61

21.3K 991 23
                                    

Shafa menenggelamkan dirinya ke dalam bola mata milik Rangga. Ketulusan dan kejujuran tampak nyata di sana. Pendar cinta telah berbinar pula dalam iris lelaki itu. Shafa bahagia, namun semuanya terlambat.

"Mas ... jangan begini ... duduk di sebelah Shafa aja ya ...," tangan Shafa reflek berpindah dari sofa ke wajah Rangga. Punggung telapaknya mengusap pipi Rangga sementara suaminya itu memejamkan mata merasai efek elusan itu menerobos jantung dan hati hingga gumpalan merah itu bergetar karena cinta yang terkirim lewat jemari halus itu.

Shafa menghentikan sapuan tangannya hingga Rangga membuka mata. Keduanya saling tenggelam dalam kedua bola mata mereka masing masing.

Rangga menegakkan tubuhnya dan bertumpu dengan lututnya di ubin membuat tatapannya satu garis lurus dengan netra milik Shafa.

Hening menyelimuti.

"Aku mencintaimu ... bisakah kita memulai lagi semuanya dari awal?" tanya Rangga dengan tatapan memohon. Seperti bukan Rangga sama sekali.

Shafa menatapnya dengan nelangsa.

Mengapa baru sekarang Mas? Shafa membatin.

Perempuan lugu namun tegas jika sudah mengambil keputusan itu pun menggeleng. Rangga tertegun mendapat jawaban seperti itu dari Shafa.

"Kali ini Shafa tak ingin egois lagi. Cukup Shafa yang terluka ...,"

"Jangan katakan lagi kamu terluka sayang ... Mas nggak sanggup mendengarnya ...," dengan suara lirih dan menundukkan kepalanya dalam-dalam Rangga mengungkapkan penyesalannya membuat hati Shafa berdenyut nyeri.

"Maaf, Mas. Semuanya akan berjalan sesuai rencana awal kita," jawab Shafa seraya kembali menyodorkan map coklat tadi yang ditaruh lelaki itu di sebelah Shafa duduk.

Rangga kembali menatap Shafa dengan tatapan nanar. Tidak mampu mengangkat penanya, lelaki itu dibantu Shafa dengan menggenggam jemarinya, menguatkan.

                           ***

Semilir angin menerbangkan dedaunan kering di taman luas milik panti. Lahan panti yang tersisa masih sekitar satu hektar. Setengah hektarnya merupakan taman yang ditumbuhi pohon beberapa buah seperti jambu dan alpukat. Sementara bunga-bunga yang mulai terawat kembali oleh gadis yang awal dulu menanamnya. Mereka jadi tak terawat sejak Shafa menikah dan jarang pulang ke panti.

Shafa yang tengah duduk di bangku panjang taman panti, mendesah berat.

"Jadi gimana darl jawabannya? "

"Kalo sekarang, aku belum bisa jawab George. Aku butuh waktu, karena ada sesuatu hal yang harus kita bicarakan sebelum aku memutuskan."

"Bicara apa?"

"Bicara tentang siapa aku, bahwa aku tak sebaik apa yang kamu kira."

"Kalo itu kamu nggak usah kuatir, sayang ... aku akan terima kamu satu paket."

"Enggak George, kita harus bicara dulu."

"Apa? Kamu sakit? Aku bisa terima. Kamu yatim piatu? Aku tahu. Kamu punya sifat jelek..."

"Iya...iya...itu...aku punya sifat jelek. Jahat! "

"Oh kalo itu aku bisa terima..."

"Nggak George... "

"Oke, sekarang aku tanya, kamu enggak terima aku karena Nick? Kamu nggak bisa menerima Nick yang autis dan dari hasil perbuatan gelap?"

"Bukan begitu, George...mana mungkin Nick jadi alasan aku."

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang