Perhatian Ibu Mertua

16K 984 12
                                    

"Tadi waktu ibu datang, aku langsung pindah ke sini, maaf..."

"Bagus!"

"Kalo gitu, sebelum ibu tau kita bohong, Mas bisa ngga pindahin sebagian bajuku sama alat make up. Nggak usah semuanya, yang penting kelihatan ada barangku di kamar Mas..."

"Hmmm."

Bergegas Rangga menuju kamar Shafa dan mulai melakukan yang dikatakan Shafa tadi. Ibu mertua Shafa masih memasak bubur untuk Shafa jadi masih ada waktu bagi Rangga untuk memindahkan barang Shafa.

Dengan cepat Rangga memindahkan barang Shafa sampai beberapa kali bolak balik kamar yang bersebelahan itu. Tak lama kemudian terdengar suara ibunya.

"Ranggaaaa..."

Rangga pun langsung membereskan pekerjaannya yang sedang tanggung. Lalu berjalan ke bawah memenuhi panggilan ibunda.

"Ya bu..."

"Nih bawain nampannya," titah ibunya.

Rangga pun melangkah ke kamarnya diikuti ibunya dari belakang. Shafa memandang sendu Rangga dengan nampan yang dibawanya.
Ada kesedihan di balik tatapan mata Shafa.

Anak baik...cuma ibu ya mas yang bisa taklukin kamu...liat aja sekarang, kamu bawain bubur buat aku. Coba kalo gak ada ibu. Dan aaah yaaa...satu lagi...Si Karina itu yang mampu taklukin kamu, kamu akan datang kepadanya kalo dia butuh...aku iri mas...sungguh aku iri....aku kan istrimu...sekaliiii saja lihat aku...

"Fa..., dihabiskan buburnya, abis itu minum obat pereda nyeri, klo udah enakan kita ke rumah sakit. Ya Fa ya...," bujuk Muthia lembut.

Ah ibu...cuma engkaulah yang menguatkan aku kala aku terpuruk. Bahkan saat aku terjebak dalam luka yang diciptakan suamiku, engkau datang sebagai penawar luka. Sungguh ironi bu, anakmu yang menorehkan lukanya padaku...tapi engkau ibunya datang membawa penawarnya.

"Suapin Ngga...istrimu lagi sakit gini, jadi suami tu harus perhatian ..."

Rangga yang sedang meletakkan bubur di atas nakas jadi terkejut oleh ucapan ibunya.

Suap? Bisa jadi salah paham nih perempuan ... hmmmm, kata hati Rangga.

"Ngga ...," panggil ibunya.

Melihat keterdiaman Rangga, Shafa pun berusaha mengatasi kecanggungan situasi saat ini.

"Shafa suapin sendiri aja Bu."

"Gimana mau suapin sendiri, wong kamu masih pening gitu, yang ada tumpah buburnya."

"Rangga ...," nada suara ibunya mulai meninggi.

"I ... i ... iya, Bu ...."

Rangga pun mengambil mangkuk bubur lalu mulai bersiap hendak menyuapi Shafa. Melihat Rangga sudah akan memberikan bubur pada menantunya, Muthia pun melangkah keluar sembari berkata, "Jangan lupa abis itu obatnya dikasih Ngga, ibu mau telpon Lia dulu untuk buat janji check up Shafa ke rumah sakit. Handphone ibu di ruang tamu."

Kecanggungan di ntara Rangga dan Shafa pun berlanjut begitu Muthia meninggalkan mereka. Shafa tau tidak akan mungkin Rangga mau menyuapinya seperti yang diperintahkan ibunya. Lalu Shafa pun berkata,

"Aku suap sendiri aja, Mas."

Tanpa berkata apapun, Rangga menyerahkan mangkuk buburnya pada Shafa.

See...Rangga tidak mau...dengan senang hati nampaknya memberikan mangkuk bubur ini.

Perlahan Shafa menyuapkan buburnya ke dalam mulut, sementara Rangga sibuk dengan handphonenya di sisi ranjang tak jauh dari Shafa yang duduk bersila bersandarkan kepala ranjang.

My Karina
Lagi apa yang...udah sarapannya?

Ting...

My Karina
Lagi bawa ibu ke ruang radiologi untuk rontgen kakinya, takut ada yang retak, karena jatuh itu ngga. Aku udah sarapan yang tadi kamu beli. Thanks ya. Love you...

Mendapat balasan dari pujaan hati, senyum pun mengembang dari bibir Rangga. Walaupun dari arah samping, Shafa masih dapat melihat senyum lebar Rangga dengan tatapan penuh konsentrasi ke benda pipih itu.

Hmmmm...siapa ya yang bikin dia senyum gitu...jangan jangan Karina itu...

Rangga masih saja tak sadar jika dirinya diperhatikan Shafa, bahkan mngkok bubur Shafa telah kosong pun, tak disadarinya, hingga Shafa memanggil Rangga untuk meletakkan kembali mangkuk buburnya.

"Mas... Mas...," panggil Shafa lembut. Rangga nampaknya sangat serius. Tak kunjung ditanggapi oleh Rangga, Shafa mencoba menggeser tubuhnya untuk menaruh mangkuk buburnya di nakas. Namun naas, sesaat mangkuk itu akan mendarat, Shafa mendadak diserang oleh rasa pusing yang hebat sehingga mangkuk itu malah terlepas dari tangan Shafa.

Praaaaang....

Rangga yang tengah berkomunikasi mesra via chat dengan kekasihnya kaget luar biasa. Konsentrasinya buyar. Sontak saja dia membentak Shafa.

"Apa apaan sih kamu ini! " Rangga dengan mata melotot langsung berdiri tegap sebagai reaksi kagetnya.

Tangan Shafa gemetaran, bukan hanya demamnya yang membuat Syifa gemetar. Namun aura menakutkan yang dipasang Rangga swbagai reaksinya melihat mangkuk yang hancur berkeping. Shafa mirjs, hatinya juga berkeping mendapati reaksi Rangga yang berlebihan hnya karena mangkuk pecah. Apa mungkin? Ah ya...rasanya memang tidak mungkin, Rangga marah karena dirinya merasa terganggu akan aktifitas chatnya yang mesra dengan kekasihnya, itu menurut Shafa.

"Ma...ma...af... ," cicit Shafa dengan mata terpejam. Sakit yang mendadak datang ke kepalanya itu sungguh membuat Syifa tak mampu membuka matanya. Sengatan yang menyerang kepalanya itu menciptakan kesakitan yang tidak biasa.

"Nambah nambahin kerjaan kan jadinya. " Omel Rangga.

Shafa meraba kasur dengan mata terpejam. Dia ingin membereskan kekacauan yang dibuatnya baru saja. Secara perlahan Shafa menggeser tubuhnya. Melihat pergerakan Shafa, Rangga pun bertanya,

"Mau apa kamu? "

"Oh... Eng... Aku mau membersihkan pecahan mangkuk tadi..." Shafa dengan sedikit ketakutan menjawab pertanyaan Rangga.

"Ck! Enggak usah! Kamu mau aku dianggap suami yang kejam oleh ibuku sendiri ya? Iya?? Ibu sebentar lagi pasti naik ke atas, sudah kamu jangan ke mana mana. Bisa bisa isi kamar berantakan kalo kamu turun dari situ!"

"I ... i--ya ... Mas," lagi dan lagi Shafa harus patuh.

Tak lama setelah Rangga memasukkan pecahan mangkuk bubur tadi ke tempat sampah yang ada di dalam kamar mandi kamar utama, Ibu Rangga sebentar saja sudah memasuki kamar Rangga.

"Sudah habis buburnya, Fa? Sama obatnya udah diminum?" tanya Ibu Rangga pada menantunya itu.

Perlahan ibu mertua Shafa mendekatinya lalu menyentuh kening Shafa dengan punggung tangannya.

"Hmmm ... Demam ya Fa, kamu bisa siap siap kita ke rumah sakit sekarang?" tanya Ibu Rangga lembut. Shafa mengangguk pelan.

"Rangga, bantu Shafa siap siap. Ibu tunggu di bawah," titah sang bunda tak terbantah.

Seketika setelah Ibu Rangga menuruni anak tangga apartemen, Rangga langsung saja menginterupsi Shafa,

"Kamu siap siap aja sendiri. Bisa kan? Pakai saja salah satu baju yang sudah kupindahkan tadi, ambil di lemari, gantinya di kamar mandi saja."

Shafa malas menanggapi titah Rangga yang pastinya harus diikuti Shafa. Menggeser tubuhnya pelan pelan ke pinggiran ranjang, sebentar kemudian Shafa telah menapakkan kakinya di lantai dan mulai melangkah ke kamar mandi dengan berpegangan pada nakas lalu beralih meraba dinding kamar, kepala Shafa sungguh terasa berat. Pening menyerangnya dengan hebat. Sungguh Shafa merasa dirinya benar benar sendiri.

Hai...
Terima kasih sudah baca...
Jangan lupa bintangnya...

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang