Entitled29

47 9 1
                                    

Rey berjalan berdampingan dengan Monice. Waktu terus berlalu ketika mereka yang saling mengobrol. "Omong-omong, Monice.. bagaimana perasaanmu pada Mira George?" 

Monice menaikkan alisnya menatap Rey, membuat Rey kembali menerangkan, "Maksudku, ia menggantikanmu.." 

Salah satu sudut bibirnya terangkat sambil mendengus, "Saat aku kecil aku pikir Mira itu adalah aku." 

Rey mengernyit mendengarnya. "Lucu kan? Aku pikir aku terbelah menjadi dua, tapi orang tua ku tidak mengetahuinya dan hanya memelihara Mira." 

"Itu karena dulu aku masih ingat momenku dengan keluargaku, meskipun sekarang aku sudah lupa karena tidak pernah memikirkannya lagi." 

"Aku pikir aku harus memberitahu orang tuaku kalau aku dan Mira itu sama-sama sama." Monice tersenyum sendiri mengingat hal bodoh yang pernah ia lakukan. "Karena itu awalnya aku menolak ajakan Liel untuk pergi bersamanya ke istana." 

Rey ikut tersimpul. "Setelah aku keluar dari rumah itu, aku hampir sama sekali tidak pernah melihat Mira lagi jadi aku tidak begitu peduli."

"Benar juga, bagimu Eli adalah satu-satunya.." ucapan Rey ditanggapi dengan anggukan oleh Monice. "Tapi apa benar kau dikurung tanpa air dan makanan?" 

Monice kembali mengingat kejadian lama itu, ia menghembuskan napas pelan, "Tidak sepenuhnya. Aku masih hidup." Kejadian itu sudah berlalu, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. 

Mereka terus mengobrol sampai jam malam tiba. Makan berbagai jajanan di pasar kemudian masuk ke gedung aristokratik dan naik ke atap gedungnya. 

"Tinggi sekali. Kau bisa mati bila jatuh dari sini." Rey terkagum dengan pandangan dari atas gedung itu. "Tapi kau malah kabur lewat jendela." Ia mengungkit kembali kejadian saat mereka bersekolah. 

"Kau tidak akan jatuh kalau melakukannya dengan benar." Monice tertawa kecil. 

Mereka duduk bersama di genting gedung itu. "Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Monice bertanya sambil memandang taburan bintang. 

Rey ikut melayangkan pandangannya ke langit, menikmati angin yang menerpa wajahnya. Keheningan itu menelan mereka sejenak. 

Rey mengambil amplop kecil dari sakunya dan menyerahkannya pada Monice, "Aku ingin kau memecahkan kode-kode ini. Kuharap kau bisa merahasiakannya isinya." 

Monice yang menerima amplop surat itu memiringkan kepalanya. 

"Itu bukan kode yang sederhana," tambah Rey. 

Ia meregangkan tangannya untuk bersandar ke belakang. "Kalau kau ku beritahu, aku punya elang yang sama dengan Putri Ai, apa kau percaya?"

Mata Monice melebar mendengarnya, "Sungguh?" Ia masih ingat Rey pernah menunjukkan burung elang itu padanya. 

"Iya, itu adalah kode yang dibuat oleh Tuan Putri Yo Ai." Melihat mata Monice yang bingung, Rey menggeleng, "Kurasa Tuan Putri sendiri tidak tau masalah ini." 

Monice mengangguk, ia mencoba memahami situasinya. "Hanya ini saja?" Monice merasa Rey tidak akan tampak sefrustasi itu hanya karena kode-kode yang tidak bisa dipecahkan. 

Rey tersenyum bingung, "Tidak.. Monice.. aku minta bantuanmu lagi.." Rey menghela kecil, "Aku ingin tau siapa orang tuaku." 

Deg! 

Wajah Monice langsung kaku mendengarnya. "Rey.."

"Guruku tidak pernah memberitahuku.. Andai orang tuaku hanyalah orang biasa pasti guru tidak akan merahasiakannya." 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang