Entitled39

32 5 1
                                    

Hari sudah malam, Ji dan Andrass duduk di sofa ruang tengah. Sementara Monice memakan biskuit yang dibeli Thea. "Thea, duduk." Monice menepuk sofa disampingnya. 

Thea merasa canggung, ia bukan siapa-siapa yang bisa duduk di samping orang-orang itu. Apalagi Pangeran Mahkota juga ada di ruangan yang sama. "Duduk, atau kita bicara sambil berdiri?" Monice memaksa Thea dengan tatapannya. 

Thea hanya diam, tapi Monice menarik lengannya untuk duduk kemudian menawarkan biskuitnya. 

Mata Ji tidak lepas dari Monice, ia begitu senang dengan fakta gadis itu sudah jadi miliknya. 

"Pangeran Ji." Monice menatap serius, "Sudah berapa hari Anda disini? Anda harus kembali ke istana." 

"Aku disini untuk menunggumu." Ji merasa begitu senang melihat liontin yang menggantung pada leher Monice.

Monice mengangguk. "Aku juga ingin segera kembali ke restoran." Restoran yang juga adalah rumahnya.

"Monice, aku tidak merasa kau akan aman di kapital." Andrass bersuara, hal itu disetujui Ji. "Andrass akan mengantarmu dan Thea ke Istana Musim Panas," sambung Ji.

Monice agak terkejut mendengarnya, tepatnya ia tidak suka. Namun, ia mencoba mempertimbangkan penolakannya dengan apa saja yang sudah terjadi. "Yang Mulia Raja ada di sana jadi itu adalah tempat teraman," tambah Ji. 

Monice merasa agak gamang. Apa ia hanya akan mengganggu jika berada di sisi Ji? 

Thea menyentuh bahu Monice yang hanya diam dengan antar alis berkerut. "Nona, aku merasa ini juga yang terbaik bagi Anda." Tangan Monice membalas pegangan Thea. 

"Kalau begitu, baiklah." Monice menerimanya dengan pasrah. "Tapi aku akan ke kapital lebih dahulu. Aku memiliki banyak urusan yang belum selesai." 

"Baiklah, tapi jangan sama sekali pergi ke istana." Ji melihat Monice yang terlihat enggan menjawab, "Istana dan orang-orangnya sudah berada di bawah kendali Kak Ai." 

Monice mengangguk. "Pangeran Ji.. Apa Anda tahu.. kalau peperangan itu disebabkan oleh Putri Yo Ai?" Ia menanyakan pertanyaan yang terlintas pada benaknya, ia ragu pada Ji. 

Ji menggeleng. "Aku dan Eli sudah pernah menduganya, tapi tidak ada bukti sama sekali." Ia tidak tahu, tapi juga tidak terkejut. Kakaknya punya kemampuan untuk itu. 

Andrass yang mendengarnya mengeluarkan napas takjub. Ia semakin yakin bahwa Ji lah yang harus menjadi Raja. 

"Besok kalian akan berangkat pagi-pagi jadi lebih baik tidur lebih awal." 

"Nona, ayo." Thea ingin membawa nonanya lekas ke kamar dan tidak mendengar hal lain lagi. Monice berdiri dan mengangguk. Ia menaiki tangga dan kembali ke kamarnya. 

Sementara Ji berdiri dan berjalan, ia menyilangkan tangannya di dada. Menatap ke arah jendela, bulan benderang malam itu. 

"Pangeran, dari gerak gerik pelayan itu, sepertinya ada yang tidak benar dengan Monice." Andrass menyampaikan pengamatannya.

"En. Karena itu aku mengirimnya ke Istana Musim Panas. Dokter paling ahli di Emeria tengah menjaga Yang Mulia. Kau suruh dia memeriksanya." 

Andrass mengangguk. "Lalu, Anda berencana melawan Putri Yo Ai sendirian?" Andrass memiliki perasaan kalu itu pasti terlalu berat untuk dilakukan sendirian. "Berita tentang Ratu yang jatuh sakit karena lelah bekerja, aku tidak yakin itu tidak ada urusannya dengan Putri Yo." 

"En. Aku harus super hati-hati." 

Andrass mendengus, "Tentu saja. Masa Anda mati lebih dulu ketika permainan belum juga dimulai." 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang