkut dan menata konsumsi di awal sebelum acara dimulai, sehingga yang perempuan bisa pulang dan berdandan.
Belum lama Shafa masuk ke apartemen, dia dikejutkan dengan suara ponselnya dari dalam tas yang belum sempat dikeluarkan.
"Hallo? Hah? Oh ... oke tunggu bentar." Shafa dengan berlari lari kecil menuju pintu apartemen mereka.
"Sari?!" Pekik Shafa.
Sari tersenyum simpul melihat reaksi Shafa atas kedatangan dirinya.
"Hai! Kamu nggak mungkin nggak ngijinin aku masuk kan? " tanya Sari yang diikuti tawa lepas dari Shafa.
"Yuk, masuk! Tau dari mana alamat ini?" tanya Shafa.
"Dari Mas Arif." Sari menjawab pertanyaan Shafa, yang dibalas dengan kernyitan dahi oleh Shafa.
"Mas Arif udah lama tahu alamat apartemen Pak Rangga. Jadinya aku tinggal minta kasih tahu aja sama dia." Sari tersenyum penuh arti. Gadis itu memiliki misi khusus dikirim oleh Arif, atasannya di kantin.
"Oh iya ... Mas Arif 'kan udah lama kerjanya sama Mas Rangga. Jadinya tau lah tentang apartemen ini," jawab Shafa.
"Hmmm ... kita berangkatnya barengan aja berarti ntar ...." Belum sempat Shafa melanjutkan kalimatnya, terdengar pintu apartemen yang terbuka setengah itu diketuk.
"Siapa?" Shafa bergumam. Sejurus kemudian Shafa mendongak saat sudah di depan pintu.
"Kamu?" Shafa sedikit terkejut.
"Kok kaget? 'Kan aku udah bilang aku akan jemput kamu," kata George.
"I--i--ya sih ... tapi kan tidak harus sekarang. Ini baru jam lima. Acaranya kan jam tujuh," jawab Shafa.
"Aku mau dibiarin di depan pintu aja nih?" George sengaja menggoda Shafa.
Shafa pun masuk ke dalam dan George mengekor kemudian. Saat Sari dan George bertemu, keduanya sontak kaget.
"Lho? Kamu di sini juga?" tanya George.
"I--i--iya Pak. Saya mau mendandani Shafa," jawab Sari.
"Mendandani?" Tanya George.
"Kata Mas Arif tadi, Shafa kan mau pake gaun yang dibawa Pak George. Nah, supaya gaun dan dressnya matching ya aku inisiatif aja pengen dandanin Shafa," jelas Sari.
Shafa mengernyitkan dahi. Gadis itu bingung. Sari tahu tentang gaun itu dari Arif? Kok bisa?
"Kok bisa Mas Arif tahu? " Tanya Shafa pada George.
"Maaf ... tadi kan kamu bilang kalo kamu nggak mau pake dress yang aku beli karena enggak enak sama temen-temen kamu, jadinya aku telpon Arif untuk memberitahu dia kalo hari ini kamu khusus jadi partner pesta aku, kamu dibebastugaskan hari ini oleh Arif dan jadi partner pesta aku. Tidak ada alasan lagi untuk menolak memakai gaun ini. Aku bela belain beli sendiri lho ...." George mengedipkan mata setelah menutup kalimatnya baru saja.
"Ka ... mu ... ah ... aku jadi malu sama Mas Arif ." Wajah Shafa memerah mengatakan itu.
"Nggak apa apa lagi, Fa. Dan kamu jangan pasang wajah merah gitu deh. Aku jadi pengen cepet cepet nikahin kamu." George berkata tanpa malu malu lagi.
"Oh ya ampun, bisa bisa aku jadi nyamuk nih di sini." Sari menepuk dahinya pelan.
George tertawa mendengar keluhan Sari.
"Jadi, kamu ke sini khusus mau dandanin aku Sar?" tanya Shafa. Sari mengangguk.
"Nih, gaunnya. Dan ini sepatunya." George memberikan dua paper bag pada Sari.
"Se...se...sepatu?" Shafa mencicit.
"Iya...aku tidak tahu kamu punya koleksi sepatu yang matching apa tidak dengan gaun yang kubeli itu. Jadi..yah...aku beli saja." George menjawab Kekagetan Shafa.
"Oh ...," Shafa menunduk karena tersipu akan perhatian George. Dan sekarang bagaimana dirinya bisa menolak pesona dan perhatian George dalam waktu bersamaan.
"Oh ya, Sari. Untuk dandanan Shafa tolong sesuaikan dengan gaunnya dan jangan terlalu mencolok ya. Tipis saja make up nya. Dia sudah cantik tanpa make up. Kalo didandani dengan tebal, nanti cantiknya malah hilang." Pesan George pada Sari.
"Iya...saya tahu, Pak. Shafa itu wajahnya kalem, nggak cocok didandani glamor Pak. Apalagi emang dia udah dari sononya cantik," jawab Sari.
"Exactly..." George menjentikkan jarinya.
"Udah buru gih Fa. Kamu siap siap mandi dulu, ntar abis magrib kita dandan."
Sebetulnya Arif, Sari dan Ria telah berdiskusi sore tadi tentang bagaimana mereka akan membuktikan bahwa Rangga memang memiliki perhatian khusus. Malam ini mereka bertiga akan menuntaskan rasa penasaran mereka.
Dan di sinilah Sari berada. Arif menugaskan dia untuk mendandani Shafa, sedangkan gaun sudah disiapkan George. Keahlian Sari mendandani seseorang sudah tak diragukan lagi. Walau tak semahir MUA, Sari yang pernah bekerja di sebuah salon tentunya mempunyai kemampuan yang tak bisa diremehkan. Pengalamannya tak dapat dianggap sebelah mata. Dengan tampilan Shafa yang memukau, mereka akan melihat keterpanaan Rangga atas penampilan spesial Shafa.
***
Shafa menuruni anak tangga dengan gaun yang dipilihkan George. Gaun itu berwarna peach dengan taburan Swarovski yang mewah namun tidak terkesan glamor. Gaun yang tak ketat sama sekali. Panjangnya hingga pertengahan betis dan tentunya tanpa belahan. Tangan gaun itu menutup lengan Shafa hingga sepertiganya. Dengan riasan sederhana Shafa menampilkan keaslian wajahnya yang cantik. Bukan dengan dandanan bedak tebal yang justru akan menutupi wajah cantiknya layaknya topeng. Rambutnya digerai namun Sari memberi sentuhan ikal pada ujungnya menambah keanggunan Shafa bak peri di negeri dongeng.
George begitu terpukau melihat Shafa turun dengan anggun. Flatshoes mewah berwarna silver tampak serasi dengan taburan swarovski yang berkilau diterpa cahaya lampu.
George kehilangan kata kata. Lelaki yang sedang menelepon itu bahkan mengabaikan suara di ujung telepon karena terpana dengan penampiln Shafa. Sederhana, manis, elegan namun jauh dari kata glamor.
"Ya..ha..hallo? A...apa? Kita bicara lagi nanti ya. Aku tutup teleponnya sekarang, oke? " George menutup percakapannya di telepon sembari matanya tak berkedip sedikitpun mengikuti gerak gerik Shafa dari Shafa berjalan di anak tangga hingga gadis itu telah berada tak jauh darinya saat ini. Di hadapannya.
Keheningan menyelimuti mereka sesaat sebelum Shafa berdehem memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.
"Pak, gimana hasil kerja saya? Shafa cantik dalam kesederhanaan dan keluguannya." Sari membuka percakapan kembali karena mendapati kediaman George yang masih tak percaya dengan tampilan gadis yang ada di depannya kini.
"George?" Panggil Shafa setelah dirinya tak mendengar suara George menyauti Sari.
"Ah...ya? Kau memanggilku?" George memang sekilas mendengar Shafa memanggilnya tatkala kesadaran belum menggenapi dirinya akibat terpana pada tampilan Shafa.
Shafa tersenyum kecil melihat tingkah George, sebelum menoleh ke arah Sari untuk memberi kode agar bisa menyadarkan George.
"Pak...! Ayo kita berangkat! Nanti kita telat!" Sari bersuara lantang agar kesadaran segera menghampiri George.
"Ah...iya...ayo kita berangkat sekarang."
Hai...ketemu lagi Shafa dan Rangga nih..
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...