Shafa mengobrak abrik isi apartemen suaminya itu. Gadis itu mencari dasi yang dimaksud Rangga pagi tadi. Seluruh sudut ruangan dicarinya, di bawah kolong tempat tidur, di bawah lemari, bahkan di bawah sofa, di pantry. Telah seharian gadis itu berkutat dengan aktifitas pencariannya. Namun usahanya menemui kesia siaan. Dasi itu entah di mana rimbanya.
Shafa menarik nafas panjang. Peluh membasahi dahinya yang putih. Pegal pun terasa dari pundak hingga ke telapak tangan. Apartemen jadi berantakan. Mata Shafa menyapu seluruh ruangan. Memperhatikan sudut sudut ruangan, barangkali ada bagian yang tak terjamah. Berulang kali gadis itu menaiki tangga lalu menuruninya kembali untuk memastikan bahwa tak satu jengkalpun ruangan di apertemen itu yang luput dari usaha pencarian dasi suaminya.
Shafa sungguh heran. Dasi suaminya ada banyak. Bahkan jika dipakai seratus hari pun, dasi Rangga akan bergantian tak kan pernah sama tiap harinya. Tapi mengapa dasi maroon dengan motif gak jelas itu disukai Rangga.
"Jangan bercanda! Dasi itu pemberian seseorang yang sangat spesial bagiku! "
Kata kata itu berputar putar di kepala Shafa. Ya, dirinya terngiang kembali kata demi kata yang diucapkan Rangga pagi tadi. Binggo! Shafa akhirnya paham mengapa Rangga jadi sebegitu marahnya akibat hilangnya dasinya itu. Di antara banyaknya dasi, Rangga memang lebih sering memakai dasi itu. Bisa sampai seminggu dua kali Rangga memakainya. Dan yang jadi pertanyaannya adalah siapa orang spesial yang dimaksud Rangga? Jangan jangan...
Drrt... Drrt...
Getar singkat gawai kepunyaan Shafa mengalihkan pikiran Shafa yang sedang bergelanyut. Shafa mengambil handphonenya untuk membaca pesan yang sampai baru saja.
Mas Rangga
[Jangan lupa hari ini tugasmu menemukan dasi itu!]Lagi lagi Shafa menarik nafas panjang. Bolehkah saat ini dia berharap Rangga mengalami amnesia?
Sekali lagi pupil mata indah gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, dan dapat Shafa pastikan jika seluruhnya sudah dibongkar Shafa demi mencari dasi sialan itu. Namun, sekarang matanya berhenti di salah satu benda di pantry. Dan benda itulah yang luput dari pencarian Shafa. Tapi, bagaimana mungkin di situ? Tapi, tak ada yang tak mungkin bukan?
Kotak sampah!
Dibongkar oleh Shafa kotak sampah itu. Sembari mengobrak abrik isinya, otaknya bekerja, memikirkan mungkinkah dasi itu berakhir di kotak sampah? Bisa saja. Hanya, bukankah sampah dibuangnya setiap hari. Jadi, jika dasi itu hilang kemarin lusa, dapat dipastikan dasi itu sudah dibawa keluar komplek apartemen ini kan? Shafa menepuk dahinya. Berarti dia harus ke TPA? Oh tidak! Bagaimana mungkin?
Drrrtt.... Drrrrt...
Getar singkat dari telepon genggam Shafa mengalihkan Shafa dari kelebatan pikirannya tentang dasi Rangga. Shafa mengeluarkannya dari kantong dress rumahnya.
Mas Rangga
Udah ketemu? Hari ini aku mau dasinya ada!!!Pfuuuuh... Shafa tak dapat berpikir lain lagi selain harus menemukan dasi itu apapun yang terjadi. Tempat terakhir dia akan mencarinya adalah Tempat Pembuangan Akhir. Tapi dimana itu? Sebaiknya Shafa segera menelusurinya dengan bertanya pada petugas kebersihan atau security apartemen ini.
Bergegas Shafa berlari ke kamarnya untuk kemudian mendandani diri ala kadarnya. Diambil tas slempang dan flat shoes nya. Shafa melesat secepat kilat bagai anak panah yang dilepaskan. Beruntung di lift apartemen gadis itu bertemu dengan salah satu petugas kebersihan area apartemen.
Perempuan yang nampaknya lebih tua beberapa tahun darinya itu pun mengantarkan Shafa menuju bank sampah khusus apartemen. Bank sampah berupa sampah kering akan diolah terlebih dahulu, dipisahkan berdasarkan materialnya. Kain dengan kain, kardus dengan kardus, atau plastik dengan plastik. Sedangkan sampah organik akan diangkut langsung menuju TPA yang disiapkan pemerintah daerah.
Dan sekarang Shafa sudah berada di bank sampah. Sebuah ruangan tanpa jendela beratapkan fiber transparan yang panasnya cukup membuat keringat kita berhamburan.
"Nah, ini tempatnya mbak. Setelah sampah ini dipisah pisah baru nanti diantarkan ke tempat pengolahan daur ulang sampah. Kalo kata mbak, sampahnya kemarin lusa keluar dari apartemen mbak, saya rasa di sini lah tempatnya. Bank sampah pertama," jelas wanita berhijab itu. Shafa mengangguk tanda mengerti.
Shafa lalu mengalihkan penglihatannya ke arah gunungan sampah yang memenuhi ruangan itu. Tampak ada beberapa wanita yang memilah milah sampah yang akan dimasukkan ke bank sampah berikutnya. Shafa menatap nanar bukit sampah itu. Sebetulnya apa arti dasi itu untuk suaminya itu.
Agar tidak membuang waktu segera saja Shafa melakukan pencarian dasinya. Dihampiri pula kedua wanita yang juga ada di ruangan itu untuk bertanya apakah mereka melihat dasi itu. Kedua wanita itu menggeleng dan berjanji akan memberitahu jika mereka menemukannya. Shafa jadi merasa tidak sendirian dalam mencarinya, ada dua orang yang menemaninya. Dan itu membuatnya lega. Shafa terus mencari tanpa henti. Sambil berharap dalam hati akan menemukan dasi itu.
Sementara itu, Rangga yang tidak memiliki agenda apapun setelah jam kantor berakhir, memilih untuk membawa Audi R8 miliknya itu melenggang anggun membelah jalanan yang dinaungi langit jingga.
Setibanya di apartemen, Rangga dikejutkan oleh suasana apartemen yang berantakan seperti habis dirampok. Tapi, Rangga yakin itu tidak mungkin. Selain pengamanan yang ketat, pintu apartemen pun tidak menunjukkan gejala telah dirusak. Rangga terus melangkah masuk ke dalam apartemennya.
Sofa yang sudah begeser tak tentu arah, karpet yang dilipat, vas bunga, guci yang tak lagi ditempat biasanya. Memasuki ruang makan yang terpadu dengan pantry, Rangga kembali dikejutkan dengan suasana yang tak kalah amburadulnya dengan ruang tamu. Kitchen set semua terbongkar. Meja makan diisi alat alat dapur yang berjejer dari ujung ke ujung. Rangga bingung bertemu dengan kejutan ini.
Rasa penasarannya kembali membawa kakinya berjalan menaiki anak tangga. Pikirannya terus berkelabat seiring langkah kakinya menuju lantai atas. Satu satunya tersangka dalam hal ini adalah Shafa. Tidak ada orang lain.
Jika pelakunya adalah Shafa, lalu apa sebabnya? Marah? Ah, Rangga tak yakin sama sekali. Mendarat di lantai dua, ruang keluarga juga tak beda jauh dengan lantai satu. Yang tersisa hanya kamar. Rangga berharap kamarnya tidak bernasib sama.
Dan apa yang ada di dalam benak Rangga nampaknya bak jauh panggang dari api. Beda jauh dari kenyataan. Kamar Rangga lah paling berantakan. Rangga tak dapat lagi melukiskannya dengan kata kata. Emosinya memuncak. Satu satunya yang dapat menjelaskan hanyalah Shafa. Dan dia harus menanyainya. Di bukanya pintu kamar Shafa dengan kasar, dan alangkah terkejut lelaki tampan itu.
Kamar Shafa sangat rapi. Seperti biasanya. Rangga pun memasukinya dengan tergesa, lalu menuju kamar mandi, nyatanya gadis itu tak kelihatan batang hidungnya, menghilang bagai ditelan bumi. Rangga gusar, diputarnya tubuhnya itu untuk kembali melangkah menuju lantai satu, segera mencari Shafa. Emosinya harus bermuara pada orang yang telah membangkitkannya.
Menuruni tangga dengan setengah berlari, berakhir di dapur, nyatanya sekedar bayangan Shafa pun tak ditemukannya. Rangga mengambil handphonenya hendak menghubungi Shafa.
Nomor yang anda tuju sedang dialihkan. Mohon menunggu sebentar.
Alih alih diangkat, yang menjawab malah operator. Kelelahan pulang bekerja bukannya sampai di rumah mendapat ketenangan, malah rumahnya yang berantakan membuatnya bertambah lelah.
Rangga tak dapat lagi menahan amarahnya. Dia harus mendapat penjelasan secepatnya.Setelah mandi dan berganti kostum dengan gaya kasual, Rangga meninggalkan unit apartemennya menuju ruang kontrol security. Dia akan mencari tau ke mana Shafa. Dan yang paling mungkin mengetahuinya adalah security.
Security yang ditemui Rangga memberi penjelasan kepada Rangga. Lalu Rangga bertanya,
"Kalau begitu, tunjukkan padaku di mana bank sampah itu!"
Terima kasih udah mampir
jangan lupa bintangnya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Diabaikan
ChickLitShafa gadis panti asuhan yang dijodohkan dengan Rangga seorang putra dari keluarga berada. Rangga yang sudah memiliki pujaan hati sebenarnya ingin menolak. Namun dia yang sangat menghormati ibunya tidak mampu menolak perjodohan itu. Hingga terjadi...