(13) Tragedi dasi 3

17.2K 1K 24
                                    

Setelah mendengar laporan dari ruang kontrol keamanan gedung apartemen, Rangga berjalan menuju ruang yang disebut sebut sebagai bank sampah itu. Cerita tentang seorang perempuan yang mencari dasi pun populer di kalangan karyawan gedung apartemen. Bukan tanpa alasan kisah itu menuai ketertarikan karyawan gedung. Karena penghuni apartemen elit itu tentu tidak akan kekurangan uang jika hanya ingin membeli dasi baru. Mereka menebak nebak mengapa dasi itu begitu penting bagi Shafa. Tapi, dengan melihat penampilan Shafa mereka akhirnya sedikit paham, bahwa Shafalah yang takut karena telah menghilangkan dasi majikannya. Karena harga dasi bagi pembantu Rangga pasti bukan harga yang murah. Jadilah akhirnya mereka merasa iba pada Shafa. Itulah sekelumit kisah akibat pencarian dasi Rangga yang beredar di kalangan karyawan gedung.

"Kasihan pembantu bapak, dia kayak kalut gitu. Dan bersikeras untuk nyari dasi bapak di bank sampah. Udah kita kasih tau, tempatnya kotor dan bau. Tapi, dia tidak peduli. Mau tak mau akhirnya kami pun mengijinkan. "

Terngiang kembali sepotong kalimat kepala keamanan yang ditemuinya tadi saat Rangga bertanya apakah melihat gadis yang bercirikan Shafa.

Tak lama kemudian, sampailah Rangga di tempat yang dimaksud. Pintu yang dibuat dari plat dengan lebar yang muat untuk ukuran mobil truk itu terbuka lebar. Dari kejauhan nampak seorang perempuan mungil tengah membongkar gunungan sampah. Walau tidak dari dekat, Rangga dapat melihat dengan jelas kelelahan, cemas, putus asa, semua bercampur jadi satu pada raut istrinya itu. Melihat itu, tiba tiba saja dalam dada lelaki tampan itu menyeruak perasaan yang tak dimengertinya.

Menatap langit yang sudah mulai kelam, Rangga meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang tidak dipahaminya sama sekali. Selama menikah dengan Shafa, di hati Rangga hanya ada rasa benci pada perempuan itu. Benci karena dia telah menerima perjodohan konyol dari Ibu Rangga.

Tapi kenapa saat melihat Shafa tadi, bukan benci yang hadir. Entahlah perasaan aneh. Mungkin saja iba. Ya, iba. Rangga pun kembali mendatangi ruang kontrol keamanan.

"Pak, saya mau minta tolong boleh?, tanyanya sopan pada kepala keamanan yang usianya jauh di atas Rangga.

"Silakan, Pak. Jika memang kami bisa tentu saja akan kami lakukan. Apalagi bapak penghuni apartemen ini. " Jawab lelaki paruh baya itu.

"Begini pak, hari sudah mau malam, nampaknya gadis yang mencari dasi tadi belum mau pulang. Bisakah bapak carikan sepuluh orang untuk membantu dia mencari dasi itu dan juga sekaligus menemaninya. Kalo bisa perempuan aja pak. Nanti akan saya bayar. " Entah kerasukan jin mana Rangga mendadak jadi baik dan seolah memikirkan kondisi Shafa.

Rangga memang tak dapat membiarkan Shafa sendirian. Pasalnya ruangan itu terletak jauh dari lingkup apartemen. Tempatnya tersendiri. Jika terjadi sesuatu di sana, suara teriakan tak akan terdengar orang lain.

Rangga meraup kasar wajahnya. Dia sendiri sadar perubahan sikapnya kali ini terhadap Shafa. Tapi, Rangga hanya akan menutupinya. Rangga menganggap apa yang dilakukannya ini sebagai bentuk kekuatiran terhadap menantu kesayangan ibunya. Rangga hanya tidak ingin ibunya marah jika terjadi sesuatu pada Shafa.

Hanya dalam waktu dua puluh menit, kepala keamanan itu mampu mendatangkan sepuluh orang perempuan yang akan menemani Shafa.

"Uangnya saya transfer sekarang ke bapak. Bisa minta nomor rekeningnya pak? " Interupsi Rangga.

Setelah sejumlah uang ditransfer ke kepala keamanan itu, sepuluh wanita itu sudah akan siap berjalan menuju bank sampah.

"Pak Yono, tolong nanti sampaikan pada mereka bahwa yang menyuruh membantu Shafa adalah Pak Yono sendiri ya. Karena Pak Yono kasian sama dia. " Pesan Rangga yang diacungi jempol serta kedipan mata oleh Pak Yono.

Rangga tak ingin Shafa besar kepala. Dan bisa saja sebetulnya Rangga menyuruh Shafa untuk menghentikan pencariannya. Rangga juga sudah tak peduli lagi jika memang harus hilang dasi pemberian Karina itu. Tapi, akan aneh rasanya jika Rangga melakukan itu. Bukannya pagi tadi dia sendiri yang marah marah minta untuk dicarikan dasi itu.

***

Rangga terus saja mondar mandir di ruang tamu. Handphone nya sedari tadi tak pernah jauh darinya. Rangga meminta Pak Yono memoto kondisi Shafa dan sepuluh orang yang membantunya. Rangga tak akan lengah, walau Pak Yono sangat bisa dipercaya. Namun, hati hati tetap perlu. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tapi, nampaknya belum ada tanda tanda Shafa akan pulang. Mereka masih saja berkutat di ruangan bank sampah itu.

Rangga menyesal mengirim orang untuk membantu Shafa. Itu artinya mereka akan menyisir sampah itu hingga akhir. Harusnya tadi Rangga menyuruh Shafa pulang. Dan tak usah lagi mencari dasi itu. Ditelepon pun gawai perempuan itu tidak aktif lagi. Mungkin habis batere. Rangga betul betul resah.

Satu jam kemudian. Pukul dua dini hari.

Ceklek

Rangga sontak beranjak dari sofa begitu mendengar bunyi pintu itu terbuka. Shafa masuk ke dalam apartemen lalu menutupnya kembali. Gadis iti belum sadar jika tak jauh dari pintu Rangga telah berdiri tegak menunggu dirinya.

Sebentar kemudian Shafa berbalik setelah menutup pintu dan menguncinya kembali dengan kode keamanan.

Shafa mematung. Di depannya telah berdiri suaminya dengan wajah yang tak dapat diartikan. Shafa pulang dalam kondisi yang tak bisa dibilang baik baik saja. Wajahnya kuyu, kemejanya basah oleh peluh keringat. Rambutnya sudah dicepol asal. Matanya menghitam seperti panda. Rangga mencelos memandang gadis yang ada di depannya kini.

Shafa berjalan pelan ke arah suaminya yang juga mematung melihat kondisi Shafa. Sebentar kemudian gadis itu telah berdiri hanya beberapa langkah saja dari Rangga.

Dengan tenaga sisanya, gadis itu mengeluarkan sesuatu dari tas slempangnya.

Shafa menyodorkan dasi suaminya itu pada Rangga tanpa berkata apapun. Tangannya bergetar menahan letih otot otot lengannya serta rasa lapar yang sedari tadi menyerangnya.

Rangga menatap manik madu itu dengan tatapan yang tak terbaca oleh Shafa. Sebentar kemudian tatapannya beralih ke tangan Shafa yang menggenggam dasi dari Karina itu.

Rangga dapat melihat tangan Shafa yang bergetar. Diambilnya dasi itu dari tangan Shafa yang dingin. Rangga menatap kembali netra Shafa dan mendapati sorot penuh luka dan kecewa.

Sebentar kemudian Shafa memutus kontak mata antara keduanya. Dan bergeser hendak berjalan menuju kamarnya. Adapun mata Rangga tak sedikit pun beralih dari memandang punggung gadis itu yang perlahan menjauhinya.

Shafa berhenti sejenak sebelum menaiki anak tangga pertama. Lalu menoleh pada Rangga yang tengah menatapnya.

"Maaf karena telah membuat apartemen mas berantakan. Besok akan aku bereskan. " Segera saja Shafa mengalihkan pandangannya ke lantai atas.

Baru saja hendak melangkah, Rangga menginterupsinya. "Tidak usah, besok aku akan panggilkan orang untuk membereskan semuanya."

"Tidak usah mas, besok pagi pagi aku akan membereskannya. Aku yang membuatnya berantakan, maka aku pula yang akan membereskannya." Shafa menjawab lalu gadis itu mulai menaiki anak tangga perlahan.

"Kau sudah makan?" Rangga bertanya pada Shafa membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

Shafa menghentikan langkahnya, lalu mengalihkan kembali pandangannya ke arah Rangga yang masih berada di ruang tamu. Mereka saling menatap dengan tatapan yang masing masing di antaranya tak dapat memastikan tatapan apa yang tengah melanda keduanya.

Hai jangan lupa bintangnya
Terima kasih

Istri yang DiabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang