Entitled12

74 13 1
                                    

Kuda Ji berlari memimpin jalan menuju ke Hutan Emeria. Entah mengapa Monice tidak menolak ketika Ji memimpin jalan kudanya. Padahal ia hanya ingin tinggal di tempat dimana tidak ada orang yang mengenalnya atau mengetahui masa lalunya. Disamping itu ia percaya, Ji tidak berusaha menghalang-halanginya.

Matahari hampir tepat diatas kepala ketika Monice mulai mencium bau manis gulali.

Ah, lapar!!

Bau manis itu semakin menyengat. Ji memperlambat kudanya secara teratur hingga akhirnya berhenti. "Berhenti disini. Kita akan jalan."

Ji mengikat kudanya di pohon dan membiarkannya merumput. Disusul oleh Monice melakukan hal yang sama.

"Bau manis ini, asalnya dari mana?" Ia penasaran apa ada pengusaha permen besar-besaran di kota sebelah.

Ji tidak bisa berhenti tersenyum mengamati tingkah Monice. "Kenapa? Kau lapar?"

Monice mengedipkan matanya sekali, kemudian memalingkan pandangannya. "Baunya kuat sekali.. aku jadi lapar.."

Duh. Jujur sekali.

Ji tertawa melihat tingkahnya, "Ahahah, ini bau daun pohon Emeria.."

"Ee? Apa bisa dimakan?" Monice menyusul langkah Ji.

"Tidak, bahkan kau tidak boleh menyentuhnya.." Mengetahui Monice yang berjalan terburu buru mengikuti langkahnya, ia memelankan langkahnya. "Itu sangat beracun dan menyebabkan reaksi alergi yang membuat tubuh terasa terbakar."

"Ah.." Monice mengangguk-angguk.

"Eh.." Monice bersuara ketika matanya mendapati warna merah muda dibalik pohon-pohon hijau. "Uwah.." Ji mengamati gadis yang berjalan cepat masuk ke area Hutan Emeria.

Monice takjub dengan bunga dan buah yang memiliki rentang warna merah, biru, dan putih.

"Keren!!" Monice melihat beberapa kelinci berwarna merah muda. "Uwah. Hey.." Monice jongkok dan mengelus kelinci yang mendekati kakinya.

Ji mengitari tempat itu, sudah cukup lama ia tidak mengunjungi hutan yang menjadi lambang kerajaannya ini. "Pangeran Ji! Bagaimana kalau menu makan siang kita adalah kelinci??"

Ji langsung menoleh ekspresinya membeku sebentar. Bukan ide yang buruk, tapi apa gadis itu serius mengatakannya ketika ia sedang mengelus elus kelinci itu?

"Bercanda.. kelinci ini terlalu imut.." Monice berdiri dan berjalan lebih jauh ke dalam. "Oh, rusa..? Tanduk yang unik!" Monice berlari lebih dalam lagi mengejar rusa tanduk ungu yang asik merumput.

Mereka berjalan lebih dalam. Baru Ji menyadari ada yang aneh dengan Monice. Hewan-hewan disini tidak menghindarinya. Padahal dulu mereka selalu terbirit ketika ia datang bersama dengan Eli.

"Monice, apa kau memang akrab dengan binatang?" Monice menatap Ji balik, kemudian berpikir sebentar. "Tidak juga.." Monice juga kemudian menyadari keanehan ketika seekor burung hinggap di pundaknya.

"Mungkin karena warna rambut dan mataku senada, mereka jadi merasa aku adalah bagian dari Hutan Emeria.."

"Hmm." Alasan itu cukup masuk akal. Tapi apa hanya karena itu saja?

Mereka berjalan sampai ke bagian terdalam Emeria yang ditandai dengan kolam air berwarna merah muda. "Itu satu-satunya mata air bagi hewan disini.."

"Manusia tidak bisa menyentuhnya, tapi hewan disini meminumnya.." Ji menjelaskan, " Sebaliknya, di luar hutan ini, mereka akan keracunan jika memakan rumput hijau atau meminum air biasa."

Monice mengangguk, tetapi dikerubungi hewan-hewan berbau manis, perutnya menjawab keras.

"Aah.. maaf, mereka manis sekali.." Mendengarnya, Ji menarik sudut bibirnya tinggi. "Kita kembali saja.."

Ji berbalik sambil menahan tawa. "Tunggu." Monice menggandeng tangan Ji ketika Ji sudah melangkah terlalu cepat. Monice menarik tangan Ji agar jalan lebih pelan.

"?!" Ia sempat merasa ragu tangan siapa yang meraihnya.  Tangan Monice terasa kecil. "Kau benar-benar.. bagaimana bisa berperang dengan tubuh sekecil ini.."

Monice membelalak dan menarik tangannya. Kebiasaannya pada Eli itu dikontrol alam bawah sadar. hendak melepasnya kembali. 

.

.

.

Ji melihat Monice makan dengan lahap. Melihat titik di bawah mata kirinya. Melihat bagaimana gadis itu selalu tersenyum dengan senang ketika hari masih terang, tapi menahan tangis ketika malam datang.

Pantai Barat dan Danau Atlas sudah mereka lewati dengan berbagai hari diantaranya. Tinggal menghitung waktu mereka sampai ke pusat Emeria Selatan.

Mereka memelankan kudanya semenjak jalanan yang mereka tempuh mulai ramai, tanda kota sudah tidak jauh lagi. Monice berhenti ketika matanya bisa melihat bundaran pusat kota. "Monice.. kau tidak ingin kembali? Sarah, Andrass, dan teman-temanmu pasti mencarimu.."

Monice mengangguk. "Aku tidak kembali. Pangeran Ji.. Terima kasih.." Ia tersenyum dengan sedikit nada sedih.

"En, Jangan lupa mengirimiku surat sesekali.." Ji merasa sedikit kecewa, tapi setidaknya mereka sudah berjanji untuk saling berkirim surat.

"Monice.. aku minta maaf padamu tentang kematian Eli." Ia tersenyum tipis, dibalas oleh senyum hangat milik Monice dan gadis itu melaju dengan kudanya.

Ia memutuskan untuk tidak memandangi gadis itu pergi dan membalikkan kudanya. Tangannya sudah menghentakkan kekang kudanya. Ia sudah melaju untuk kembali, tapi hatinya berkata bahwa ia tidak ingin pergi. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang