(15) George 1

21.6K 1K 11
                                    

Rangga menarik nafas lega mendengar pertanyaan George. Jika George masih bertanya itu artinya mereka belum berkenalan.

"Memangnya tadi belom kenalan? " Rangga sengaja memancing pertanyaan pada George.

George menggeleng. Rangga tersenyum.

"Yeee...malah senyum senyum. Kenalin dong, cantik banget tau. Mana tau mau dikawinin gue. " George bergurau.

"Kawin? Emang gak pengen balik lu ke negara lu? " tanya Rangga.

"Nggak, pengen nikah sama wanita Indonesia. Eksotis! " Dengan senyum lebar George menjawab Rangga.

Rangga berteriak memanggil Shafa. Tak lama kemudian Shafa pun turun.

"Nih, kenalin temenku," kata Rangga.

"Shafa.:

"George."

"Ngemeng ngemeng dari mana kalian?" Tanya Rangga.

"Ih...sok gaul lu! Kita dari mall Ngga. Mumpung libur. Lo tumben di rumah."

"Hari ini gua capek. Pengen istirahat aja di rumah," jawab Rangga.

"Bisa capek juga lu!" komen George. Rangga sebetulnya hanya ingin istirahat hari ini, akibat menunggu Shafa pulang, dia jadi kurang tidur.

"Hai, little boy..how are you?" Rangga menoleh pada pria bule kecil yang ada di sebelah George.

Tiba tiba saja wajah Nick jadi memerah. Nampaknya dia hendak marah. Lalu anak itu berjalan ke meja ruang tamu dan membanting apa saja yang ada di atasnya. Sambil mengamuk dan menangis keras, sementara George menahannya dari bertindak lebih jauh.

"Stop Nick! Stop! Uncle bilang stop! Kamu denger gak sih? " George menginterupsi Nick.

"Udah Nick ...." imbuh Rangga.

George yang sudah akan siap menangkap tangan George, dipegang oleh Shafa, Shafa mencegah lelaki itu berbuat lebih jauh. Sementara Nick masih brutal dan mendorong sofa ke arah George.

Sejurus kemudian Shafa berjalan pelan lalu duduk bersimpuh di dekat Nick mensejajarkan diri dengan anak itu. Shafa menatap Nick lembut lalu menariknya dengan perlahan ke dalam pelukannya. Ajaib. Nick tenang. George takjub.

Sembari mengelus lembut punggung Nick, Shafa terus mendekap erat anak itu. Rangga dan George memandangnya tak terbaca. Mereka bungkam menyaksikan adegan di depan mereka.

Apalagi George. Nick adalah anak autis yang jika tantrumnya datang maka akan sulit menanganinya. Namun Shafa yang merupakan orang asing bagi Nick mampu menanganinya.

Setelah dirasa oleh Shafa, Nick sudah tenang, Shafa mengurai pelukan mereka.

Dengan tersenyum Shafa membawa Nick ke dapur. Sebelum itu, Shafa melirik George meminta persetujuan membawa Nick yang diangguki oleh George.

Setelah keduanya menghilang di balik tembok pembatas dengan ruang makan apartemen, George memberondong Rangga dengan banyak pertanyaan.

"Jadi siapa gadis manis tadi? Gimana bisa dia ada di sini? Dia kuliah atau kerja? Udah married belum? Ah lu harus jelasin ke gue, type gue banget itu," Cerocos George.

"Ya elah satu satu dong nanyanya, dia anak angkat ibu gue. Pengen kerja sambil kuliah sih. Cuma ijazah dia SMA, jadi masih bingung cari kerja di mana," jelas Rangga.

"Kalo soal kerja sih gampang. Terus yang paling penting single kan?" tanya George. Rangga tanpa ragu mengangguk. Di benaknya muncul rencana baru. Dia akan menjodohkan Shafa dan George, sementara dirinya setelah menceraikan Shafa bisa menikah dengan Karina.

Rangga membereskan ruang tamunya yang berantakan sebab ulah Nick, sebelum dia dan George melangkah menuju dapur.

***

Pemandangan yang menyejukkan terlihat kala pertama kali kedua pria tampan itu mendatangi dapur apartemen Rangga.

Shafa dengan apronnya sedang sibuk berkutat di depan kompor. Sementara Nick bereksperimen dengan tepung dan pewarna makanan. Meja makan jadi berantakan akibat ulah Nick. George terpana dengan pemandangan itu. Nick biasanya tidak akan betah berlama lama di tempat asing. Tapi, nyatanya bagi Nick hal itu tidak berlaku di sini. Banyak perempuan yang tidak akan membiarkan dapurnya berantakan oleh ulah anak anak. Tapi, tidak dengan Shafa, dan George harus akui jika dia semakin kagum dengn sosok Shafa. Ah, rasanya sudah lama sekali hatinya tidak menghangat hanya dengan melihat apa yang ada di depannya kini.

"Wah...Nick...sedang apa?" tanya George. Nick diam.

Seketika Shafa menoleh, sementara spatulanya masih dipeganginya. Gadis itu tersenyum pada George dan bule itu terpana melihatnya. Mulutnya terbuka setengah.

"Nick sedang bereksperimen, dan jangan berisik, dia tak akan suka." Ditutupnya kalimat itu dengan senyum lagi, tepukan di bahu George lah yang mengatupkan mulutnya kembali.

"Awas masuk laler mulut lo!" bisik Rangga pada George yang dibalas pelototan oleh George.

Shafa mematikan kompornya kemudian. Lalu menggambar sesuatu di atas kertas yang diambil dari kulkas. Disodorkannya kertas itu pada Nick. Seketika Nick menengadah pada Shafa. Dan bule kecil itu mengangguk. Shafa tersenyum, lalu menggenggam tangan Nick dan mencucinya tangan mungil itu di wastafel, sebentar kemudian gadis itu membawa Nick ke lantai dua. Rangkaian perlakuan Shafa serta senyum Shafa kembali membuat mulutnya terbuka setengah, sontak Rangga memukul pundak belakangnya dan kali ini lebih kuat. Membuat George sedikit terhuyung. George tersadar.

"Eh, mau ke mana?" tanya tamu Rangga itu pada Shafa.

Sontak menoleh sambil mengerucutkan mulutnya dengan telunjuk di depan bibirnya. Lagi lagi George terpukau. Pandangannya tak lepas dari punggung Shafa yang terus melangkah menuju lantai dua.

Saat punggung itu menghilang, George meraup mukanya kasar. Oh, Tuhan. Ada apa ini?

"Rangga, sepertinya gue gak bisa lama lama di sini. Gue jadi kacau!" Suara George sarat frustasi. Rangga tertawa.

Beberapa saat kemudian, derap lari lari kecil dari arah tangga terdengar. George kembali memberanikan diri melihat ke arah sumber suara. Lagi lagi, lelaki itu merasa jantungnya tidak karuan.

Shafa sekarang sudah berada di depan kompor hendak melanjutkan memasaknya, lalu dia berbicara dengan menoleh sebentar pada dua pria yang ada di belakangnya.

"Nick aku suruh nonton tv, takutnya dia merasa keganggu dengan kehadiran anda berdua, Pak." Shafa hanya sebentar saja memandangi keduanya berikutnya gadis itu sibuk dengan memasak kembali.

"Yang pertama jangan panggil aku Pak, panggil saja George. Yang kedua aku ingin tanya, kau memahami tentang autis?" George masih dengan jantungnya yang berisik di dalam dadanya itu mencoba menyelami Shafa lebih dalam.

Shafa mematikan kompornya. Lalu berbalik menatap Rangga dan George.

"Aku tahu sedikit tentang autis karena di panti ada seorang anak yang mengalaminya. Jadi sebagai pengasuh panti, mau tak mau aku juga mempelajari tentang autis tapi tidak banyak. Tadi sepertinya sebelum ke sini, Nick sudah gelisah ya? " Setelah berkata, Shafa kembali tersenyum membuat jantung George berdenyut lebih cepat.

"Iya, tadi di mall mulai gak betah, akhirnya aku bawa dia ke sini. Hmmm... Jadi kamu pengasuh panti?" tanya George dan diangguki oleh Shafa.

"Lalu karena sering bertemu dengan Ibu Muthia di panti akhirnya aku di ...."

Hai jumpa lagi
Jangan lupa bintangnya ya...
Terima kasih

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang